2021EmoIndieReviewsShoegaze

Parannoul : To See the Next Part of The Dream Review

Parannoul

Parannoul mengkomposisikan musik nya dengan elemen-elemen shoegaze, post-rock, musik indie dan emo. Ada ruang yang lebih agar bisa mengekspresikan setiap emosinya lewat permainan tekstur dan atmosfir yang tersaji dalam album ini.

Setiap individu manusia pastinya memiliki sebuah mimpi yang ingin dicapai dalam hidupnya. Setiap orang dapat merefleksikan imajinasi mimpinya dengan cara-cara tersendiri. Sementara itu, seorang pemuda misterius kelahiran Seoul, South Korea memilih untuk menuangkan isi mimpi-mimpinya ke dalam bentuk musik. Pemuda tersebut mendirikan sebuah solo-project yang diberi nama Parannoul. Lewat album “To See the Next Part of The Dream”, pemuda ini menceritakan keluh kesah mengenai mimpinya. “To See the Next Part of The Dream” menjadi album isi curahan dari mimpi-mimpi pemuda tersebut. Namun bukan hanya itu saja album tersebut juga menampilkan sisi koin lainnya yang cukup kelam bila diungkap.

Album ini juga mengisahkan gap antara impian serta imajinasi dari pemuda tersebut dengan realita kehidupan sesungguhnya. Dia yang bermimpi ingin menjadi seorang rockstar dunia harus terbangun dengan realita bahwa dia hanyalah seorang pemuda introvert dengan kemampuan skill yang pas-pasan. Bahkan dia pun tak ragu untuk melabeli dirinya sebagai “loser” dan berharap bahwa akan lebih banyak lagi “active loser” yang hidup di belahan bumi lainnya.

Parannoul mengkomposisikan musik nya dengan elemen-elemen shoegaze, post-rock, musik indie dan emo. Mediator yang terasa cocok untuk mengangkat potensi dari pemuda tersebut untuk bisa menciptakan karya sentimentil meskipun dirundung dengan keterbatasan dari SDM. Ada ruang yang lebih untuk dirinya bisa mengekspresikan setiap emosinya lewat permainan tekstur dan atmosfir yang tersaji dalam album ini.

Album dibuka dengan track berjudul “Beautiful World”. Judul lagu yang seolah diatur seperti sebuah prolog cerita yang manis. Namun kenyataannya 180 derajat berbeda ketika lagu ini menyentuh nada pertamanya. Track ini sudah bisa memberikan gambaran nuansa keseluruhan album ini secara kasar. Tempo lagu yang mendayu-dayu dilatari dengan elemen synth yang berkilau serta vokal yang dreamy dan minor.

Sementara kombinasi antara dentingan piano yang minimalis dengan sayatan melody gitar yang simple membawa nuansa kelabu yang ekspresif. Peran sektor drum di lagu ini justru seperi memberi perlawanan dengan dentumannya yang eksplosif. Track selanjutnya, “Excuse” dibuka dengan gebukan drum yang lebih punchy. Transisi lagu ini terdengar lebih ekstrim jika dibanding lagu sebelumnya. Elemen spoken word, yang dipadukan dengan clipping sound dari drum cukup memberikan nuansa yang glitchy nan disturbing pada lagu ini.

Baca Juga : Tassi : Northland I & II Review

Parannoul

“Analog Sentimentalism” track yang terdengar lebih energik, tetapi bisa menghasilkan melodi-melodi yang melodius nan catchy. Sesuai dengan judul track ini, tekstur sound synth dialbum ini sangat prominent dalam memberikan layer-layer sound yang sentimentil dan manis. “White Ceiling” merupakan track terpanjang di album ini dengan durasi menyentuh 10 menit. Lagu ini memberikan storyline yang lebih utuh dari ketiga lagu sebelumnya. Dibuka dengan suara alarm yang berdering seolah tanda untuk memulai hari yang baru. Kemudian lagu mulai dengan tempo yang lamban menandakan bahwa kehidupan rutinitas yang membosankan akan kembali dimulai.

Meskipun dibuka dengan nada-nada yang kelabu. Tetapi di pertengahan lagu, terasaji nuansa yang lebih colorful, dan bright dibanding lagu sebelumnya. Elemen synth dengan tone yang “gemerlap” seperti memberi sedikit hiburan dibalik kesedihan yang dibawakan oleh lagu ini. Tetapi itu tidak bertahan lama karena 1/3 akhir lagu elemen-elemen shouting vocal yang disturbing dan clipping sound dari drum seperti menggambarkan nuansa hari yang kacau dan terjadi pada saat itu juga. Beberapa detik menjelang berakhirnya lagu, diperdengarkan kembali nada alarm yang mengindikasikan akan terjadinya pengulangan nuansa yang serupa pada hari berikutnya.

