2023EBMElectronicReviewsTechno

Tzusing – Green Hat – Review

Tzusing-Green-Hat

Kehidupan secara nomaden yang dijalankan Tzusing sebetulnya hanyalah dipicu oleh sekumpulan kenakalan dan kepolosan yang tidak direncanakan secara cermat. DJ yang merangkap sebagai produser dan pemilik label Sea Cucumber ini merupakan seorang keturunan Tionghoa, namun dilahirkan di Kota Kinabalu, Malaysia. Ia menghabiskan masa kecilnya di Singapura dan pindah ke Taiwan ketika remaja, namun sempat dikeluarkan dari sekolah menengah, dikarenakan membanting gitar elektrik-akustik milik temannya.

Hal itu membuat orang tuanya terpaksa mengirimnya ke tempat lain. Bersama Ayahnya, Tzusing diterbangkan ke China, namun karena sifat membangkangnya yang belum pudar, ia dipindahkan ke San Diego, lalu pergi ke Chicago setelah tamat sekolah dan untuk pertama kali mengenal musik dan skena elektronik, lalu mencicipi pengalaman perdana menjadi seorang DJ yang mengutak-atik turntable.

Dengan sendirinya, perjalanan jauh tanpa diembel-embeli “petualangan spiritual” itu telah mengeraskan wataknya sebagai musisi yang berani mengkonfrontasi suatu hal yang bersifat tabu dan sulit dikemukakan secara umum. Bahkan ketika ia kembali ke Shanghai untuk memulai usaha manufaktur Sepeda dan merilis album debutnya pada 2017, Tzusing menggunakan musik yang berbasiskan pada pelampiasan keresahan stereotip budaya dan sosial yang terjadi disekitar masyarakat Tiongkok.

tzusing-green-hat-cover

“Dongfang Bubai”, judul album debutnya itu diadaptasi dari seorang pendekar dari novel The Smiling, Proud Wanderer yang berani mengebiri dan mengorbankan kejantanannya untuk mendapat kesaktian tiada tanding. Dongfang Bubai memang merupakan sebuah karakter penting secara alur cerita, tetapi kemunculan singkatnya yang hanya terdiri dari 1 karakter, telah mencoba mendobrak stereotip patriarki dan itu telah menggetarkan Tzusing untuk berbuat hal yang sama.

Ia menggunakan sampul Dongfang Bubai versi wanita yang diadopsi dari film, namun esensi nya masih serupa, bahwa kekuatan yang paling mutakhir dan berbahaya bisa datang dari sumber-sumber yang tidak terduga dan cenderung diremehkan. Tzusing membawa elemen Chicago house dan seni musik elektronik penghasil tekstur masam dan berat lainnya, seperti techno, deconstructed club, post-industrial, dan EBM untuk tidak sekedar menghasilkan fragmen ritem dan beat yang aktif dalam memicu dendangan, tetapi ada makna tebal dan keras yang hendak ingin disampaikan.

Ia bahkan sempat meramaikan pertunjukkan Shanghai the Shelter dengan menyetel musik-musik hip-hop penuh provokatif akan isu politik dan sosial dari Dead Prez dan Immortal Technique. Sebuah hal yang sangat rentan sekali untuk dilakukan di sana, bahkan tempat itu sempat menjadi sasaran represif dari pihak pemerintahan dengan cara menutup paksa venue tersebut. Tetapi dengan gaya artistiknya, ia tidak harus menyembunyikan rapat-rapat lontaran kritiknya pada kolong metafora agar terbebas dari pengawasan pemerintahan.

Tzusing-東方不敗

Mengungkap fakta bahwa album debutnya, sukses besar hingga terkenal di Eropa dan masih ada keresahan yang mengganjal, itu menjadi semacam alat detonator untuk Tzusing segera membuat tindak lanjutnya dan itu terealisasikan, ketika Tzusing melepas “绿帽 Green Hat” selaku album ke-2 nya yang terafiliasi dengan Pan, sebuah label independen eksentrik berbasis di Berlin.

Istilah “Green Hat” (Topi Hijau) dari judul album merupakan simbol turun-temurun mengenai perselingkuhan yang sudah mulai dikenal sejak zaman Dinasti Tang sekitar Abad ke-9, dan Tzusing menjelaskan ini secara eksplisit lewat sepenggal bait pada “introduction” selaku lagu pembuka yang mengatakan bahwa mengenakan topi hijau di China menandakan istri yang tidak setia.

