Features

Mengapa False Nostalgia Muncul Saat Mendengarkan Musik?

False-Nostalgia-Cover
Image by upklyak on Freepik

Kali ini kami mencari tahu penyebab terjadinya fenomena false nostalgia yang muncul ketika seseorang mendengarkan lagu. Kami memanfaatkan salah satu cabang teorema Sigmund Freud mengenai “tafsir mimpi” dan kerangka kerja algoritma machine learning untuk menjabarkan proses terbentuknya false nostalgia pada seseorang.”

Setiap kali mendengarkan musik, seringkali otak tidak berhenti membentuk dan memproduksi gambaran berupa imajinasi yang memproyeksikan visual panorama tertentu. Imajinasi yang muncul bisa merupakan sebuah momen berkesan, peristiwa di masa lampau, kejadian dalam waktu dekat, dan lain sebagainya. Tetapi di lain sisi terjadi sebuah fenomena, dimana otak mampu memproyeksikan sebuah ingatan maupun kejadian yang seolah-olah berasal dari masa lampau, namun anda tidak pernah merasa terlibat secara langsung dalam kejadian itu, seumur hidup anda. Hal itu biasa disebut dengan false nostalgia.

Ini memunculkan sebuah pertanyaan, darimana asal terbentuknya fenomena false nostalgia? Bagaimana bisa otak mampu memproduksi kejadian-kejadian yang bahkan tidak pernah anda lihat dan alami sebelumnya? Lantas mengapa musik menjadi salah satu media paling ampuh untuk memicu terjadinya fenomena ini? 

Awalnya kami berfikir bahwasanya proses ini terjadi secara lumrah, dalam artian ini hanya sebatas fenomena rahasia alam yang tidak mampu dijelaskan. Tetapi belakangan kami merasa bahwa proses ini mampu dijabarkan secara logis. Kami memiliki hipotesis menarik terkait hal ini yang mungkin bisa dijadikan pertimbangan akurat dalam proses terbentuknya fenomena tersebut. Sebelumnya kita sepakat bahwa otak terbagi ke dalam 3 bagian besar, yakni bagian sadar (conscious mind), pra-sadar (preconscious mind), dan bawah sadar (unconscious mind).

Bagian sadar otak bertujuan mengumpulkan informasi-informasi dari luar, pengambilan keputusan final, dan menjadi perantara agar informasi yang diterima mulai masuk ke ranah pikiran yang lebih jauh. Misalnya ketika sedang membaca sebuah buku, mendengar lagu, atau menonton sebuah tayangan pertama-tama seluruhnya masuk pada bagian otak sadar. 

Informasi-informasi tersebut kemudian diolah lebih lanjut dalam bagian bawah sadar. Sementara bagian prasadar adalah tempat bermuara dari pengambilan keputusan serta pengaksesan memori dari bawah sadar. Bagian prasadar mengambil memori yang tersimpan di dalam bagian bawah sadar, kemudian digunakan sebagai acuan pengambilan keputusan yang nantinya putusan tersebut dikirimkan pada bagian sadar otak, untuk dieksekusi menjadi sebuah keputusan final berupa tindakan.

False-Nostalgic-subconscious-conscious-uncoscious

Kami berasumsi bahwa pengolahan lebih lanjut informasi dalam ruang bawah sadar sejatinya terbagi pada beberapa tahap. Jika anda familiar dengan kajian Sigmund Freud mengenai mimpi yang terbentuk dari kesan terbaru, pengalaman masa kecil, hingga rangsangan somatik seseorang. Kami merasa pendekatan serupa dapat diterapkan pada proses ruang bawah sadar menciptakan fenomena false nostalgia, meski penyusunan bahan baku keduanya berbeda . Menurut hipotesa kami pribadi, bagian bawah sadar menjalankan serangkaian proses pengolahan informasi yang diterima dari bagian sadar.

Decompostiton

Anda mungkin pernah mendengar prinsip hukum distribusi probabilitas Pareto, dimana adanya pembagian 80%-20% dalam segala unsur di dunia. Cara kerja prinsip tersebut kurang lebih mengeluarkan statement berupa: 20% orang terkaya di Italia, memegang 80% kekayaan dari populasi keseluruhan Italia, 80% penghasilan perusahaan anda didapat dari 20% pelanggan anda paling loyal, dan masih banyak lagi.

Meskipun Vilfredo Pareto selaku pencetus telah mengemukakan prinsip ini ratusan tahun lalu, nampaknya hingga sekarang orang-orang masih menjadikan ini sebagai pedoman sakti dalam menjalankan roda bisnis, menggerakan perekonomian, hingga implementasi pada tingkat perbaikan yang bersifat lebih personal semacam menciptakan rancangan kerja harian efisien. 

Memang pendekatan yang dilakukan oleh sang ekonom asal Italia tersebut nampak logis, karena hasil dan prinsip yang diterapkan dapat terlihat nyata, dan berkaca pada sektoral yang bergerak dalam bidang perekonomian dan bisnis riil — hasil akhir penerapan model hukum Pareto semuanya mampu dilacak dan dibuktikan menggunakan berbagai pendekatan model statistika dan studi quantitative.

Tetapi seorang ahli ilmu saraf terkemuka asal Illinois, Emanuel Donchin mengungkapkan bahwa prinsip hukum tersebut mengalami kecacatan apabila diterapkan dalam ranah psikologis. Sebagai wujud counter reaction dari prinsip Pareto, dia melontarkan argumen pembanding bahwa sejatinya sebagian besar aktivitas kognitif terjadi dalam bawah sadar.

Ia menambahkan bahwa porsi otak bawah sadar dalam menjalankan seluruh proses bahkan mencapai 95% dan 5% sisanya dikerjakan oleh bagian otak sadar. Sehingga secara tidak langsung Donchin memperbaiki pembagian probabilitas Pareto dari 80%/20%, menjadi 95%/5% mengenai urusan saraf, neurologi, dan psikologi. 

Meskipun otak dikendalikan sebagian besar oleh bagian bawah sadar, namun selayaknya program komputer, otak bawah sadar hanya mampu menerima informasi dan perintah-perintah sederhana yang bekerja secara tunggal. Dengan kata lain ketika otak tidak sadar menerima informasi atau perintah terlampau rumit, secara otomatis otak memecah informasi-informasi tersebut pada bagian lebih kecil dan sederhana. Kami menyebut proses ini dengan decomposition.

memory-concept-with-puzzle-pieces-head(1)
Image by Freepik

Sekarang mari ambil contoh ketika seseorang baru mendengar sebuah lagu. Tentunya suatu lagu tidak hanya terbentuk atas 1-2 unsur nada, tetapi ada begitu banyak unsur yang dipertimbangkan seperti interval nada, ritem, progresi akor, tempo, beat, melodi, harmoni, lirik, nuansa, timbre, dan masih banyak lagi.

Otak senantiasa terus melakukan pemecahan informasi, hingga informasi tersebut benar-benar berbentuk seperti sebuah atom terisolasi yang tak dapat dipecah lagi. Misalnya ketika otak mulai mengidentifikasi akor-akor gitar dari suatu lagu, otak melakukan decomposition mengenai akor apa saja yang terdapat dalam lagu tersebut hingga pada bentuk-bentuk not tunggal. 

Ini juga berlaku bagi unsur pembangun musik lainnya, bahkan kami merasa otak mampu memecah lagu keseluruhan benar-benar menjadi kumpulan serpihan atom. Misalnya kembali berkaca pada sektor gitar, otak tidak hanya mengidentifikasi apa saja melodi, harmoni, dan akor yang tersedia, tetapi juga dapat melakukan decomposition lebih lanjut pada tingkatan tekstur bunyi gitar, karakteristik tone, frekuensi pitch, panjang nada, dan lainnya. 

Anda juga tahu bahwa otak kanan (bawah sadar) begitu sensitif terhadap informasi-informasi bersifat non eksak semacam estetika, warna, emosi, nuansa, dan seni, sehingga proses pengolahan informasi dari eksternal menjadi memori tidak terpaku hanya pada konteks teknis musikal, dimana otak juga turut merekam nuansa, mood, dan emosi yang terkandung di dalam lagu tersebut. Dengan kata lain secara paradoks otak mampu mengolah dan memahami informasi bersifat eksak maupun non-eksak. 

