FeaturesHip HopJazzSoul

Fender Rhodes : Penemuan Musik Terpenting Abad-20, Benarkah Itu?

-Fender Rhodes-

Semua orang di seluruh penjuru dunia nampaknya sibuk membicarakan mengenai betapa pesatnya perkembangan ilmu & teknologi hasil temuan abad 21. Dunia saat ini sedang memasuki tahap industri 4.0, dimana tren revolusi berbagai industri dengan menggunakan bantuan teknologi dan kecerdasan buatan sudah mulai dimaksimalkan pengunaanya. Tetapi percayalah secanggih-canggihnya para ilmuwan dan influencer abad 21 menemukan sesuatu. Semuanya tidak akan pernah terealisasikan tanpa adanya berbagai penemuan mutakhir dari abad-abad sebelumnya. Konsep mobil listrik Tesla hasil cetusan Elon Musk tidak akan pernah ada seandainya Michael Faraday tidak menemukan aliran magnet pada kawat tembaga atau listrik pada abad 18. Sehebat-hebatnya media sosial dan berbagai ponsel canggih melakukan komunikasi jarak jauh. Semuanya tidak akan pernah terwujud jika seandainya Antonio Mecuci tidak menciptakan pesawat telpon pada abad ke-18.

Hukum alam tersebut terjadi di semua bidang tidak terkecuali musik. Piano listrik Fender Rhodes dianggap sebagai salah satu penemuan musik terpenting pada abad ke-20. Piano Rhodes (juga dikenal sebagai Fender Rhodes) adalah piano elektrik hasil temuan Harold Rhodes, dan kemudian menjadi populer pada dekade 70’an. Tanpa kehadiran Rhodes, mungkin saja kita harus menunda waktu lebih lama untuk dapat merasakan sensasi suara piano yang unik dan berbeda.

Seperti piano pada umumnya, Rhodes menghasilkan suara dari tuts dengan mekanisme alat seperti palu yang terdapat pada bagian dalam Rhodes. Tetapi palu tersebut tidak memukul senar melainkan memukul sebuah ujung logam tipis dan kemudian bergetar di antara pickup elektromagnetik. Sinyal hasil getaran tersebut dikirim melalui kabel ke amplifier dan speaker eksternal.

Sejarah Fender Rhodes

Lantas bagaimana Fender Rhodes menjadi salah satu alat musik paling bersejarah? Untuk mengetahui hal tersebut, terlebih dahulu kita harus mengetahui darimana ide awal konsep pembuatan Fender Rhodes berasal. Secara garis besar sejarah perjalanan Fender Rhodes terbagi menjadi 3 fase besar, yaitu fase kelahiran Harold Rhodes, perang dunia II, dan pasca perang dunia II.

Lahirnya Harold Rhodes

Fender-Rhodes-Harold-Rhodes

Lahir pada tahun 1910 di California Amerika Serikat, Harold Rhodes merupakan seorang guru piano yang mengajar di tempat asal kelahirannya tersebut. Pada awal karirnya sebagai pengajar, Harold melihat bahwa tidak ada sekolah musik mapan yang mampu memberikan pembelajaran secara meluas dan komperhensif mengenai musik. Harold hanya diminta untuk mengajari cara bermain piano oleh lembaga pendidikan setempat, sedangkan Harold menginginkan agar setiap siswanya mampu memahami filosofi dari musik, dan keterkaitannya dengan suara seutuhnya.

Harold pun merasa memiliki misi dan motivasi untuk mengembangkan sebuah cara untuk mengajar musik dengan menggunakan metode temuannya sendiri. Singkat cerita ketika Harold berusia 20 tahun (1930), dia ditunjuk untuk mengelola seluruh rantai sekolah musik di AS. Sekolah Piano binaan Harold Rhodes pun seketika menjadi sangat terkenal. Kesuksesan yang dicapai oleh Rhodes muda tidak lain dikarenakan keberhasilan Harold Rhodes dalam meracik sebuah metode pengajaraan berbeda. Namun memasuki akhir dekade 30’an, dimana awal dari peristiwa perang dunia II meletus, kehidupan dari Rhodes berubah drastis.

