2023Indie RockNoise PopReviews

Deerhoof – Miracle-Level – Review

Deerhoof-Miracle-Level

Sebagai band indie rock asal San Francisco yang telah menyaksikan 2x periode resesi dunia (keruntuhan dot.com & krisis global 2008), memiliki banyak penggemar antusias, serta merilis begitu banyak album yang mengencingi batasan genre dan tidak acuh dengan kehadirannya – Sudah sepantasnya Deerhoof menjadi salah satu panutan yang dapat ditiru kisah suksesnya baik dari segi pengalaman maupun materil.

Dari sudut pengalaman, tentu akan begitu banyak hal yang bisa dipetik, mengenai mereka yang tidak pernah lelah melepas album yang selalu menyajikan kejutan dan terkesan disruptif, dikarenakan setiap album yang dilepas memiliki kesenjangan perubahan elemen yang liar dan berubah secara totalitas. Namun hal yang mengejutkan (sedikit mengiris perasaan miris) adalah ketika pihak band mengaku bahwa “Miracle-Level” selaku album studio ke-19 sepanjang karir mereka, merupakan album yang pertama kali dikerjakan seutuhnya melalui studio rekaman profesional.

Premis besarnya, mereka mengaku memegang prinsip dan menjunjung tinggi semangat D.I.Y sehingga mereka memutuskan merekam album melalui bilik kamar. Tetapi catatan kaki mengatakan bahwa selama ini mereka tidak memiliki cukup pendanaan untuk mengerjakan seluruh albumnya secara profesional dan ini seperti menimbulkan tanda tanya besar terkait apa sebetulnya umpan balik yang diberikan oleh industri musik atas jasa mereka mendedikasikan sepenuhnya pada karya musik yang menjunjung tinggi kebebasan ekspresi dan bermutu tinggi, seperti yang mana seharusnya musik itu bekerja.

Deerhoof-Miracle-Level-Cover

Selama tahap pengerjaan album “Miracle Level”, jelas ini sedikit memberikan guncangan shock culture pada band yang saat ini beranggotakan Greg Saunier (drum, vokal), Ed Rodriguez (gitar), Satomi Matsuzaki (vokal, bass), & John Dieterich (gitar) tersebut. Mereka tiba-tiba memiliki waktu tenggat yang harus dipenuhi, sehingga intervensi seperti menambal rekaman dengan lapisan instrumen (overdub), menambah lapisan instrumen, dan merombak berdasarkan kemunculan ide secara dadakan- sangat minim dilakukan.

Satomi Matsuzaki pun merasa kebingungan memilih jenis mic yang memenuhi kebutuhan vokal yang mampu beresonansi dengan tata ruang yang luas. Mereka bahkan menaruh kecurigaan, pasca Mike Bridavsky menyuruh semua punggawa keluar ruangan dan menyerahkan tugas mixing padanya, seperti adegan orang tua yang menyerahkan bayinya untuk dirawat oleh orang asing.

Namun, menurut John Dieterich pertemuan mereka dengan sang produser, Mike Bridavsky semacam kecelakaan yang beruntung dan ucapannya tampak memiliki korelasi yang lurus terhadap judul album ini. Seperti sebuah kejadian acak yang diharapkan sekejap oleh banyak orang, namun frekuensi kemunculannya tidak bisa dihitung maupun diprediksi.

Satomi Matsuzaki bahkan mempertegas dengan mengatakan pada salah satu sesi wawancara, bahwa pada dasarnya ia tidak terinspirasi dari musik tertentu, ia hanya berenang dalam lautan yang luas, sembari menolehkan pandangan terhadap objek dan lingkungan sekitar, kemudian merajutnya sebagai inspirasi. Mungkin terdengar gila, tetapi ini seperti Steve Jobs yang menemukan keajaiban Itunes, ketika ia mengamati arus sekitar tentang adanya pergeseran cara orang mengkonsumsi musik dengan cara berbagi, jejaring internet yang mulai dapat digunakan sebagai media pertukaran berkas, hingga akses berkas digital yang lebih mudah dan efisien.

Semacam sebuah seni menghubungkan berbagai titik acak yang kemudian mendatangkan keajaiban tidak terduga. “Miracle-Level” tentunya masih mendapat perlakukan yang sama, dimana Deerhoof menciptakan perbedaan yang mencolok di sekelilingnya dan membuat sekat perbedaan yang tebal dengan album mereka lainnya. Namun, meski di beberapa kesempatan mereka menurunkan intensitas keliaran lalu mensubtitusikannya dengan elemen bersifat sentimentil dan rongga aransemen yang hanya diisi oleh sepasang gitar, bass, atau drum dengan sedikit variasi nada dan tidak terlalu sibuk bergerak – Itu masih merupakan subset pemikiran secara divergen bagi mereka.

Hal tersebut dikarenakan, mereka yang jarang mengutilisasi kelugasan itu pada karya terdahulunya. Domain perbedaan yang paling mencolok jelas terletak pada kali pertama Satomi Matsuzaki merasakan kembali kedekatan diri dengan kebudayaan tanah kelahirannya Jepang, dimana ia menulis dan menyanyikan seluruh lagu dengan lirik dan aksen berbahasa Jepang. Tentu ini lebih menimbulkan perasaan dan kedekatan yang intim terhadap perasaan dan perjalanan batinnya yang lebih eksklusif.