Kita mungkin seringkali mendengar lagu-lagu yang dijadikan sebagai backsound iklan dan tentunya itu berkaitan dengan tampilan gambar dan visual dari iklan tersebut. Kami berasumsi bahwa otak sadar juga merekam apa yang menjadi gambar dan visual dari iklan tersebut dan semuanya masuk ke dalam pengolahan bawah sadar. Namun sekali lagi ditekankan karena pengolahan terjadi bagian bawah sadar anda tidak pernah menyadari bahwa sejatinya informasi itu masih terus menempel dan diolah dalam otak secara intensif.

False-Nostalgia-Decomposition-Analysing-Chord-Plastic-Love
Image by rawpixel.com on Freepik

Storing

Seperti kita ketahui salah satu fungsi terbesar dari otak adalah sebagai media penyimpanan. Mungkin secara tepat fungsi otak yang satu ini dapat dianalogikan secara sederhana terhadap cara kerja dari hard disk atau memori penyimpanan pada sebuah perangkat keras. Apa yang disimpan dalam otak berupa informasi yang ditangkap oleh panca indera atau orang biasa menyebutnya dengan memori.

Terdapat beberapa bagian otak yang terlibat sebagai media penyimpanan memori. Bagian lobus frontal dari korteks serebral, berfungsi untuk menyimpan memori jangka pendek. Sementara Hipokampus merupakan tempat bermuara seluruh memori yang masuk entah itu bersifat memori jangka pendek maupun memori jangka panjang. Menggunakan contoh kasus sebelumnya, informasi yang telah diolah dalam tahap decomposition disimpan dalam bentuk memori di otak. 

vecteezy-artificial-intelligence-digitl-brain-future-technology-on_6906943_35(1)
Free Stock photos by Vecteezy

Splitting

Dalam proses pemodelan beberapa algoritma machine learning, kita membutuhkan 2 jenis sampel data terpisah, yakni data latih dan data tes. Sesuai dengan namanya, data latih merupakan sekumpulan sampel data yang digunakan untuk “melatih” algoritma dalam mengidentifikasi dan melacak pola-pola tertentu, sehingga algoritma mampu menciptakan prediksi akurat di masa mendatang berdasarkan jejak rekam historis pola-pola tersebut. Sementara data tes merupakan sekumpulan sampel data yang digunakan untuk menguji tingkat akurasi algoritma dalam memprediksi sesuatu. 

Dapat dikatakan semakin banyak data latih yang digunakan berpotensi meningkatkan akurasi hasil prediksi, sehingga ini berkorelasi terhadap kinerja algoritma yang dianggap baik. Kami sedikit membahas mengenai kerangka kerja algoritma machine learning, karena ini ada kaitannya dengan bagaimana otak menggunakan memori-memori yang tersimpan tadi sebagai data latih dan data tes yang diperlukan sebagai bahan baku membangun model imajinasi false nostalgia dalam benak. 

Tetapi satu hal yang tricky di sini adalah otak tidak memiliki mekanisme serta fungsi secara sadar dalam membagi memori pada 2 jenis kategori berbeda. Sehingga kami mengasumsikan bahwa memori disaat bersamaan mampu digunakan sebagai data latih maupun data tes.  

Agar lebih mudah memahami bagian ini, mari kami jelaskan dengan menggunakan ilustrasi dan keadaan ketika orang mendengar musik, dimana benaknya secara otomatis mulai membentuk imaji-imaji false nostalgia. Secara garis besar terdapat 2 kemungkinan keadaan awal yang dialami setiap orang ketika mendengar musik. Pertama keadaan, dimana seseorang tidak memiliki begitu banyak / sama sekali memori dalam mengenali, mendengar, serta mengidentifikasi jenis-jenis musik tertentu.

Dalam dunia pembelajaran mesin ini disebut sebagai permasalahan cold-start. Dengan kondisi seperti ini, ketika orang baru saja mendengar sebuah lagu, otak tidak mampu melakukan recall dengan tingkat yang baik terhadap memori, dikarenakan minimnya informasi serta pengalaman otak dalam mengenali dan mengidentifikasi ciri-ciri musik tertentu. Akibatnya imaji-imaji false nostalgia tipis kemungkinan terbentuk, atau bahkan menunjukkan kegagalan membentuk false nostalgia dalam pikiran. 

Cold-start
Image by Freepik

Permasalahan cold-start seperti ini menurut kami, sudah jarang ditemukan pada demografi pendengar musik di era modern saat ini. Disokong oleh kemudahan akses dalam mendengarkan musik serta begitu banyaknya musik digunakan sebagai alat promosi, kebutuhan film, dan segala lini bisnis lainnya, kami rasa otak dapat diisi oleh begitu banyak informasi-informasi musik baik secara sadar maupun tidak. 

Perhatikan juga bahwa bagian otak sadar begitu reaktif dalam mengumpulkan informasi dan merekamnya menjadi memori. Ini memungkinkan terjadi bahkan ketika kita tidak memiliki itikad secara langsung untuk mengumpulkan informasi. Faktanya, informasi tetap masuk ke dalam bagian otak dengan keadaan kesadaran seseorang yang tipis dalam menerimanya. Jika anda belum mengerti dan memahami betul penjabaran ini, mari kami sedikit tunjukkan dengan contoh sederhana yang lebih applicable dalam kehidupan sehari-hari. 

Anda mungkin pernah berkendara jauh menggunakan mobil, entah sendiri atau bersama keluarga. Sembari menghilangkan kejenuhan selama perjalanan anda secara iseng memutar radio dari stereo dan stasiun radio tersebut sedang memutar lagu yang tidak familiar bagi anda. Kami menangkap bahwa pada dasarnya intensitas orang ketika memutar radio dalam kondisi seperti itu, sejatinya tidak ada niatan secara sengaja untuk memusatkan perhatiannya mendengarkan setiap informasi yang keluar dari radio.

Belum lagi perhatian harus terbagi dan terdistraksi oleh hal-hal lainnya seperti keadaan lalu lintas, percakapan orang disekitar baik kontaknya bersifat langsung maupun tidak langsung dengan anda, serta gangguan-gangguan remeh semacam bunyi dering ponsel, memperbaiki posisi AC, mengecek peta perjalanan, dan lainnya. 

Beberapa hari berselang selepas berkendara, secara tidak sengaja anda mendengarkan lagu serupa di tempat berbeda. Dengan spontan anda seperti berusaha mengenali lagu tersebut, karena otak sedang melakukan proses recall terhadap memori yang tersimpan di benak dan berusaha mencocokannya.

Terlepas dari konklusi anda dalam berhasil mengingat lagu tersebut atau tidak itu tergantung pada mekanisme daya tangkap masing-masing, periode, dan tingkat repetisi. Tetapi yang kami ingin tunjukkan di sini adalah, bagaimana otak sadar mampu merekam informasi menjadi memori di bawah tekanan distraksi yang begitu banyak dan dalam keadaan seseorang tidak memiliki itikad secara langsung untuk fokus memahami informasi tersebut.     

Sekarang mari pusatkan perhatian kembali pada orang yang mengalami problem cold-start tadi. Apa yang terjadi setelah orang tersebut gagal menciptakan visual false nostalgia dari lagu yang baru saja ia dengar? Tentunya lagu yang sudah melalui tahap proses decomposition tersebut disimpan sebagai memori dan fungsinya dapat dialihkan menjadi sampel data latih, untuk melatih sekaligus mempersiapkan otak dalam menyikapi kemungkinan yang akan datang. Untuk menguji secara sederhana bahwa otak anda benar-benar berlatih menggunakan data latih, coba saja dengarkan lagu lain yang memiliki kemiripan karakteristik pada beberapa segmen dengan lagu sebelumnya. 

Anda mulai mendapati bahwa sekarang anda mampu memberikan komentar, respon, serta perasaan bahwa lagu yang didengar saat ini memiliki suatu kemiripan tertentu dengan lagu sebelumnya. Mengindikasikan bahwa otak bekerja dan belajar dalam mengidentifikasi serta mengasosiasikan informasi eksternal dengan memori.

Eksperimen sederhana ini memang masih memerlukan kesadaran untuk melakukannya, karena anda harus secara sengaja mencari-mencari lagu terlebih dahulu untuk ditafsirkan kemiripannya, tetapi semakin banyaknya data latih memori, percayalah proses ini sangat bisa dilakukan secara tidak sadar. 