Harold Rhodes dan Perang Dunia ke-II

B-47-Bomb

Pada saat perang dunia ke-II berlangsung, Rhodes membubarkan perusahaan pedagogisnya dan memutuskan untuk bergabung bersama Army Air Corps. Rhodes saat itu yang bertugas sebagai instruktur penerbangan di Greensboro, NC kemudian diutus untuk pergi melihat tentara-tentara terluka akibat perang. Di sana dia diminta untuk memberikan metode terapi bagi tentara-tentara. Rhodes yang hanya memiliki ilmu serta pengalaman sebagai seorang pengajar piano dan musik langsung memikirkan solusi untuk membuat sebuah piano agar dapat dimainkan di ranjang. Terdengar sebuah ide aneh awalnya, tetapi Rhodes sudah bertekad untuk membuat piano-piano tersebut sebagai alat terapi bagi para tentara yang terluka akibat perang.

Saat itulah Harold Rhodes datang dengan membawa konsep dan ide piano listrik sebagai sebuah alat terapi. Dia kemudian merancang prototype piano listrik yang awalnya terbuat dari bagian-bagian aluminium pesawat pengebom B-17. Entah secara sengaja atau tidak, tetapi pemilihan bahan dasar yang diambil dari almunium bekas sayap pesawat B-17 nampaknya memberikan feedback positif terhadap pembuatan piano listrik tersebut. Pipa almunium B-17 dinilai mampu mengeluarkan sebuah resonasi unik apabila dipotong sesuai dengan ukuran alat instrumen xilofon. Selain itu Rhodes menggunakan almunium B-17 nya juga untuk membuat garpu tala, sebuah alat yang digunakan untuk menyelaraskan nada-nada piano. Desain sederhana dengan hanya memiliki 29 tuts berjak 2.5 oktaf, dan simpel dengan berbentuk menyerupai sebuah koper kecil membuat ide ini sukses besar.

Rhodes menyebut penemuannya bernama Xylette, dan departmen perang tampak menyukainya, sehingga mereka menyusun rencana untuk memproduksi piano ini secara massal. Sesuai rencana awal Rhodes, piano tersebut digunakan sebagai alat bantu terapi untuk penyembuhan. Rhodes pun kembali mengajar, dimana kali ini Rhodes mengajari ratusan ribu tentara tentang cara memainkan piano elektronik tersebut melalui programnya, yaitu “Make And Play.” Atas ide dan jasanya yang brillian, Rhodes dianugerahi sebuah mendali penghargaan dan jika kalian melihat arsip manual Air Corps no.29, di sana terdapat penjelasan mengenai metode Rhodes.

Pasca Perang Dunia ke-II dan Lahirnya Fender Rhodes

Ketika perang dunia ke-II usai, Rhodes memutuskan untuk merambah ke dunia industri musik. Rhodes kembali menghidupkan ide mini pianonya dan berencana untuk memproduksinya secara massal. Dirinya berpikir bahwa ide ini akan sukses besar, karena memiliki beberapa keunggulan mulai dari segi bentuk, berat, dan harga jika dibandingkan piano pada umumnya. Rhodes kemudian mendirikan Rhodes Piano Corporation dan mulai memperkenalkan konsep pre-piano nya pada acara NAMM di tahun 1946. Hal ini menginspirasi Rhodes untuk mempelajari lebih dalam lagi mengenai elektronik agar dia bisa membuat komponen amplinya sendiri. Rhodes kemudian menambahkan mikrofon elektrostatik, dan speaker 6 inchi pada pre-pianonya. Hasilnya piano buatan Rhodes laku terjual seharga 99.95$.

Sempat mengalami frustasi karena para asistennya tidak serius dalam memproduksi piano buatannya, Rhodes bangkit kembali dan menemukan sesuatu yang baru. Rhode memproduksi piano baru dengan 72 tuts nada terinspirasi dari baby grand piano dan kemudian melakukan tur untuk mempromosikan piano model barunya tersebut. Menurut rumor beredar, tur tersebut sampai hingga ke telinga seorang Leo Fender. Sekilas info Leo Fender merupakan CEO dari Fender dan sudah dikenal membuat berbagai instrumen seperti Telecaster, Stratocaster, dan juga beberapa ampli klasik. Leo Fender kemudian menawarkan kerjasama kepada Harold Rhodes untuk membuat instrumen bersamanya.

