Hitsujibungaku, Merubah Keresahan Menjadi Musik Shoegaze Sentimentil
“Hitsujibungaku yang terdiri atas Moeka, Hiroa, dan Yurika menjelaskan secara gamblang, tentang bagiamana keresahaan itu seharusnya dikisahkan dalam bentuk musik.”
Band indie rock asal Tokyo, Hitsujibungaku memasuki tantangan dan dilema baru, selepas mereka menerima kontrak pertamanya bersama label mayor. Ini menjadi pengalaman perdana mereka, dimana akan ada lebih banyak pasang mata yang memperhatikan setiap gerak-geriknya. Sebelum semuanya terjadi, band yang saat ini beranggotakan 3 gadis tersebut, mengawali karirnya hanya sebagai band cover.
Hitsujibungaku terbentuk pada tahun 2011 dan anggotanya terdiri dari: Shiotsuka Moeka (Vokal, Gitar), Shino (Drum), dan Wako (Bass). Semasa awal karirnya, mereka hanya sebagai band cover dengan membawakan ulang lagu-lagu dari band rock Jepang seperti Chatmonchy, GO!GO1!7188, dan Sambomaster. Namun itu tidak berlangsung lama, karena ditahun 2013 mereka mulai menulis dan merilis demo sendiri.
Patut dicatat ketika para gadis ini mendirikan Hitsujibungaku, status mereka masih seorang pelajar SMA dan ditahun 2013, mereka mengikuti kejuaran festival musik Yokohama tingkat SMA. Dalam festival tersebut, mereka membuktikan bahwa mendirikan band dimasa sekolah dikarenakan serius ingin menekuni bidang ini, dan bukan hanya sekedar keperluan manggung dalam pentas seni. Mereka berhasil masuk sebagai finalis dalam festival tersebut.
Mimpi mereka menjadi rockstar harus terhenti sementara, karena masing-masing personil harus mengikuti ujian tertulis untuk masuk ke perguruan tinggi. Tahun 2015 mereka aktif kembali, namun tidak lama 2 anggota mereka Shino dan Wako memutuskan untuk mundur. Shino mundur pada tahun 2015 dan digantikan posisinya oleh Fukuda Hiroa (Drum). Sementara Wako mundur setahun kemudian dan digantikan posisinya oleh Kasai Yurika (Bass).
Trio Moeka, Hiroa, Yurika bertahan hingga sekarang, dan formasi ini sekaligus yang membentuk karakter musik Hitsujibungaku menjadi seperti sekarang ini. Mereka menggunakan segala keresahan yang dialaminya sebagai sumber inspirasi utama dalam proses kreatifnya menulis lirik. Kebanyakan dari lirik mereka bercerita mengenai kehidupan sosial era sekarang yang dilihat dari sudut pandang gelap dan penuh emosional.
Emosi yang tertuang dalam setiap bait lirik sangat mempengaruhi cara pandang mereka dalam mengubah emosi mentah tersebut menjadi rangkaian nada dan melodi. Memperlakukan setiap lagu layaknya eksperimen ujicoba, mereka menemukan sebuah formula mutakhir berupa campuran senyawa musik shoegaze, indie pop, alternative, hingga rock yang berhasil menguatkan kadar emosional pada setiap keping lagu.
Upaya mereka terlihat begitu efektif, dikarenakan bentuk musik yang disajikan terdengar minimalis dan straightforward, sehingga tidak akan mengaburkan pendengar untuk terlalu sibuk tertuju pada hal-hal teknis, dibandingkan menghayati sisi sentimentil setiap lagu.
Baca Juga : 7 Album Musik Terbaru Minggu Ini
Mereka memiliki karya, mereka memiliki tempat bersandar untuk mencurahkan emosinya, dan sekarang mereka memliki corong megaphone lebih besar, agar keresahan mereka bisa lebih didengarkan oleh orang banyak. Hitsujibungaku dikontrak oleh salah satu label mayor asal Jepang, F.C.L.S, dan mereka melepas album debutnya berjudul ‘POWERS’ di bawah label tersebut.
Menurut Moeka, album ‘POWERS’ berisikan lagu-lagu Hitsujubungaku paling gelap. Layaknya sebuah buku diary, Moeka hanya menggunakan pengalaman personalnya untuk merangkai garis besar cerita album ini. Setiap lagu memiliki tema terpisah seperti menceritakan kecemasan untuk memulai hidup sebagai orang dewasa, depresi, dan masalah sosial lainnya.
Kata ‘power’ sendiri sejatinya memiliki makna-makna kontradiktif dan multitafsir. Ketika diwawancara mengenai alasan dirinya memilih kata tersebut sebagai judul album, Moeka menjawab : “kata ‘power’ dapat berkonotasi positif bila diartikan sebagai kekuasaan dan dapat berkonotasi negatif bila diartikan sebagai tekanan.
Belum lagi, jika kata ‘power’ ditambahi imbuhan ‘s’ maka maknanya kembali berubah yang berarti sihir. Atas dasar itu, kami menggunakan kata ‘POWERS’ sebagai jimat pelindung sekaligus mendeskripsikan betapa kompleksnya perasaan dan emosional yang dibawa oleh kami pada album ini.”
Sebagai band yang tumbuh disaat era pandemik bergejolak, konser virtual dan peningkatan produktifitas merupakan 2 hal mendasar yang membantu musisi tetap hidup. Para anggota Hitsujibungaku turut merasakan demikian, bahwa konser virtual menjadi salah satu agenda terpenting dari band saat ini. Namun untuk proses kreatif, bekerja secara jarak jauh bukanlah ide bagus bagi mereka.
Moeka berkata : “selama masa karantina, kami mencoba membuat musik melalui perangkat DAW, tetapi tidak ada hasil. Saya kira rekaman di rumah bukanlah ide bagus bagi kami, dan jika kami tidak bisa bermain di studio, band ini bisa saja bubar. Akhirnya kami bertiga pergi ke studio pada bulan Juni, dan rasanya sangat istimewa. Senang rasanya berbagi apa yang di pikirkan dan mewujudkannya secara real time.”
Kisah mereka tidak berhenti sampai disitu, 20 april mendatang Hitsujibungaku bersiap merilis album keduanya berjudul ‘Our Hope’. Mereka mengawalinya dengan melepas lagu bernuansa synth-rock penuh gairah dan optimis berjudul ‘OOPARTS’. Ini bisa menjadi sebuah petunjuk kecil, bahwa Moeka, Hiroa, dan Yurika sudah mulai bisa lepas dari bayang-bayang keresahannya masing-masing.
Hitsujibungaku Spotify | Hitsujibungaku Apple Music| Hitsujibungaku Deezer| Hitsujibungaku Tidal
Baca Juga : Band Noise Rock Jepang, 385 Mencoba Mendalami Emosi Manusia