Sekarang coba pikir dan renungkan, bagaimana bisa seorang kritikus musik yang mengulas album keluaran terbaru mampu mencocokan suatu kemiripan unsur tertentu dengan beragam jenis band hanya dalam waktu tenggang beberapa hari?. Misalnya kritikus tersebut menulis bahwa “album terbaru ini memiliki pola dinamika crescendo ala MONO, petikan gitar akustik sesuram Cocteau Twins, dan memiliki efek drony mencekam yang menyamai intensitas kenestapaan dari SUNN O))). Apakah anda berpikir bahwa kritikus tersebut mendengarkan sederet diskografi dari ketiga band tersebut, sebelum menulis ulasan?

Beberapa kritikus mungkin iya, tetapi sayangnya mereka diantaranya masih memiliki keluarga haus perhatian, masih harus menganalisa laporan keuangan bulanan perusahaan dari hasil investasi NASDAQ yang volatile, dan memiliki serangkaian agenda menonton series di NETFLIX secara marathon pada malam hari. Tetapi seorang kritikus mampu melakukannya, dIkarenakan mereka menggunakan memori masa lalunya ketika mereka pernah atau masih mendengarkan karya-karya dari ketiga band tersebut. Proses recall memori-memori tersebut sontak begitu cepat dan dilakukan dalam bagian otak tidak sadar.

non-cold-start-problem
Image by rawpixel.com on Freepik

Mari beranjak pada kemungkinan kedua, ketika seseorang memiliki begitu banyak informasi dan memori mengenai musik dari berbagai jenis, karakteristik, dan periode. Kami tetap mengambil skenario, dimana orang tersebut dihadapkan pada sebuah lagu yang belum pernah mereka dengar dan kenali sebelumnya.

Berbeda dari orang-orang yang mengalami masalah cold-start, dengan kondisi seperti ini tentunya otak lebih sigap dalam mengasosiasikan lagu yang baru didengar dengan memori yang sudah tersedia di benaknya. Dengan kata lain otak memiliki bahan lebih dari cukup untuk mulai memproyeksikan visual false nostalgia. 

Pada kasus ini, lagu yang baru saja diputar dan dikenali dikategorikan sebagai sampel tes data. Lagu tersebut seolah digunakan oleh otak sebagai acuan dalam memvalidasi pembentukan fantasi dan imajinasi false nostalgia dalam benak. Tetapi dalam mengasosiasikan lagu-lagu ke dalam proyeksi false nostalgia tidak ada perhitungan kesalahan dan tingkat akurasi, sehingga interpretasi serta reaksi pembentukan false nostalgia menciptakan manifestasi dengan hasil interpretasi luas dan bebas, dimana setiap orang bisa memiliki gambaran berbeda.

Terdapat sebuah perbedaan begitu signifikan dan mencolok dari cara kerja otak dengan algoritma pembelajaran mesin berbasis sistem rekomendasi dalam memperlakukan sampel-sampel data. Pada mekanisme cara kerja otak, sample data tes secara simultan dapat dijadikan sebagai sampel data latih, mengapa demikian? Mari ilustrasikan peristiwa ini. 

Pastinya anda sadar betul bahwa begitu lagu selesai diputar, itu tidak serta merta menghilangkannya dari dalam pikiran seketika itu juga, bukan? Kami dan anda mampu merasakan, ketika lagu berhenti berputar, lagu tersebut masih terngiang-ngiang dalam benak dengan rentang jangka waktu tertentu, sebelum secara berangsur menghilang dari otak bagian sadar. Proses hilangnya lagu dari bagian sadar tidak serta menghilangkan eksistensi sepenuhnya lagu tersebut dari dalam otak.

Ini kembali pada proses awal ketika memori yang ada dalam otak sadar kembali disimpan pada bagian otak bawah sadar dengan melalui tahap proses decomposition dan memori yang tersimpan itu kemudian mampu digunakan sebagai data latih di kemudian hari. Sekarang untuk menjawab faktor apa yang menyebabkan lama-singkatnya jangka waktu sebuah lagu dapat melekat di bagian otak bawah sadar, ini semua ada kaitannya dengan fungsionalitas otak dalam memilah-milah memori mana yang bersifat kuat dan lemah. 

open-mind-illustration-vector
Free Stock photos by Vecteezy

Sejatinya otak sangat pintar dan superior dalam memilah mana memori yang benar-benar kuat dan mana yang lemah. Jika anda merasa bahwa beberapa memori mampu kembali diingat dengan sangat baik meskipun kejadiannya sudah terlampau begitu lama, sementara bagian lainnya tidak, ini mengindikasikan bahwa memori yang mampu diingat melambangkan memori kuat, dan terjadi pada hal sebaliknya.

Tidak jelas apa yang menjadi sebuah indikator dan pemicu utama agar otak bawah sadar mampu mengklasifikasikan memori tertentu ke dalam kategori kuat dan lemah. Tetapi kami berasumsi bahwa adanya peran besar dari cara seseorang memusatkan perhatian menggunakan otak sadar terhadap menggali informasi. Faktor lainnya seperti kesan yang kuat, pengalaman masa lalu, kemampuan daya ingat, hingga tingkat kesulitan informasi tersebut diolah. 

Namun yang menjadi titik kritis pertanyaan di sini adalah, apakah memori lemah itu hilang sepenuhnya dari dalam otak? Mungkin ini luput dari pengamatan dan pembelajaran mengenai anatomi otak dalam kurikulum, tetapi pernahkah anda mendengar dan berpikir bahwa otak memiliki sistem pembuangan memori? Komputer mungkin memiliki sistem “delete permanently” pada recycle bin, tetapi bagaimana dengan otak?

Para praktisi NLP dan ilmuwan peneliti bidang human behavioral bersikeras bahwa pada dasarnya kita tidak mampu menghilangkan kebiasaan buruk, kita hanya mampu mengecilkan intensitasnya dengan cara menciptakan sebuah kebiasaan baru, sehingga dengan sendirinya kebiasaan buruk tersebut menyusut dan tidak lagi menjadi pemicu hebat yang mendorong orang kembali berbuat aktivitas buruk tersebut.  

Logika serupa dapat dijadikan premis untuk membuktikan bahwasanya memori lemah sejatinya tidak hilang dan otak hanya berusaha membatasi aksesnya. Tetapi untuk memperjelas bagian ini, kami kembali menggunakan model algoritma pembelajaran mesin lainnya, dimana kali ini kami menjelaskannya menggunakan model algoritma neural network.

Mungkin ini sedikit ironis, ketika kami berusaha menjelaskan cara kerja otak dengan model algoritma pembelajaran mesin, sementara komputasi cara kerja algoritma itu sendiri merupakan hasil adaptasi dari kinerja otak dan saraf (suatu pukulan telak, bagi penganut luddisme?) 

neural network
Image by Freepik

Ilustrasi di atas merupakan gambaran model sederhana dari algoritma neural network, mari kami jelaskan setiap komponen pembangunnya secara sederhana. Seluruh lingkaran di sana, melambangkan bagian neuron otak. Dalam terminologi dunia jaringan saraf dan otak, Neuron sendiri adalah unit kerja sistem saraf pusat yang bertugas untuk menerima, mengolah, dan kemudian mengirimkan memori pada neuron lainnya. 

Jika kalian perhatikan, setiap neuron di atas terhubung dengan neuron lainnya melalui sistem saraf berupa garis-garis.Jika dianalogikan dalam teori neurosains, arsitektur neuron yang saling terhubung melalui saraf merupakan hasil adopsi dari teori “Plastisitas Otak”. Teori tersebut menunjukkan bahwa otak manusia bukanlah terdiri atas bagian-bagian neuron bersifat statis, tetapi neuron mampu terus tumbuh dan berubah selama terus merespons berbagai informasi dan pengalaman.

Plastisitas memiliki fungsi secara fisiologi yakni mampu membuat otak membentuk ulang kembali dirinya, karena adanya proses stimulasi. Saat otak distimulasi, neuron-neuron atau sel saraf yang ada di dalamnya mampu membuat sambungan baru satu sama lain.

Ingat bahwa fungsi neuron adalah menerima, mengolah, dan mengirim memori, sehingga semakin banyak neuron yang tersambung, semakin cepat sebuah memori dikirimkan antar neuron. Akibatnya suatu memori dapat lebih cepat tersebar ke seluruh bagian otak, dan menjadi bagian memori yang kuat. 

Ini juga berlaku pada hal sebaliknya. Ketika semakin sedikit neuron yang saling terhubung. Akibatnya memori lambat tersebar pada seluruh bagian otak, bahkan memunculkan probabilitas bahwa suatu memori tertimbun pada suatu neuron yang sulit diakses, karena jaringan saraf yang terhubung dengan neuron tersebut sangat sedikit. Fenomena inilah yang memicu adanya memori lemah yang tertimbun di dalam otak.