Fender-Rhodes-Sparkle-Top

Awalnya terdengar seperti mendapat keberuntungan di siang bolong bagi Rhodes, karena dia berkesempatan untuk bekerja sama dengan perusahaan sebesar Fender. Tetapi hal ini berujung petaka, Leo sepertinya tidak menyukai ide-ide hasil gagasan dari Rhodes. Leo tidak menyukai piano dengan memiliki jangkauan nada-nada tinggi. Akibatnya kelahiran dari Fender Rhodes menimbulkan kesan pertama yang buruk. Fender Rhodes hanya memiliki 1 model piano dengan keseluruhan 32 not diisi oleh nada-nada bass atau jangkauan nada-nada rendah. Leo juga pernah menyuruh Rhodes untuk mengurung diri dalam sebuah bengkel dan membuat berbagai eksperimen.

Namun pada tahun 1964, ketika Rhodes sedang berada dalam bengkelnya, ia dikunjungi oleh 2 pria asing. Adalah Goddard Lieberson dan Don Randall dari CBS yang mengunjungi bengkel Rhodes pada saat itu. Singkat cerita CBS menawarkan kesepakatan kepada Rhodes untuk keluar dari Fender dan bergabung bersama mereka. Rhodes pun setuju untuk bergabung bersama CBS dan diluar dugaan pada 4 Januari 1965, CBS mengakusisi Fender dari tangan Leo seharga 13 juta dollar Amerika. Bersama CBS, inilah awal mula titik balik kesuksesan dari Rhodes. Karena CBS sudah mengakusisi Fender, Rhodes tidak perlu susah-susah merubah nama merk piano Fender Rhodes nya. Fender Rhodes kemudian mulai diproduksi secara massal, dan selain itu muncul berbagai generasi piano Fender Rhodes berbeda dari tahun ke tahun.

Baca Juga : Yanti Bersaudara : Anggrek Merah Review

Keunikan Dari Fender Rhodes

Kembali ke topik permasalahan awal, apa yang membuat Fender Rhodes dianggap sebagai penemuan musik terpenting abad-20, sehingga banyak musisi ternama menggunakan piano listrik jenis ini? Mungkin dalam benak, anda akan berpikir bahwa alasannya karena Fender Rhodes merupakan instrumen piano listrik pertama, sehingga keberdaanya begitu diminati. Well sebenarnya Fender Rhodes bukanlah instrumen piano listrik pertama yang ditemukan. Mundur beberapa dekade sebelum Rhodes dibuat, piano listrik sudah ditemukan dan terbagi menjadi berbagai tipe seperti Neo-Bechstein, VierlingFörster, dan Storytone. Kemudian bersamaan dengan lahirnya Fender Rhodes pada rentan tahun 1969 – 1974, muncul model piano listrik lainnya, yaitu Wurlitzer hasil rancangan dari Benjamin Miessner.

Tetapi kehadiran Wurlitzer nampaknya bukan sebuah masalah berarti bagi Fender Rhodes. Terbukti banyak musisi terkenal seperti Steve Wonder, Bill Evans, Herbie Hancock, Chick Correa, Keith Jarrett, John Paul Jones, Bob James, dan Joe Zawinul memilih untuk menggunakan Fender Rhodes sebagai instrumen andalan mereka. Tentu hal ini sudah menjelaskan secara langsung, bahwa ada sisi keunikan dimiliki Fender Rhodes dan tidak dimiliki oleh para kompetitornya. Keunikan apa itu? mari kita akan breakdown satu per satu.

Suistanable

Jika kalian familiar dengan instrumen piano klasik biasa, pada bagian bawah piano biasanya terdapat benda-benda dengan bentuk memanjang. Benda-benda tersebut dinamakan pedal, tetapi kemudian anda bertanya-bertanya apakah fungsi dari pedal-pedal tersebut? Dalam piano, pedal merupakan sebuah komponen penting yang berfungsi untuk memperkaya suara pada piano. Untuk memperkaya suara piano, pedal dapat melakukan berbagai cara seperti membuat nada bertahan lebih lama. Pedal juga dapat berfungsi untuk menonjolkan dinamika pada suara piano, sehingga akan meningkatkan level emosional pada sisi instrumen.