Narasi Matsuzaki terkenal memang tidak selalu atau sulit untuk menggali maknanya secara jernih, tetapi menggunakan pendekatan ini juga semakin menegaskan bahwa dirinya memang tidak bermaksud memaksa orang untuk memahami setiap konteks liriknya, bahkan prinsip sedikit paham dan tidak terlalu terdistraksi dengan konteks merupakan cara lebih baik untuk fokus dikerahkan seutuhnya pada apa yang mereka rangkai melalui suara.

Demi tidak memberikan perasaan asing secara mengagetkan, mereka menaruh tembang “Sit Down, Let Me Tell Yourself” sebagai lagu pembuka. Sebuah lagu yang masih memberikan garis instrumen yang panik, dan melodi gitar meliuk dalam kegelisahan, sementara Masuzaki seperti memejamkan mata, duduk bersila, dan tidak bergeming dalam menanggapi kesemrawutan. Deerhoof memanfaatkan semaksimal mungkin limpahan fasilitas yang mereka dapatkan di sini, dimana keterbatasan ruangan yang menjadi salah satu problematika para produser rumahan tidak lagi menjadi persoalan berarti.

Mereka menodong secara langsung suara gitar dari kabinet amplifier yang diletakkan pada ruangan lain secara terisolir, sehingga itu membuat geraman gitar menjadi lebih memiliki artikulasi yang jelas, dan tetap terdengar solid meski direntangkan pada volume yang lebih besar. “My Lovely Cat” mendapat keuntungan ini secara maksimum, ketika 2 gitar membunyikan ritem dan melodi-melodi anehnya secara simultan, membuat kekuatan melodi disonan yang renyah.

Lagu ini juga didedikasikan untuk Lil Bub, seekor kucing selebgram yang telah meninggal dan Lil Bub juga merupakan pemilik dari sang produser, Mike. Gebukan drum Ed tidak begitu banyak diberikan ruang untuk menggila, sehingga lagu ini salah satu adegan yang tepat untuk mencuplik kegilaan gebukan drumnya yang begitu gaduh.

“And the Moon Laughs” dibuka oleh raungan gitar kasar berkarakter grunge -ish yang begitu tegas, menggulung menjadi sebuah pijakan ritem yang kokoh dan berpasir. Mereka memainkan susunan lagu untuk membuat kelokan yang begitu ekstrim dari musik yang menjulang tinggi akan kehebohan menuju keheningan yang retrospektif. “The Poignant Melodi” mungkin segelintir lagu yang memiliki penafsiran secara literal sesuai judul, dimana hanya sapuan melodi-melodi sedih dari gitar listrik yang disterilkan dari distorsi dan sedikit kelipan bernuansa kosmis dari kibor yang mengiringi.

Kerangka daripada variasi kenaikan akor masih dipertahankan, sehingga ini bukan seperti lagu ballad yang datar tanpa pergolakan, tetapi penghayatannya dapat berkembang. “Little Maker” memiliki ketenangan yang menyeluruh dan tidak ada segores pun kerusakan yang ditimbulkan. Deerhoof mundur sejenak dari intensitas maniak dan menenangkan diri pada ketukan dab yang merelaksasikan serta petikan bergelombang melodi gitar.

Suatu yang luput, bahwa tingkat keajaiban hanya muncul pada sebuah kondisi tak terduga, dan ketidakterdugaan itu yang coba mereka replikasi di sini dalam menabrakan sesuatu yang bersifat menenangkan dan keributan pada spektrum yang sama, dengan harapan menimbulkan keajaiban. Titik puncak itu diperlihatkan pada “self-titled”, ketika pembukaan lagu seperti terpecah pada dua dunia yang tidak sinkron.

Dengan hembusan vokal yang hanya ditemani potongan piano minimalis, tampaknya ini bakal menjadi musik yang memiliki komposisi bergaya folk atau modern klasik. Namun seketika melodi gitar terkekeh dan itu menjadi pertanda lagu mulai disusupi dengan elemen rock yang berasal dari teritori paling tidak lazim, sejenis art-rock / progressive rock. Keajaiban muncul, ketika kedua aransemen yang bertolak belakang itu tidak saling mendebat, justru didudukkan secara rukun dan vokal tetap melenggang dengan tenang.

Berkat pembawaan lafal vokal yang datar, ini justru menunjukkan sifat katarsis yang baik. Kehadirannya tidak terkontaminasi dengan bisikan-bisikan instrumen lainnya dan hanya fokus pada intuisi. Menjelang penutupan album “Momentary of Soul” menampilkan ritem yang paling gila dan memusingkan dari lagu, meski itu hanya direntangkan lebih jauh dalam repetisi, tetapi itu cukup membuat semangat kegilaan Deerhoof kembali membara, sebelum akhirnya mereka seperti mengajak pendengar untuk kembali larut dalam emosi yang kelabu pada penutup, “Weeding, March, Flower”.

Gaya lamunannya mirip seperti kumpulan repertoar khas indie-pop Korea yang mengeluarkan melodi merona dan halus dalam penyampaiannya. Tentu ini merupakan album yang cukup sulit untuk diikuti secara perpindahan setiap lagu, dikarenakan banyak kesenjangan elemen tidak terduga. Namun, barangkali disitulah letak tingkatan magis yang diharapkan, ketika setiap kali berhasil melompat secara optimis pada labirin-labirin yang berisi ketidakpastian itu. 

Rating 7 / 10

Lagu yang direkomendasikan : Sit Down, Let Me Tell You a Story., My Lovely Cat!, The Poignant Melody, Miracle-Level, The Little Maker, Momentary Art of Soul!, Wedding, March, Flower.

Baca Juga : Parannoul : To See the Next Part of The Dream Review

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share via
Copy link