False-Nostalgic-Neural

Mungkin anda bertanya, apa hubunganya mengidentifikasi jenis memori kuat dan lemah, dengan pembentukan imajinasi false nostalgia? Kami memiliki hipotesis selanjutnya, bahwa memori lemah juga sangat berpengaruh sebagai bahan baku utama dalam proses pembuatan visual false nostalgia dalam benak. Anda mungkin sepakat bahwa kita tidak memiliki banyak waktu berhari-hari hanya untuk memperhatikan dan mempelajari arsitektur bangunan, jenis mobil, papan iklan,fashion, dan kehidupan perkotaan sekitar era 80’an. 

Walaupun diharuskan, mungkin kita hanya memperhatikannya secara sekelebat dan nampaknya kita tidak begitu peduli. Tetapi mengapa setiap kali mendengarkan musik-musik retro 80’an, taruhlah musik sejenis city pop, AOR, new wave bayangan false nostalgia yang diciptakan mampu menggambarkan ekosistem kehidupan perkotaan dekade 80’an secara detail dan gamblang? Hal ini yang meyakinkan kami bahwasanya bagian memori tidak penting turut diproses oleh otak bawah sadar sebagai bahan untuk menciptakan daya bayang false nostalgia tanpa perlu melibatkan kesadaran di dalamnya.

Asosiasi Bebas

Jika dikembalikan lagi pada analogi cara kerja algoritma neural network terhadap otak sesungguhnya dalam mencerna memori, Input Layer berfungsi sebagai neuron paling awal yang menerima informasi-informasi yang telah melalui proses decomposition. Setiap neuron pada input layer menerima salah satu sub-bagian dari informasi yang sudah terpecah. 

Contoh sederhananya jika misal otak menerima informasi dari luar berupa bunyi chord C major seventh yang terdiri atas 4 nada tunggal, yakni C-E-G-B. Maka secara kasar, setiap input layer tersebut menyimpan masing-masing nada tunggal di dalamnya. Perlu diketahui Ini hanyalah gambaran sederhana, jangan dijadikan acuan harfiah bahwa otak benar-benar bekerja seperti itu dalam melakukan upaya decomposition terhadap chord.

Faktanya, ini kelihatan lebih rumit dari yang dibayangkan, dimana otak juga secara simultan dapat melakukan decomposition terhadap karakteristik timbre masing-masing medium, gelombang suara, tinggi-rendah nada, panjang-pendek nada, dan mulai melakukan asosiasi-asosiasi nada terhadap suatu tata ruang, emosi, pencocokan keadaan mental seseorang, dan lainnya.

Sehingga atribut data yang diolah tidak hanya berdasarkan numerik dan eksak, dimana sepertinya 1 sub unit atom yang ditampung oleh setiap neuron yang berada di input layer terdiri dari data-data atom yang terikat dalam sebuah array.    

Tentunya bagian paling mudah dipahami adalah neuron pada Output layer. Layer tersebutlah kira-kira sebagai tempat perhentian terakhir false nostalgia yang selesai terbentuk dan mulai tervisualkan lebih jelas. Namun yang menjadi rahasia paling besar terletak dalam bagian-bagian neuron hidden layer.

Sejatinya tahap inilah yang menjadi pertanyaan besar selama ini, mengenai bagaimana mekanisme otak mampu merubah serangkaian bunyi dan nada menjadi sebuah bentuk imajinasi visual yang berupa gambaran dinamis, pengunggah emosional, pembangkit nuansa tertentu dan berubah-ubah setiap waktu. Jika kalian simak sebelumnya, bahwa kami berpendapat salah satu cabang teori Psikoanalisis Sigmund Freud mengenai pembentukkan mimpi ada korelasinya terhadap pembentukan false nostalgia, disinilah bagian teori tersebut bekerja.

C-maj-7-neural-network
Image by Freepik

Pada saat Sigmund Freud menjadi seorang konselor, ia meminta pasien menjernihkan pikiran dan memintanya menyebutkan kejadian, memori masa lampau, hasrat, dan hal-hal apa yang tersangkut dalam pikiran secara spontan tanpa mempertimbangkan alur secara logis. Sementara tugas konselor mencoba mencari makna tersirat dibalik setiap tuturan pasien. Teknik ini dikenal dengan sebutan asosiasi bebas.

Tadinya Freud menggunakan metode ini sebagai pembuka pengalaman-pengalaman masa lalu pasien yang dilatarbelakangi oleh keadaan traumatis dan berusaha mengurangi intensitasnya, atau hal ini biasa disebut sebagai katarsis. Katarsis setidaknya digunakan untuk meringankan dan menghilangkan sementara proses traumatis, sembari memberikan pengetahuan pada pasien mengenai evaluasi diri. 

Namun menurut beberapa literasi mengenai Psikoanalisis, Freud menerapkan praktik asosiasi bebas, ketika ia berusaha mencari makna mimpi seseorang yang tidak termanifestasi dengan baik. Menurut Freud, mimpi terbagi menjadi 2 yaitu, mimpi termanifestasi dan mimpi laten. Mimpi termanifestasi merupakan sebuah mimpi yang disadari dan diingat keberadaanya ketika seseorang terbangun dari tidurnya. Sementara mimpi laten merupakan kumpulan mimpi yang tak mampu diingat dan disadari keberadaanya, meskipun seseorang berusaha mencoba untuk mengingatnya.

Freud menegaskan bahwa makna-makna tersembunyi dari isi mimpi laten disimbolkan oleh bagian mimpi yang termanifestasi, meski tidak terejawantahkan seutuhnya. Atas dasar itu, Freud menerapkan praktik asosiasi bebas terhadap pasien untuk menceritakan kronologis dari mimpi mereka yang termanifestasi, sehingga Freud dapat mengetahui makna mimpi laten dan menyimpulkan makna keseluruhan mimpi dari sang pasien.

Ada logika mendasar terkait Freud mempraktikan cara asosiasi bebas untuk menafsirkan mimpi yang tampak bagi sebagian orang terkesan sebagai pendekatan abstrak dan absurd. Ia berusaha memposisikan dirinya dalam menginterpretasi teori cara pembentukan mimpi, yang disaat bersamaan ia juga memaparkan analisis terkait pembentukan mimpi dalam bukunya berjudul “Tafsir Mimpi”. 

Pada dasarnya baik mimpi maupun fenomena false nostalgia sejatinya diproses dalam bawah sadar dan memiliki kesamaan bentuk, yakni sebagai sebuah gambaran, pikiran, dan imajinasi yang di dalamnya tertanam objek, emosi, makna, dan hasrat. Hal yang membedakannya terletak pada kesadaran, unsur pembangun, serta pemicu.

Mimpi terbentuk ketika seseorang mulai tertidur, sementara gambaran false nostalgia harus dipicu dengan pemutusan sesaat kondisi pikiran manusia terhadap lingkungan sekitar (melamun) atau dapat dipicu oleh rangsangan media eksternal yang jika dikaitkan dalam pembahasan kali ini, musik sebagai media eksternal pemicu munculnya false nostalgia.     

Dengan menggunakan sudut pandang di atas, kami berani berargumen bahwa pada dasarnya, proses pembentukan mimpi yang terdiri atas fase Kondensasi, Figuisasi, Pemindahan (placement), Simbolisasi, dan Elaborasi Sekunder dapat diterapkan juga pada mekanisme pembentukan false nostalgia.

Baca Juga : Kanako Wada – Kana, Keterlambatan Tidaklah Selalu Buruk

Kondensasi & Figurasi

Sigmund Freud berkata: “Melalui kondensasi, kami bermaksud menyampaikan fakta bahwa isi mimpi yang terejawantahkan kurang kaya dibandingkan pemikiran-pemikiran yang terpendam–ini semacam terjemahan ringkas dari pemikiran-pemikiran terpendam itu”. 

Jika diperkenankan kami merubah sedikit ucapan Freud untuk menautkan terhadap proses Kondensasi dalam mempengaruhi false nostalgia kurang lebih seperti ini bunyinya: “Melalui kondensasi, kami bermaksud menyampaikan fakta bahwa isi bayangan false nostalgia yang terejawantahkan kurang kaya dibandingkan pemikiran-pemikiran yang terpendam–ini semacam terjemahan ringkas dari pemikiran-pemikiran terpendam itu.” 