Kita akan fokus pada fungsi pertama dari pedal yaitu membuat suara nada piano bertahan lebih lama. Dalam istilah piano fungsi ini dinamakan sustain, dan pedal yang mengeluarkan fungsi ini disebut pedal sustain. Ketika sustain pedal ditekan, pedal akan menyebabkan nada bertahan mengeluarkan suaranya selama jangka waktu tertentu, meskipun jari anda sudah tidak lagi menyentuh tuts piano. Fungsi ini bisa digunakan untuk menambahkan legato, chromatic pada permainan piano. Selain itu fungsi sustain juga dapat digunakan untuk menghubungkan not dan akor secara stimultan dan membuat transisi perpindahan nada akor berjalan lebih mulus. Singkat kata fungsi sustain akan menambah motif suara instrumen piano menjadi terdengar lebih dinamis, berwarna, dan indah.

Fender Rhodes memiliki keunikan dari sisi sustain dibandingkan dengan piano listrik lainnya, seperti apa yang dikatakan oleh Jamie Saft.

Sebagai seorang pengguna Fender Rhodes, saya rasa Fender Rhodes memiliki sustain yang begitu indah. Semua piano elektrik lainnya seperti Wurlitzer nadanya tidak bertahan lama dan mati dengan cepat, tetapi Fender Rhodes berbeda, nada-nadanya akan bertahan selamanya. Instrumen ini memiliki suara bell-y, gling-y luar biasa, dan saya sangat menyukai suara itu. Bill Evans dulu pernah menggabungkan Fender Rhodes dengan piano akustik, dan perpaduan dari keduanya bagi saya menjadi suatu hal terpenting dalam hidup saya.

Jamie Saft (The Coalition of the Willing)

Perbedaan sustain yang dihasilkan oleh Fender Rhodes dengan piano listrik lainnya terdapat dalam mekanisme cara kerja dan komponen pada Fender Rhodes. Cara kerja Fender Rhodes sejatinya sangat sederhana dan tidak memiliki perbedaan signifikan terhadap cara kerja dari piano jenis lainnya. Menurut apa yang ditulis dalam buku panduan, sumber bunyi utama Fender Rhodes berasal dari bilah-bilah baja tine. Setiap bilah baja tersebut mewakilkan satu nada dalam piano, dan secara keseluruhan bilah-bilah tersebut memiliki frekuensi dasar dalam rentan 41 Hz, hingga 2,6 Khz. Spesifikasi frekuensi ini berlaku untuk model Fender Rhodes dengan menggunakan 73 tuts nada.

Fender-Rhoads-Cara-Kerja

Bilah-bilah tine baja yang terdapat pada bagian dalam Fender Rhodes dapat dianalogikan sebagai senar-senar pada gitar. Untuk membuat senar-senar tersebut mengeluarkan bunyi, harus ada gaya yang menghantam senar tersebut, dalam kasus ini senar akan berbunyi ketika senar dipetik menggunakan tangan. Hal itu juga berlaku dalam mekanisme cara kerja Rhodes, dalam kasus ini harus ada sebuah gaya untuk menghantam bilah-bilah baja tine tersebut. Ketika salah satu tuts ditekan, dibaliknya ada sebuah palu kayu kecil yang menempel pada setiap tuts, kemudian memukul bilah-bilah baja tine tersebut. Secara bersamaan getaran-getaran tersebut juga menggentarkan tone bar yang berada di atas setiap tine baja.

Sementara setiap tine baja juga terhubung dengan sebuah pickup yang berfungsi merubah getaran suara tadi menjadi gelombang sinyal elektromagnetik. Lalu gelombang sinyal elektromagnetik dikirim menggunakan sebuah kabel ke dalam kabel output yang terletak di samping dalam bagian piano. Sampai di output, gelombang elektromagnetik dikirmkan ke knob volume controller, knob bass boost, dan output amplifier eksternal yang terdapat di bagian depan keyboard. Dengan demikian suara piano dapat kita atur level suaranya, seberapa banyak suara bass yang ingin dihasilkan, dan dapat mengirimkan sinyal suara ke dalam amplifier eksternal.