“To See the Next Part of The Dream” dibuka dengan dentingan piano yang cukup membius dengan chord-chord repetitifnya. Lagu ini nampaknya hanya disiapkan sebagai interlude untuk memasuki lagu berikutnya. Karena komposisi di lagu ini cenderung terdengar lebih simplistic, dengan pola yang terus berulang. “Age of Fluctuation” menjadi track terpanjang kedua dengan menyentuh durasi 9 menit. Opening riff di lagu ini dikonsepsi dengan berbeda. Tremolo riff sedikit beraroma blackgaze dan tidak bermaksud untuk mengubah komposisi lagu menjadi terdengar grim. Track ini mampu menghasilkan atmosfir paling melowdramatic. Tetapi harus diakui kali ini clipping sound dari drum terdengar menganggu. Sehingga potensi backing melody yang dreamy tidak bisa dinikmati personal secara utuh. “Youth Rebellion” merupakan track yang paling aggresif pada lagu ini.

Baca Juga : Raven Sad : The Leaf & The Wing Review

Parannoul

Perpaduan elemen fuzz dan elemen punk dialbum ini setidaknya memberikan tenaga pada album ini. Namun lagu tersebut banyak mengandung part-part filler yang sebenarnya bisa dipotong lebih pendek lagi. Untuk menghasilkan sound yang lebih punchy dan mengeluarkan sisi aggresif di lagu ini. “Exit Story” sebuah interlude track yang mengumpulkan elemen-elemen noisy yang ada pada track sebelumnya. Hampir tidak ditemukan fungsi lagu ini apa. Namun yang jelas kehadirannya tidak sesuai dengan penempatan tracklist.

“Chicken” menyerap elemen noisy yang dikumpulkan oleh track “Exit Story” dan dibuka dengan synth yang lebih moody. Album ini seperti mengembalikan sisi melankolis awal dari Parannoul. Tidak ada sound punk, atau clipping drum yang berlebihan. Melody gitar yang bersatu padu dengan synth kembali mendominasi pada track ini. “I Can Feel My Heart Touching You” menetup perjalanan dari album ini. Mungkin para pendengar bisa sedikit tersenyum. Karena nuansa lagu ini setidaknya lebih cerah jika dibandingkan track lainnya. Sebuah track yang mengindikasikan meskipun pemuda tersebut tidak bisa mencapai tujuannya. Tetapi setidaknya dia masih ingin tetap berjuang meneruskan hidupnya.

Dibalik keputusasaan yang melatarbelakangi lahirnya album ini. Saya masih percaya bahwa “Parannoul” sudah mencurahkan effort dan visi sepenuhnya meskipun tidak luput dari celah. Setiap lagu memang menampilkan totalitas emosi yang membius. Tetapi dari segi songwriting sebenarnya ada beberapa part yang bisa di level up untuk memberikan pengaruh songwriting yang lebih variatif. Sementara produksi “low-budget” yang digunakan terkadang bisa menjadi pedang bermata dua. Selain tetap menjaga keutuhan dan esensi dari sound shoegaze, emo, indie pada era-era keemasanya. Produksi “lo-fi” seperti ini juga terkadang menganggu stabilitas layer per layer sound yang sejatinya sudah tertata cukup rapih.

“To See the Next Part of The Dream” berpotensi menjadi album primadona bagi penggemar musik indie, shoegaze dan sejenisnya. Karena sejatinya album ini menerapkan “golden rules” yang bisa membuat para peminat scene musik sejenis ini memasukan album ini ke dalam top list mereka tahun ini. Album yang diproduksi dengan sound yang lo-fi, dan “low-budget” seperti persepsi kebanyakan orang mengenai musik indie. Dia juga dapat mereflesikan nuansa kesedihan, dan kepahitanya dengan rangkaian melody yang melankolis dan kelabu. Apa yang dilakukan dari bilik kamarnya dalam menceritakan perasaanya seolah mewakili sebagian besar masalah remaja era sekarang yang harus bertarung melawan pandemic mental illnessnya masing-masing.

Rating : 8.5 / 10

Baca Juga : Yesnowave & 5 Netlabel Essential lainnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share via
Copy link