Ini tidak mengherankan karena selayaknya mimpi yang begitu banyak mengandung makna simbolis tersirat yang tidak dapat diinterpretasikan dengan sudut pandang dan pemikiran linier, false nostalgia memiliki latar belakang serupa. Semua yang tampak dalam visual false nostalgia boleh jadi memanifestasikan maksud-maksud tertentu yang tidak dijangkau secara sadar.

Freud mengatakan hal tersebut terjadi dikarenakan kondensasi merupakan sebuah proses pengumpulan sejumlah ide, bahan, memori, dan unsur yang datang dari berbagai kejadian, pengalaman, hasrat, dan situasi yang kemudian diringkas menjadi sebuah citra atau gambar. Besar kemungkinan memori dan unsur yang sudah lama terpendam di area bawah sadar yang sama sekali kita tidak kenali (ingat teori memori lemah) ikut terkena magnet tarik dalam proses kondensasi, sehingga membuat makna keseluruhan false nostalgia menjadi bias dan kabur dalam interpretasi sadar. 

Untuk lebih memahami proses Kondensasi, yang terlibat dalam pembentukan false nostalgia, ijinkan kami jabarkan dengan contoh konkrit. Kami di sini menggunakan lagu “黄昏BAY CITY” dari Junko Yagami sebagai contoh kasus. Mengingat lagu tersebut cukup familiar dan nampaknya genre musik yang diusungnya, city pop  memberikan andil dan tanggung jawab besar dalam mendorong orang untuk menciptakan fenomena visual nostalgic di kepalanya sembari memunculkan keingintahuan orang terhadap fenomena ini bisa terjadi. Taruhlah anda baru saja pertama kali mendengarkan lagu tersebut. 

Mari kesampingkan dulu teori bahwa musik yang baru saja dikonsumsi dapat digunakan secara simultan sebagai data latih dan data tes, agar penjelasan proses Kondensasi dapat lebih dimengerti. Anggaplah ini sebagai data latih pemicu eksternal yang merangsang otak agar segera memulai pembentukan false nostalgia. Seperti teori awal, ketika lagu “黄昏BAY CITY” didengar, otak bawah sadar memulai proses decomposition terhadap lagu tersebut.

Sementara proses decomposition berjalan, otak berusaha untuk mencocokannya dengan memori-memori yang sudah tersimpan dan mencoba mencari kecocokan. Namun dikarenakan begitu banyaknya data berbentuk atom yang harus dicocokan oleh otak (nada, gelombang suara, timbre, melodi, harmoni, vokal, nuansa, tempo, beat, mental, karakter, dll) ini menimbulkan begitu banyak unsur yang membaur menjadi satu dalam gambaran besar yang terlibat dalam pembentukkan false nostalgia

Berbagai memori dan elemen hasil bauran ini kemudian mulai ditransformasikan menjadi sebuah citra dan gambaran besar, dan proses ini biasa akrab dengan sebutan Figurasi. Sekarang yang menjadi pertanyaan besar dan kritis di sini adalah bagaimana terjadinya proses pemindaian otak agar mampu merubah getaran dan sinyal suara menjadi sebuah gambaran dan citra dalam benak? 

Atau jika dianalogikan dalam bahasa jenis ekstensi file dalam komputer bagaimana otak mampu mengubah file berformat .mp3 menjadi JPEG, PNG, atau semacamnya? Sekarang coba anda perhatikan ilustrasi berupa gambar berikut ini.

City-Pop

Apa yang dapat anda rasakan? Umumnya, ketika seseorang melihat gambar dengan teknik pewarnaan dan visualisasi retro 8-bit seperti ini besar kemungkinan otak mulai membuka memori tentang masa lalunya. Hal tersebut dikarenakan teknologi visualisasi 8-bit seperti ini begitu familiar dan sekaligus merupakan salah satu teknologi mutakhir pada era-era terdahulu.

Utamanya memori yang terbuka mungkin saja tertuju pada beberapa permainan video game console atau lukisan retro terdahulu, meskipun gambar tersebut sebenarnya tidak ada kaitan secara langsung dengan apa yang mereka mainkan atau lihat. Namun hal ini menekankan bahwa hanya berkat sederet pallete warna yang bagi orang tampak familiar, ini dapat menjadi gelombang perangsang hebat agar otak mampu membuka kembali memori lamanya. 

Tidak selesai sampai disitu, ketika otak mulai membuka suatu memori peristiwa masa lalu, ini dapat menimbulkan sebuah aksi berantai bagi otak untuk segera membuka untaian memori lainnya yang saling terikat. Misalnya, kembali pada proses pengamatan gambar di atas, ternyata anda mengingat sebuah peristiwa di malam minggu ketika anda memainkan sebuah permainan console

Memori itu terikat dengan keadaan dan peristiwa anda yang lainnya saat itu, misalnya saat itu anda sedang berusia 4 tahun. Ketika berumur demikian, anda ternyata bersekolah di suatu tempat. Lalu otak bawah sadar bereaksi dengan membuka memori lain yang bersangkutan terhadap keadaan tersebut, seperti turut mengungkit kembali peristiwa ketika anda berkelahi dengan teman sekelas di halaman belakang sekolah, dihukum guru karena tidak mengerjakan PR, dan masih banyak lagi.

Freud mengatakan bahwa proses inilah yang disebut sebagai “Jalinan”, dimana ini sekaligus memberikan penjelasan logis terkait satu unsur pemicu yang dapat menimbulkan begitu banyak gambaran-gambaran dengan mengejawantahkan makna campuran yang terkesan abstrak dan absurd.   

Sekarang jika warna saja dapat menjadi sebuah portal besar untuk merangsang otak membuka dan menyelami begitu banyak memori serta pengalaman terdahulu, tentunya ini menjadi alasan kuat bahwa cara kerja serupa dapat diterapkan ketika media perangsangnya berupa musik atau sinyal suara, karena elemen tersebut mampu membawa gambaran, pengalaman, serta emosi yang terkandung di dalamnya. 

Visual-Nostalgic-Retro-Image
Image by catalyststuff, by brgfx , macrovector on Freepik

Kembali pada lagu “黄昏BAY CITY”, faktor auditori yang menurut kami sangat berpengaruh dalam merangsang otak membuka memori terletak pada gaya produksi, jenis & model instrumen, serta perilaku-perilaku instrumen yang diaplikasikan dalam penulisan lagu. Misalnya dengar bagaimana teknologi linndrum diterapkan pada sektor ritmik drum dalam keseluruhan lagu tersebut.

Kita tahu bahwa linndrum sendiri merupakan salah satu teknologi berupa drum mesin yang sangat familiar pada era-80’an dan begitu banyak digunakan oleh berbagai musik-musik 80’an terutama musik populer semacam new wave, pop, city-pop, disco, dan elektronik. 

Tentunya yang menjadikan teknologi linndrum begitu fenomenal dalam industri musik 80’an tidak hanya berdasarkan merk semata, melainkan bagaimana aksi, interaksi, serta eksekusi instrumen tersebut bila diintegrasikan ke dalam aransemen musik secara utuh. Pada industri musik era dekade 80’ salah satu teknik pemrosesan audio yang paling fenomenal ialah menambahkan efek reverb pada drum maupun vokal.

Muncul beberapa teknik reverb dan salah satu yang paling ikonik ialah menggabungkan teknik reverb dengan noise gate, atau disebut gates reverb. Terdengar begitu jelas bahwa dentuman drum pada lagu “黄昏BAY CITY”, menggunakan teknologi linndrumm dengan suara yang telah dimanipulasi oleh teknik pemrosesan audio gates reverb.

Secara sederhana tujuan efek tersebut memotong noise berlebihan yang mengganggu, menambahkan tekstur lebih bergema dan kuat pada tom, suara-suara simbal tereduksi, serta yang paling esensial ialah menciptakan suara snare lebih tajam sekaligus tekstur yang ditekan agar lebih crisp. Gates reverb juga menambahkan efek non-linear, dimana suara drum semakin mengeras pada akhir beat sebelum level volume kembali normal pada repetisi beat berikutnya. 

Jika anda masih belum memahami betul mekanisme gates reverb, itu bukan masalah berarti, karena di sini kami hanya menunjukkan bahwa dengan suara drum yang dimanipulasi oleh gates reverb menjadi pemicu otak untuk mengembara dan mengumpulkan memori, perasaan, serta emosi di masa lampau yang memiliki keakraban dengan jenis suara drum tersebut.