Itulah mekanisme cara kerja dari Rhodes secara garis besar. Sejatinya mekanisme cara kerja ini diambil dari konsep akustik piano biasa, yang kemudian dirubah sumber suaranya, jika piano akustk berasal dari senar, Fender Rhodes berasal dari tine baja. Tetapi kembali pada fitur sustain unik milik Fender Rhodes, sebenarnya apa yang membuat fungsi sustain Fender Rhodes begitu unik? Rahasia terbesarnya terletak pada setiap tone bar. Fender Rhodes memiliki bentuk dan karakteristik tone bar tersendiri. Jika dibandingkan dengan tone bar dari piano listrik lainnya, Fender Rhodes memiliki tuning fork jenis berbeda yang disebut asymmetrical tuning fork.

asymmetrical tuning fork tidak memiliki bentuk berupa 2 cabang bilah besi simetris seperti tuninng fork pada umumnya. Asymmetrical tuning fork memiliki 2 cabang tetapi dengan ukuran, dan masa berbeda. Tone bar merupakan kaki bagian atas dari asymmetrical tuning fork, sedangkan tine baja merupakan kaki bagian bawah dari asymmetrical tuning fork. Keduanya bergetar dalam frekuensi dasar yang sama dan mampu menyimpan getaran hasil pukulan palu dengan waktu lebih lama. Jadi ini merupakan point utama untuk menjawab mengapa sustain dari Fender Rhodes mampu menahan bunyi nada dengan jangka waktu lebih panjang.

Variasi Warna Suara Pada Setiap Not

Konsep asymmetrical tuning fork terlihat sederhana tetapi ini memberikan pengaruh luar biasa terhadap permainan dan suara Fender Rhodes. Selain menghasilkan sustain dengan ketahanan nada lebih lama, asymmetrical tuning fork memiliki fitus khusus lainnya. Tone bar, dan pine baja memiliki tuning nada secara terpisah. Seperti dikatakan pada buku manual Fender Rhodes, tone bar mendukung beberapa variasi nada berbeda di kaki bagian bawah (tine). Kita asumsi bahwa nada G sebagai nada bagi tone bar, sedangkan tine secara sengaja dapat kita setel ke variasi nada berbeda seperti F, F#, G, G# atau A. Tetapi ajaibnya ketika kunci G ditekan, kita bisa mendengarkan nada G tetap kuat mendominasi, sedangkan nature reverb yang dihasilkan dari sustain secara tipis mengeluarkan nada berbeda sesuai hasil pengaturan nada dari tine. Fitur ini sangat berfungsi untuk transisi perpindahan kord menjadi lebih halus.

Selain melakukan adjusment pada pengaturan nada, pemain Fender Rhodes juga dapat melakukan adjustment pada kekuatan dalam menekan setiap tombol tuts. Piano listrik berbeda dengan piano jenis akustik, jika pada piano akustik ketika kita menekan tuts secara perlahan. Damper modul tidak terangkat dengan sempurna, sehingga palu yang memukul senar hanya menghasilkan getaran kecil. Akibatnya getaran kecil tersebut tidak memberikan respon sama sekali untuk mengeluarkan suara pada piano. Tetapi berbeda dengan piano listrik, jika kalian ingat setiap tine baja terhubung dengan sebuah pickup, sehingga getaran sekecil apapun akan tertangkap dan dirubah menjadi elektromagnetik oleh pickup tersebut. Akibatnya meskipun kita menekan tuts dengan kekuatan rendah, piano akan tetap mengeluarkan suaranya.

Tidak sampai disitu, peran asymmetrical tuning fork juga kembali berpengaruh pada tingkatan adjusment warna nada berdasarkan kekuatan dalam menekan setiap tuts. Jika tuts ditekan dengan power kecil, sinyal lemah yang diterima oleh pick gitar hanya berupa getaran dari tine baja, dan tidak ada getaran dari tone bar. Akibatnya suara yang dikeluarkan oleh piano terdengar seperti sebuah bel listrik, ringan tanpa mengeluarkan distrosi. Sebaliknya, jika tuts ditekan dengan power besar, sinyal kuat yang diterima oleh pick gitar merupakan kombinasi getaran dari tine baja dan tone bar. Akibatnya sura yang dikeluarkan oleh piano terdengar lebih keras dan mengeluarkan efek distorsi.

