2022Brutal Death MetalDeath MetalMetalReviews

Analepsy – Quiescence – Review

Analepsy-Quescence-Album-Artwork

Analepsy, dalam album ‘Quiescence’ tidak hanya menciptakan monster ganas dan berbahaya. Tetapi mereka mampu meningkatkan level intelegensinya ke tingkatan berikutnya.

Nama dan artwork Analepsy muncul dalam layar komputer, ketika saya sedang asik headbang menikmati kompilasi lagu brutal death metal di Youtube. Saat itu tahun 2015, band slamming / brutal death metal asal Lisbon tersebut baru melancarkan serangan keji perdananya dalam bentuk EP berjudul ‘Dehumanization By Supermacy’. Nama band yang mudah diingat, materi solid, serta artwork eye-catching membuat saya tertarik untuk memantau perkembangan Analepsy lebih jauh lagi.

Layaknya symbiote yang bermutasi menjadi mutan ganas nan mematikan, semakin hari Analepsy kian bertambah kuat seiring dengan bertambahnya usia karir mereka. Dari album debut, hingga album split bersama Kraanium yang dilepas 2017 lalu, menjadi album slamming dengan daya penghancur ultra yang disalurkan melalui hantaman chugging riff, tembakan blast-beat, dan geraman vokal tidak manusiawi. Tanpa peduli bahwa manusia sedang menghadapi kecemasan pandemic, Analepsy menghajar gendang telinga ditahun ini dengan tindaklanjut album terbarunya, ‘Quiescence’.

Analepsy-brutal-death-metal-photoshoot

Lagu ‘Locus of Drawning’ yang dipilih sebagai pembuka, langsung menampilkan perubahan musik Analepsy secara kontras. Lagu tersebut menjadi peringatan awal, bahwa album ‘Quiescence’ menampilkan sisi berbeda dari musikalitas Analepsy. Transisi antara riff-riff melodius, solo gitar apik, hingga bertransformasi menjadi lebih cepat dan teknikal langsung memberikan elemen kejut. Elemen-elemen tersebut tidak banyak ditemukan pada album-album Analepsy terdahulu

Selain mengandalkan transisi tidak lazim, Analepsy menciptakan alur setiap lagu dengan penuh variasi, bahkan terasa lebih canggih untuk seukuran musik brutal death metal. Mereka semakin berani menempatkan elemen-elemen non-brutal death metal ke meja permainan. Duo gitaris Marco dan Calin tidak hanya mengemas departemen gitar dengan slam riff simpel, dan minim improvisasi. Mereka juga melebarkan permainan gitarnya ke ranah yang lebih teknikal, thrashy, dan tidak jarang juga mereka meminjam pendekatan elemen bersifat melodius.

Lagu seperti ‘Impending Subversion’ dan ‘Streched & Devoured’ secara bergantian membobardir dengan gempuran blast-beat bertegangan tinggi, betotan bass padat berisi, serta solo gitar memukau. Rangkaian serangan tersebut bersifat perantara, untuk menuju pada serangan vital sebenarnya, yakni sinergi dari departemen vocal dan part-part breakdown yang menjadi klimaks dari serangan sebenarnya.

Sebagai orang yang sangat antusias trehadap solo gitar, niat Analepsy untuk mengangkat permainan lead dan solo gitar ke tingkatan yang sama pentingnya dengan fondasi dasar musik slam / brutal lainnya patut diapresiasi. Fungsi solo gitar tidak hanya sekedar mempertontonkan kemahiran mereka meracik solo kompleks dan memukau. Lagu seperti ‘Edge of Chaos’ dan ‘Elapsing Permanence’ menonjolkan peran solo dan lead gitar untuk meningkatkan level memorabillity pada kedua lagu tersebut.