False-Nostalgia-Junko-Yagami
Image by rawpixel.com on Freepik

Ingat teori “Jalinan” ketika anda mulai mengingat suatu memori, itu akan membuka serangkaian memori lama lainnya yang saling terikat. Mungkin secara sadar anda tidak dapat  menguraikan cara kerja efek gates reverb dalam definisi yang jelas, tetapi telinga serta alam bawah sadar anda jauh lebih peka dalam mengidentifikasinya. Semua memori tersebut dikumpulkan menjadi sebuah gambaran besar dengan proses Figurasi. 

Tentunya selain mengidentifikasi tekstur dari suara sebuah instrumen, perilaku serta interaksi setiap instrumen dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengumpulan memori. Misalnya anda dengan mudah mampu mengidentifikasi sebuah lagu hip-hop pada suatu era hanya berdasarkan jenis ketukan drum.

Umumnya ketukan boom-bap dengan suara kick, snare, dan simbal minimalis merepresentasikan musik hip-hop era lama, sedangkan drum yang dilimpahi oleh ketukan-ketukan drum mesin trap lebih dikategorikan sebagai musik hip-hop lebih modern. Ini sangat membantu otak untuk mempercepat proses pencocokan informasi berdasarkan periode kemunculan musik tertentu. 

Lalu pada lagu “黄昏BAY CITY”, silahkan dengar bagaimana elemen drum pada bagian verse sangat menggambarkan karakteristik umum musik era 80’an secara aksi. Kick drum ditempatkan pada setiap beat, lalu pada beat ganjil suara kick drum muncul secara terisolasi, sementara dalam beat genap, terdapat tambahan suara snare atau cymbal yang dimainkan serempak bersamaan kick drum.

Dengar juga interaksi antara drum dengan precision bass funky, dan groovy sekaligus membangkitkan rasa-rasa deja-vu terhadap musik funk / soul era lawas. Ini hanya sebagian contoh kecil, karena dalam proses kondensasi asli, tentunya otak mempelajari keseluruhan unsur musik.

Misalnya beberapa suara synth dan keyboard seperti Yamaha DX Series, Roland Jupiter-8, beberapa model Korg yang sangat ikonik pada musik-musik era lawas 80’an juga mampu dimanfaatkan. Sontak ketika anda mendengar suara-suara instrumen tersebut dapat merangsang otak untuk melakukan proses kondensasi. 

Kondesasi-dan-Figurasi
Image by rawpixel.com on Freepik

Ketika mulai mendengarkan musik, sadar atau tidak audio tidak hanya menjadi satu-satunya pemicu otak untuk memulai proses kondensasi dan mengumpulkan bahan untuk daya penciptaan visual nostalgic. Lihat bagaimana istilah genre itu sendiri, “city pop” sebenarnya seperti mengarahkan bawah sadar untuk menciptakan sebuah gambaran spesifik mengenai kehidupan di perkotaan.

Menurut David J Schwartz, dalam bukunya berjudul “The Magic of Thinking Big”: “manusia tidak hidup dalam kata-kata, melainkan hidup dalam citra dan gambar”. Setiap orang selalu memiliki kecenderungan untuk menciptakan gambaran tertentu di dalam pikiran ketika berusaha memahami maksud ucapan dan tulisan tertentu meski hanya satu patah kata sekalipun. 

Lalu taruhlah anda mendengarkan city pop melalui platform Youtube, apa yang anda akan lihat? Gambar-gambar thumbnail retro bertemakan perkotaan, dan animasi Jepang vintage era 80’an. Ini kasusnya serupa dengan orang yang disodori oleh gambar seperti contoh di atas. Hal-hal remeh lainnya yang diluar teknis musik seperti identitas kebangasaan musik, periode kemunculan, serta opini-opini orang turut tersedot oleh otak dan mulai mengaktifkan proses Kondensasi. 

Baca Juga : Akina Nakamori – Fushigi, Lompatan Menuju Perangkap Hitam

Penempatan & Simbolisasi

Kita sudah mengetahui bahwa proses kondensasi hanya sebatas bertugas mengumpulkan ide, gambaran, dan unsur dari berbagai sumber memori lalu menggabungkannya. Sementara proses mentransformasikan dan meringkas kumpulan unsur tersebut menjadi sebuah gambaran besar dinamakan figurasi. Tetapi ini belum menjawab dari mana asalnya objek-objek, suasana, serta emosi yang terkandung di dalam bayangan imajinasi false nostalgia.   

Tentunya hasil interpretasi false nostalgia tidak hanya sebatas sebuah kanvas kosong dan ruang hampa tanpa kehidupan. Dalam false nostalgia yang lebih spesifik tercipta dari hasil rangsangan musik-musik city pop, anda mampu membayangkan gedung-gedung mewah bertingkat, gemerlap sinar lampu glamor, mobil-mobil sedang Jepang berseliweran di jalan raya, serta orang-orang yang mengenakan busana 80’an mengitari taman balai kota. Pembentukan objek, emosi, serta nuansa dalam gambaran false nostalgia dapat direalisasikan melalui teori proses pemindahan (placement) & simbolisasi.  

Barangkali anda bertanya-tanya, jika pembentukan false nostalgia berasal dari kumpulan memori terdahulu yang pernah dirasakan dan dialami, lantas mengapa false nostalgia hanya berisikan gambaran yang tampak sangat asing dan tidak familiar bagi anda? Untuk mengisi sekaligus menjelaskan proses yang membingungkan ini, ijinkan kami memperkenalkan teori tafsir mimpi Sigmund Freud berikutnya, yakni teori pemindahan.   

Freud menjelaskan teori pemindahan adalah sebagai metode utama yang dipakai bawah sadar dalam membuat serta memproses penyimpangan makna sebenarnya dari mimpi laten (mimpi tak sadar) yang tersembunyi dibalik mimpi termanifestasi (mimpi sadar).

Anda sudah memahami sebelumnya bila di dalam mimpi termanifestasi mengandung makna-makna tersembunyi yang tidak terejawantahkan seluruhnya dari mimpi laten. Proses mengaburkan, menyimpang, serta menyembunyikan makna inilah yang dimaksud Freud sebagai pemindahan.   

Proses-Pemindahan
Image by jeswin, dashu83, Image by kjpargeter, starline on Freepik

Penekanan serupa terhadap cara kerja pemindahan sekaligus menjelaskan secara logis terkait false nostalgia yang hanya representasi sebuah imajinasi yang terdistorsi dari bentuk-bentuk memori aslinya. Apa yang kelihatannya menjadi sebuah tema pokok dalam memori asli, justru tersembunyi dan teralihkan dalam daya bayang false nostalgia, sehingga secara sadar pun anda tak mampu menangkap makna aslinya.  

Makna, emosi, serta nuansa abstrak tersebut disembunyikan ke dalam objek, peristiwa serta suasana. Proses menyembunyikan makna disebut dengan Simbolisasi. Misalnya menggunakan contoh spesifik mengenai daya bayang false nostalgia hasil rangsangan musik city pop, tercipta objek seperti gedung, mobil, lampu, atau suasana seperti perkotaan di malam hari yang ramai.

Unsur-unsur tersebutlah yang dijadikan sebagai metafora dan analogi untuk menyembunyikan makna dan emosi tertentu. Dalam false nostalgia objek-objek yang terbentuk sesuai dengan kehendak sadar. Sekarang kami ingin menjelaskan bagaimana rangsangan audio atau lagu mampu merangsang proses simbolisasi terjadi, sehingga imajinasi false nostalgia mampu menghadirkan berbagai objek-objek tertentu.    

Kami berasumsi yang menjadi pemicu hebat dalam merangsang proses simbolisasi adalah bahan-bahan dasar musikalitas (nada, akor, melodi, tekstur,dinamika) serta medium yang digunakan (vokal dan instrumental). Kedua unsur tersebut memang dapat digunakan dalam proses kondensasi, tetapi kami mengamati orang lebih banyak menampilkan kecenderungan melakukan simbolisasi nuansa, emosi, dan objek menggunakan kedua unsur ini. Jika berkenan biarkan kami jabarkan proses berkorelasi ini dengan menggunakan contoh lagu “Plastic Love” milik Mariya Takeuchi. 

Pada dasarnya orang-orang berpendapat bahwa pemilihan nada, perubahan kunci, serta interval nada merupakan hal paling vital dalam menciptakan perbedaan nuansa, warna, tema, serta emosi dalam setiap karya lagu. Pemilihan teknis penuh pertimbangan unsur-unsur tersebut juga digunakan sebagai daya pencipta keselarasan, improvisasi, serta melakukan aspek penekanan yang mempengaruhi kepenulisan lagu untuk mengarah pada suatu genre musik tertentu.