Adjusment ini memberikan variasi dari sisi tekstur pada setiap not, sehingga anda bisa menggunakan ini sebagai variasi warna suara meski hanya memainkan akor serupa. Variasi adjusment ini akan semakin terasa efeknya pada nada-nada bass piano atau nada dengan jangkauan lebih rendah seperti yang didemonstrasikan oleh Herbie Hancock. Belum lagi penambahan efek lainnya seperti, bass boost, efek dari eksternal amp, atau menggenukan efek vibrato jika dimainkan pada Fender Rhodes versi suitcase. Singkatnya nada-nada yang dihasilkan tidak akan mengeluarkan kesan monoton, dan linear.

Anda mungkin juga mendengar bagaimana ia (Fender Rhodes) merespons jari-jari Anda. Karena setiap nada-nadanya sangat unik. Fender Rhodes memiliki nada mereka sendiri dan mereka semua memiliki suaranya tersendiri. Setiap individu Rhodes yang saya rasa seperti sesosok orang dengan kepribadiannya masing-masing.

Jimmy LaValle (The Album Leaf)

Fleksibilitas Dalah Hal Orkestrasi Musik

Fender-Rhodes-Orchestration

Bertahun-tahun pada pertengahan dekade 60’an hingga awal 70’an para pemain jazz kesulitan mencari instrumen piano yang dapat mendominasi tetapi sekaligus juga dapat menyatu dengan elemen tekstur instrumen lainnya. Menurut Herbie Hancock instrumen akustik piano biasa tidak mampu melakukan kedua peran tersebut. Baginya suara instrumen akustik piano tidak memiliki karakter khusus untuk bisa dipadukan dengan instrumen lainnya.

Piano tidak termasuk dalam ornamen musik orkestra. Karena piano tidak dapat menyatu, dan piano terdengar seperti sebuah instrumen solois, seperti pada concerto contohnya. Piano digunakan sebagai instrumen solois, tetapi piano tidak menyatu dalam bagian orkestra tersebut, karena tidak bisa digabungkan dengan instrumen apapun dan tidak memiliki karakter untuk bisa digabungkan dengan instrumen apapun. Tetapi Rhodes dapat dipadukan dengan segalanya. Rhodes bisa bergerak seolah-olah menyelip diantara instrumen lainnya layaknya instrumen berkarakter akustik. Tetapi Rhodes juga mampu menjadi instrumen yang mendominasi, sehingga terdengar fleksibel

Herbie Hancock

Dalam posisi ini, Fender Rhodes seperti memiliki perpaduan peran antara menjadi akustik piano, dan digital piano namun tanpa menjadi salah satu bagian di antaranya. Saya memiliki suatu pandangan bahwa dalam suatu kesatuan musik, peran Fender Rhodes memiliki karakter sama percis dengan air. Menurut quotes terkenal dari Bruce Lee, air tidak memiliki bentuk, air bisa menyesuaikan bentuk sesuai dengan wujud tempat air itu ditampung, dan terpenting air bisa bergerak secara secara dinamis mengalir maupun menghantam. Demikian juga Fender Rhodes, Rhodes tidak memiliki bentuk suara baku. Suara setiap nada yang dikeluarkan dapat di adjust untuk mengeluarkan warna dan tekstur suara berbeda-beda. Fender Rhodes dapat ditempatkan pada posisi instrumen di mana saja. Rhodes dapat mengalir mulus sebagai instrumen pengiring, tetapi Rhodes juga mampu memberikan daya getaran yang menghantam ketika dipercaya menjadi leading instrumen.

Adaptif Terhadap Eksperimentasi Lintas Genre

Rhodes sejatinya tidak diciptakan dengan 1 model saja. Selepas Harold bekerjasama dengan CBC dia mengeluarkan beberapa jenis Fender Rhodes lainnya seperti Rhodes Mark II, Rhodes Mark V, Silvertop, dan lain sebagainya. Bahkan ketika Harold melepas model Mark I dari Fender Rhodes. Saat itu Fender Rhodes sudah memiliki 2 model, yaitu stage model,dan suitcase model. Pada dasarnya semua Fender Rhodes memiliki mekanisme dan cara kerja serupa, yang membedakan antara series hanya terletak pada kelengkapan fitur adjusment pada suara, dan material dasar Fender Rhodes. Sehingga penjabaran di atas jugs applicable dan berlaku untuk setiap series Rhodes.