Sebuah lagu yang berisi semacam narasi pidato, yang dilantunkan oleh vokal artifisial wanita, yang dimaksudkan untuk menjelaskan kekhawatiran dan ketakutannya sembari vokal terkadang sedikit tercabik bagian korslet, memberikan tingkat kerusakan yang mulai memprihatinkan. Tentu, disini Tzusing masih bertanya-tanya, mengapa orang cenderung menyukai dan menyetujui kisah Daud yang berhasil mengalahkan Goliat dengan, namun ketika suatu golongan yang mereka anggap lemah, ingin berbuat banyak justru kekuatannya diintervensi dan berusaha untuk menjatuhkannya.

Album ini jelas masih melanjutkan dasar kerangka berpikir dari pendahulunya, dan sekali lagi membuat gabungan musik elektronik Tzusing tidak hanya aktif dalam mengatur hentak ritem dan gejolak beat untuk berdansa, tetapi menjadi semacam alat untuk mengamati lingkungan sekitar dan keresahan. Jelas ini lebih dari sekedar ritem techno  sederhana yang didampingi oleh hentakan drum TR-808, tetapi Tzusing membuat tensi dan emosi yang mendebarkan dan terkadang memberi aksi teror yang terus menguntit.

“Take Advantage” memiliki lapisan perkusi yang bergerak diantara menghasilkan beat mekanikal baja sesuatu yang diambil dari gaya post-industrial, dengan tekstur yang lebih menggumpal. Melodi synth masih terlihat wajar dalam keselarasan nada, tetapi sudah mewanti-wanti peringatan adanya bahaya. Peningkatan musik semakin bergerak lebih progresif dan mulai kacau, ketika menginjakkan kaki pada lagu “Idol Beggae”.

Lagu tersebut meruncingkan synth dengan menusuk secara perlahan, tidak lupa diberikan suara-suara latar yang ambigu antara meringis kesakitan atau tertawa psikopat yang bergidik ngeri. Tentu, merupakan sebuah penempatan yang tidak seharusnya, bilamana mengharapkan Tzusing berbelas kasih, untuk memberi melodi yang anggun, meski ia bisa saja berbuat demikian dengan latar belakang budayanya yang sarat dengan musik oriental, tetapi ia tidak menjual itu hanya untuk kesenangan orang-orang untuk menyukai musiknya, hanya dikarenakan menampilkan budaya asalnya secara eksplisit.

Ritemnya begitu sinis, gelap dalam pembawaan, dan begitu menghempas keras, sementara melodi hanya bergerak di antara spektrum yang menampilkan kecemasan atau ancaman menakutkan seperti pada “Muscular Theology” yang menggesek senar dengan begitu pilu dan menimbulkan rasa linu. 孝忍狠 (Filial Endure Ruthless)” membuat pijakan melodi untuk sekedar berselonjor semakin sulit, ketika selalu terhempas dengan gebukan beat yang semakin tersengal-sengal dan berdetak kencang, sementara synth memagari bentuknya menjadi sekumpulan kawat berduri.

Struktur musik yang dikacaukan dengan bebunyian sibuk dari decitan elektronik maupun genderang beat, tidak dipungkiri menjadi andalan Tzusing, tetapi pada “Clout Tunnel” ia merangkainya lebih sopan dan terstruktur, namun tetap menyalakan lonceng tanda was-was yang diwakili pada suara sirine yang terus melatari sepanjang lagu. Awalnya synth hanya mengendap di dasar, sebelum mencuat menjadi serangan dadakan yang menggores begitu mendalam pada pertengahan lagu. 

“Exascale”, menjadi binatang yang paling buas di sini, dengan setiap instrumen dikerahkan pada mode chaotic dan begitu hiruk pikuk, seperti sebuah pesawat Jet, yang semakin mantap menarik tuas kecepatannya. Sesuatu yang berbentuk seperti lempengan logam metalik menggeram dan bertumbukkan secara hebat dengan hentakan drum.

Tzusing telah membuat rangkaian campuran musik elektronik dari zat techno, Chicago house, EBM, post-industrial, dan deconstructed club menjadi sebuah karya yang panoramic. Menuangkan perasaannya pada bentuk musik yang paling eksploratif yang pernah ia bisa kerjakan, sehingga orang tidak hanya membawanya sebagai latar musik dansa mereka, tetapi turut mendengar dan merasakan setiap pergolakan emosi yang tersimpan pada hingar-bingar musiknya.  

Rating : 8 / 10

Lagu yang direkomendasikan : 趁人之危 (Take Advantage), 偶像包袱 (Idol Baggage), Muscular Theology, 孝忍狠 (Filial Endure Ruthless), Clout Tunnel, Exascale.

Baca Juga : Denzel Curry – Melt My Eyez See Your Futures – Review

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share via
Copy link