Misalnya kami mendapati orang-orang mengomentari bahwa lagu “Plastic Love” membangun nuansa elegan, suasana perkotaan malam yang bercahaya, mellow romantis, serta mood menenangkan. Mereka mencoba membenarkan dan mengasosiasikan perasaan yang terjadi dikarenakan lagu ini dibangun di atas interval nada minor (D Minor sebagai root notes), melibatkan banyak akor ketujuh yang ditaruh dalam perubahan kunci dengan karakteristik jazz (orang kerap mengasosiasikan jazz sebagai bentuk musik elegan, sophisticated, dan menenangkan).

Pendapat tersebut tidak sepenuhnya salah, tetapi belum ada bukti konkrit yang menjelaskan secara ilmiah bahwa suatu nada atau rangkaian nada tertentu dapat memproyeksikan suatu warna emosi secara harfiah. Belum lagi ini berpotensi melibatkan individu yang mengalami kecenderungan fenomena synesthesia berbeda-beda dalam merespon emosi yang didengar dalam nada.

Misalnya seseorang menerima kunci nada A minor sebagai representasi dari emosi yang menyedihkan. Tetapi apakah dapat dipastikan bahwa orang yang berbeda mampu menangkap emosi serupa, ketika mendengar kunci A minor?  Ini masih menjadi sebuah pertanyaan besar dan butuh kajian studi lebih lanjut untuk mengetahuinya.   

Tetapi ada hal yang luput daripada pengamatan, yaitu mengenai media yang digunakan sebagai wadah penyalur nada dan cara media tersebut digunakan ternyata memiliki pengaruh dalam membentuk karakter emosi dan nuansa sebuah lagu.

Setiap kualitas nada (timbre) yang dihasilkan dari berbagai medium (gitar, bass, piano, vokal, dan lainnya) bila dikombinasikan dengan cara mengeksekusi sebuah medium (penerapan dinamika, tempo, ragam tekstur) bisa lebih dipertanggungjawabkan secara akademis dalam mempengaruhi emosi dan nuansa pada sebuah komposisi lagu.

Fenomen Synesthesia Photo by cottonbro:

Setidaknya beberapa terminologi yang menjelaskan relasi ini sudah tercantum dalam kurikulum apresiasi musik. Misalnya menurut Hugh M. Miller dalam salah satu bukunya, menjelaskan bahwa biola yang dimainkan bersamaan dengan teknik tremolo dapat menciptakan rasa ketegangan sekaligus kegairahan.

Lalu dia mencontohkan bahwa penerapan register vokal berbeda menjadi penentu signifikan terhadap emosi mana yang ingin coba di aktualisasikan. Menurutnya, dramatic soprano dan dramatic tenor dengan karakter suara berat dan tebal, dirasa mampu memperlihatkan emosi intens dalam membangun perasaan dramatis.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa nada tidak mampu berdiri secara independen untuk menciptakan emosi, nuansa, dan perasaan tertentu pada sebuah lagu. Dibutuhkan kombinasi antara nada, medium, serta cara pengapplikasian medium untuk menciptakan sebuah emosi dalam lagu. Mari kami berikan analogi sederhana untuk menjelaskan bagian ini.

Misalnya anda merangkai sebuah puisi dengan pemilihan tema romantis. Di sana terdapat berbagai kata yang mengandung makna cinta & kasih sayang, metafora dan analogi, serta untaian-untaian kalimat yang membentuk bait kisah romantisme penuh perjuangan. Pemilihan kata, metafora, dan kalimat tersebut dapat dianalogikan sebagai pemilihan nada, harmoni, melodi, dan unsur-unsur musikal lainnya pada penciptaan sebuah lagu.

Meski puisi tersebut ditulis dengan kata-kata yang penuh makna cinta, tetapi serta merta itu hanya membuat tema romantis puisi terlihat di atas kertas. Tentunya dibutuhkan sebuah medium agar puisi romantis tersebut diterjemahkan menjadi kisah lebih hidup, sehingga emosi yang tertuang mampu ditangkap oleh indera lebih maupun perasaan lebih luas.

Deklamator (pembaca puisi) selaku sebagai medium berusaha menerjemahkan emosi yang ada dalam puisi secara aural dengan menggunakan dinamika (keras lembut suara), intonasi jelas, ekspresi, dan tempo. Tentunya ini sangat berpengaruh, bayangkan saja bila teman anda yang tidak mahir membaca puisi menjadi deklamator. Dengan pembawaan dinamika yang datar, intonasi tidak jelas, ekspresi hambar, serta pelafalan yang tergesa-gesa, kami rasa anda tidak mampu menangkap emosi dari puisi tersebut, meskipun ia sedang membaca Sonnet 43 karangan Elizabeth Barrett Browning sekalipun. 

Sekarang dengan anda sudah mengetahui uraian mengenai pembentukan karakter emosi dan nuansa pada lagu ditentukan dari sinergi antara nada, medium, dan cara pengapplikasian medium, kita sekarang dapat sedikit mengoreksi pernyataan mengenai lagu “Plastic Love” tadi. Misalnya perasaan elegan tadi timbul dikarenakan, nada-nada minor dimainkan dalam iringan piano bertempo lambat.

Perasaan mellow romantis timbul, karena potongan medium string dan vokal minor dimainkan dalam tekstur monofonis (melodi tunggal) dan dimainkan dalam dinamika ber-volume lembut. Sementara suasana perkotaan malam timbul dalam lagu dikarenakan beberapa instrumen dimainkan dengan range oktaf rendah yang menghasilkan karakteristik suara lebih gelap, dimana orang kerap mengasosiasikan “gelap” dalam aransemen musik sebagai suasana malam hari.

Image by pikisuperstar, brgfx, user2104819 on Freepik

Tetapi sadarkah anda, bahwa sebenarnya proses perbandingan tadi merupakan proses simbolisasi? Menganalogikan serta memetaforakan suatu kejadian dan objek menjadi sebuah objek lainnya yang tidak saling berkaitan sudah menjadi hal lumrah dalam keseharian. Contoh sederhananya, mungkin anda seringkali mendengar celotehan berupa lelucon dagelan kuno yang kerap melakukan simbolisasi suatu bentuk tubuh dan keadaan fisik ke dalam sebuah objek, seperti:

kumis lu tuh, udah segede gagang telepon”, “badan bengkak banget kek gardu listrik” (tidak dianjurkan melontarkan lelucon ini pada sjw penganut body positivity, dikarenakan mereka dipastikan melontarkan punchline kepada anda, berupa novel “mengharukan”) , “tu muka apa taplak meja, dekil amat” . 

Bedanya, ketika menerapkan proses simbolisasi bawah sadar dalam menciptakan objek-objek dalam false nostalgia, anda seperti harus bekerja secara 2x dalam melakukan simbolisasi. Pertama anda melakukan simbolisasi secara sadar, seperti kasus lagu “Plastic Love” barusan, dimana anda melakukan simbolisasi keadaan instrumen tertentu menjadi sebuah emosi dan nuansa tertentu.

Berikutnya emosi dan nuansa tadi kembali disimbolisasikan oleh bawah sadar ke dalam beragam bentuk objek dan suasana yang tergambar. Selain emosi dan nuansa yang diperoleh dari lagu tadi, disana juga terdapat beberapa bauran dari hasrat, pengalaman masa lalu, dan keadaan emosi yang dipadukan menjadi sebuah isi dan makna terpendam. 

Misalnya ketika anda mulai membayangkan sebuah kota dalam daya false nostalgia, bisa saja secara arsitektur beberapa bangunan seperti mirip dengan sebuah tempat atau kota yang pernah anda lihat atau kunjungi, namun dengan tata visual dan lingkungan sekitar yang berbeda. Menurut Freud, hal ini terjadi dikarenakan adanya kemungkinan ikatan-ikatan asosiatif secara terpendam antara seseorang dengan suatu tempat.

Sementara emosi-emosi yang ditangkap dari lagu juga mampu menciptakan suasana dalam false nostalgia, misalnya menggunakan emosi dan nuansa yang ditangkap dari lagu “Plastic Love”: elegan dan romantis, Elegan bisa saja digambarkan dalam visual false nostalgia berupa tata kota asri, lampu-lampu bersinar terang, kendaraan-kendaraan mewah berseliweran di kota-kota. Sementara nuansa romantis dapat digambarkan sebagai malam cerah, bulan purnama yang menyeringai, dan tata lampu dengan pewarnaan yang lembut. 