Sementara peran lead dan solo gitar pada lagu ‘Accreation Collison’ dan ‘Converse Condition’ lebih menonjolkan sisi atmosfir dan emosi yang gelap dan jahat. Kombinasi antara Efek-efek sampling, vokal mengerikan dari Marco, serta tata lanskap instrumen memberikan gambaran begitu jelas tentang kehidupan outer space yang menyeramkan dan penuh misteri.

Dengan banyaknya perombakan musik, tidak membuat Analepsy melupakan jati diri mereka, sebagai band brutal / slam yang berpengalaman meracik riff dan breakdown brutal. Lagu ‘Converse Condition’, ‘Fractured Continuum’, dan ‘Spasmodic Dissonance’ secara berurutan menampilkan komposisi musik brutal death metal & slam yang lebih straightforward. Tidak banyak mengandalkan perubahan transisi dan riff teknikal, lagu-lagu tersebut lebih menampilkan sisi kebrutalan Analepsy secara langsung.

Baca Juga : Metal Ndas Garis Keras (Part II)

Tidak bermaksud merendahkan Diogo selaku vokalis lama mereka, tetapi guttural dari Marco dirasa lebih bertenaga dan mengerikan. Meski minim improvisasi, gutturalnya sangat sesuai dalam melakukan impresonate membangun karakter monster ruang angkasa lengkap dengan image angker dan ganasnya.

Sementara peran dari Ricky Myers dan Angel Ochoa sebagai vokalis tamu, lebih menyumbangkan tenaga dan Intesitasnya, dibanding menjadi pembeda. Warna vokal yang diimplementasikan oleh keduanya tidak memiliki perbedaan signifikan dari warna vokal Marco.

Meski ini menjadi album terakhir bagi sang penabuh drum, Tiogo tetapi setidaknya dia meninggalkan kesan yang baik pada album ini. Permainannya lebih meningkat dari segi teknikalitas maupun efisiensi dibanding album terdahulunya. Tiogo seolah tidak mau kalah dengan eksplorasi permainan gitar dan bass dialbum ini. Dengan lugas dia mempragakan beragam fill drum berteknik tinggi, dan brutal disaat bersamaan.

Album ditutup dengan lagu instrumental berjudul ‘Quiescence’. Dikonsepsi dengan riff-riff berkarakter melodius, permainan akustik gitar, dan hembusan vokal wanita, lagu ini merupakan satu-satunya lagu yang sama sekali tidak menampilkan elemen musik brutal death. Seandainya lagu ini dimasukkan dalam jajaran playlist symphonic metal di spotify, mungkin orang akan terkecoh, bahwa sejatinya lagu ini ditulis oleh band pengusung brutal death metal.

Analepsy-quescence-line-up

‘Quiescence’ menampilkan evolusi musik Analepsy yang tidak hanya berani tetapi juga matang. Mereka tidak sekedar mencampur adukan berbagai elemen musik hanya untuk sekedar memenuhi hasrat ego belaka. Mereka berpikir lebih visioner diimbangi dengan eksekusi baik, sehingga semua elemen menyatu secara kolektif dan solid.

Album ini tidak hanya menyajikan tumpukkan musik brutal death metal dan slam mematikan, tetapi album ini memiliki 2 dampak after effect cukup besar. Pertama, album ini bisa menjadi gerbang pembuka untuk mendalami musik brutal death metal. Komposisi musiknya beragam, namun masih menampilkan elemen brutality begitu dominan.

Kedua, album ini membuka mata, bahwa atmosfir dan konsep musik dalam brutal death metal bisa menjadi begitu vital. Dengan tata lanskap instrumen, serta perbedaan setiap lagu yang mencolok akan mengundang orang untuk bertanya-tanya lebih jauh lagi, mengenai konsep serta tema lirik apa yang mereka bawakan dalam album ini.

Analepsy, dalam album ‘Quiescence’ tidak hanya menciptakan monster ganas dan berbahaya. Tetapi mereka mampu meningkatkan level intelegensinya ke tingkatan berikutnya.

Rating : 9 / 10

Baca Juga : Gerogot : Heading to Eternal Review

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share via
Copy link