False-Nostalgia-Simbolisasi-Bawah-Sadar
Image on Freepik

Elaborasi Sekunder

Dalam teori Tafsir Mimpi, proses Elaborasi Sekunder merupakan proses akhir dari pembentukkan mimpi. Proses ini seperti melakukan rasionalisasi terhadap isi dan keseluruhan gambaran mimpi yang terdiri dari berbagai campuran peristiwa-peristiwa abstrak membingungkan. Sehingga ketika mimpi telah melalui tahap elaborasi sekunder bentuknya lebih mirip seperti sebuah lukisan realisme dengan objek-objek yang masuk akal dalam kehidupan nyata, dibanding memiliki bentuk objek avant-garde yang absurd layaknya lukisan Pablo Picasso. Elaborasi sekunder dalam daya pencipta false nostalgia kurang lebih memiliki kesamaan fungsi dengan proses elaborasi sekunder dalam proses pembentukkan mimpi. 

Proses-Elaborasi-Sekunder
Image by Freepik

Ringkasan

Sekarang mari ringkas keseluruhan proses terbentuknya false nostalgia tanpa kembali menganalogikannya terhadap proses tafsir mimpi. Ketika sebuah lagu baru didengar, otak mulai melakukan proses decomposition dan lagu tersebut disimpan (storing) dalam otak sebagai data latih. Atau lagu tersebut juga dapat langsung digunakan sebagai data tes agar otak segera melakukan proses pencocokan nuansa, emosi, nada, serta instrumen lagu tersebut dengan memori-memori yang sudah tersimpan sebelumnya dalam otak sebagai data latih.

Ketika sedang melakukan proses pencocokan, mulailah masuk ke dalam proses kondensasi, dimana  ide, gambaran, dan unsur dari berbagai sumber memori yang dirasa cocok digabungkan menjadi satu sebagai bahan baku dalam menciptakan sebuah gambaran besar false nostalgia

Unsur gabungan tersebut kemudian ditransformasikan menjadi sebuah citra dan gambaran besar dengan proses figurasi. Kemudian bawah sadar melakukan proses pemindahan (displacement) yang bertujuan untuk mengaburkan, menyimpang, dan menyamarkan makna dan arti sebenarnya dari kumpulan-kumpulan unsur tadi.

Makna yang terdistorsi tadi disamarkan ke dalam objek-objek dan suasana tertentu dalam false nostalgia, menggunakan proses simbolisasi. Terakhir bawah sadar menjalankan proses elaborasi sekunder untuk merasionalkan gambaran false nostalgia agar memiliki objek-objek serta suasana yang tampak terlihat logis dan masuk akal dalam kehidupan sehari-hari. 

Pertanyaan Besar

Beberapa pertanyaan besar mungkin muncul dalam benak (berdasarkan pengalaman pribadi). Pertanyaan besar pertama mengenai adakah kemungkinan sebuah daya bayang false nostalgia tergantikan seiring berjalannya waktu, meskipun tetap mendengarkan lagu yang sama? Berdasarkan pengalaman pribadi kami selama ini, jawabannya adalah iya. Ini bergantung pada intensitas mendengarkan lagu dan pengalaman berkesan yang mengikat, ketika sedang mendengarkan lagu tersebut. Misalnya ketika anda baru saja mendengar lagu “Plastic Love” dan ternyata anda begitu menyukainya. 

Kemungkinan besar anda mendengarnya dalam intensitas tinggi (diputar berulang-ulang) sembari bawah sadar yang mulai mengembara dan membentuk imajinasi false nostalgia. Disaat bersamaan suasananya sangat mendukung, seperti malam begitu cerah, perasaan anda senang karena baru mendapatkan sesuatu, dan lain sebagainya. 3 tahun berselang anda kembali mendengarkan lagu “Plastic Love”, lalu apa yang terjadi?  

Ada kemungkinan ketika saat ini anda mendengarkan lagu tersebut yang keluar bukanlah lagi sebuah proyeksi false nostalgia, melainkan proyeksi pengalaman berkesan 3 tahun lalu anda ketika pertama kali mendengarkan lagu “Plastic Love”.

City-Pop-Background-Night

Pertanyaan besar berikutnya menimbulkan sebuah perasaan heran dan ragu, mengenai apakah pembentukan false nostalgia dapat terjadi pada orang-orang yang sama sekali awam dan buta mengenai aspek-aspek teori dalam musik? Karena jika melihat uraian dan penjabaran di atas dalam menjelaskan cara kerja decomposition pada otak, seolah-olah orang tersebut sudah memahami dan mampu mengidentifikasi perbedaan setiap jenis chord berbeda. Ini ada korelasinya dengan rahasia dan fakta besar manusia mengenai teori penciptaan.

Faktanya di luar daya penciptaan teknologi, manusia tidak pernah menciptakan apapun. Manusia hanya mengkooptasi, dan mengklasifikasikan apa yang sudah disediakan oleh alam. Teknologi sendiri tidak harus melulu berusan dengan kemampuan komputasi dan automatisasi. Arti teknologi secara inti adalah menemukan sebuah cara baru yang lebih baik untuk mengerjakan atau mengatasi sesuatu. Dengan kata lain sejauh ini manusia hanya menciptakan cara-cara untuk memudahkan pemanfaatan sumber daya alam.

Contohnya adalah pembangunan berbagai pembangkit tenaga listrik. Pertanyaanya apakah manusia yang menciptakan listrik? Tidak, mereka hanya menemukan fenomena itu dan menciptakan sebuah cara agar listrik dapat dikelola sebagai sumberdaya yang mampu dimanfaatkan.

Lalu pasar-pasar swalayan yang menyediakan berbagai aneka buah dan sayur, apakah mereka yang menciptakan bibit buah dan sayuran tersebut? Tentunya tidak, mereka hanya menciptakan sebuah sistem utuh yang memungkinkan konsumen agar jauh lebih mudah menikmati sumber daya alam, tanpa harus menanam sayur maupun buahan terlebih dahulu.

Hal ini juga berlaku pada manusia yang senang menggolongkan dan mengklasifikasikan fenomena-fenomena alam tertentu, misalnya seperti: Leonardo da Pisa yang menemukan dan mempatenkan pola kelahiran kelinci berkorelasi dengan deretan fibbonaci yang ia ciptakan. Lalu para ilmuwan biologi yang mengklasifikasikan bermacam-macam virus berdasarkan genom, ciri fisik, dan perilakunya.

Apakah pola kelahiran kelinci menunjukkan gelagat perbedaan, sebelum dan setelah Leonardo da Pisa menetapkan teoremanya? Apakah virus menujukkan perilaku berbeda setelah diklasifikasikan oleh para ilmuwan? Tentu jawaban dari kedua pertanyaan tersebut adalah tidak, kelinci tetap melahirkan sebagaimana biasanya bahkan sebelum Leonardo da Pisa lahir sekalipun, virus tetap memiliki perilaku serupa meskipun ilmuwan telah melakukan penelitian lebih lanjut.

Sama halnya juga dengan gelombang-gelombang suara yang pada dasarnya secara alamiah memang sudah memiliki perbedaan bunyi dan nada sebelum manusia membedakaanya berdasarkan huruf abjad seperti yang kita kenal sekarang. Tentunya cara sadar dan bawah sadar kita dalam mengidentifikasi suatu perbedaan bunyi dan nada tertentu memanglah berbeda.

Dalam mengidentifikasi perbedaan, cara sadar mengacu pada teori-teori musik yang sudah diciptakan (melodi, akor, ritme,dll), sementara bawah sadar lebih mengandalkan intuisi dan mengidentifikasi perbedaan berdasarkan fenomena alam (panjang amplitudo, gaya gesek, jenis getaran, dan lainnya). Sehingga yang mempengaruhi bawah sadar dalam mengidentifikasi jenis-jenis nada tertentu bukanlah penguasaan teori-teori hafalan, melainkan sebarapa banyak otak bawah sadar memiliki pengalaman mendengar musik dan data latih yang tersedia dalam memori.

Semakin banyak data latih dan pengalaman mendengar musik, ini berbanding lurus dengan peningkatan kemampuan bawah sadar dalam membedakkan jenis nada dan suara tertentu.

Baca Juga : Playlist City Pop Jepang Pengarung Kehidupan Malam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share via
Copy link