Fender-Rhodes-Mark-V

Tapi tetap perbedaan jenis pengunaan Rhodes cukup berpengaruh terutama pada kelengkapan efek suara. Contohnya Rhodes dengan model suitcase dilengkapi dengan efek vibrato, dan amplifier, sedangkan Rhodes model stage tidak dilengkapi dengan efek vibrato dan amplifier. Tetapi keduanya dilengkapi dengan special effect devices. Ini menjadi bagian terpenting, dimana Fender Rhodes dapat dihubungkan pada eksternal ampli atau berbagai efek pedal seperti fuzz, wah, distortion, reverb, delay, dan pedal lainnya. Jadi selain menggunakan fitur sustain, dan tone coloring dari asymmetrical tuning fork, Fender Rhodes juga membuka eksperimen suara lewat fitur special effect devices nya ini. Bersamaan dengan ini Fender Rhodes memiliiki ragam suara yang dapat dimanipulasi, sehingga mampu menjangkau dan menyatu secara kolektif terhadap berbagai genre musik.

Harbie Hancock contohnya, mampu menyulap suara Fender Rhodes menjadi terdengar groovy, distorted, dan funky seperti yang dilakukannya pada lagu berjudul Chameleon. Tetapi berbeda halnya dengan Joe Sample yang memperlakukan instrumen Fender Rhodes dengan 180 derajat berbeda. Lagu seperti “In All My Wildest Dreams” menampilkan perspektif berlawanan dengan lagu Chameleon milik Herbie Hancock. soft, joyfull, dan elegan itulah kesan yang didapat ketika mendengar Fender Rhodes beraksi pada lagu milik Joe Sample tersebut.

Fender Rhodes juga mulai menyebar ke berbagai ranah musik diluar soul, jazz, dan pop. Dalam dunia rock, Ray Manzarek keybordis The Doors merupakan salah satu tokoh paling sentral yang menggunakan Fender Rhodes dalam musik rock. Pada awal kelahiran The Doors, Ray menggunakan Fender model lama buatan dari Leo dan Harold, dimana model Fender tersebut hanya memiliki 32 tuts nada bass. Tetapi kemudian ketika The Doors merilis album L.A Woman pada 1971, Ray merupakan peralatan Fender Rhodesnya dengan Fender Rhodes standard dengan 72 tuts nada. Sementara kuartet band rock legendaris asal Liverpool, Inggris The Beatles turut merasakan magisnya suara Fender Rhodes di penghunjung karirnya. Album studio terakhir mereka, Let it Be memasukan elemen piano Fender Rhodes. Bill Preston sang pianis yang memainkan Fender Rhodes dialbum ini menunjukan skillnya pada lagu-lagu seperti “I’ve Got A Feeling” dan “Get Back”.

Sementara band rock legendaris asal tanah Britania Raya lainnya, Led Zeppelin pernah berkesperimen dengan Fender Rhodes. John Paul Jones sang pianis menggunakan instrumen ini ketika Led Zeppelin melepas lagu berjudul “No Quarter”. Hasilnya lagu tersebut memiliki vibes berbeda dari kebanyakan karya-karya Zeppelin. Jimmy Page cs biasanya identik dengan karakteristik musik hard rocknya, tetapi hadirnya suara Fender Rhodes memberikan nuansa yang terdengar lebih meditatif dan mengawang-ngawang, seolah membuka sebuah portal imajinasi baru tanpa batas.

Fenomena yang terjadi ini seolah membenarkan statement dari John Medeski, seorang pianis jazz berkebangsaan Amerika. Ketika diwawancara, John memiliki pandangan sendiri mengenai Fender Rhodes yang seolah memiliki segala kemampuan untuk menyatu dengan berbagai bentuk genre dan musik.

Sebenarnya, pada titik tertentu instrumen ini (Fender Rhodes), terkandung beberapa genre musik di dalamnya, ini terdengar seperti sebuah mesin penanda genre musik Anda tahu? Suara. Maksud saya, ini percis sama seperti yang dilakukan hip hop. Ini menunjukkan kepada kita suara-suara ini membawa Anda ke suatu tempat. Tapi kemudian instrumen ini dapat digunakan dengan cara baru yang kreatif dan diciptakan kembali melalui musik. Anda tidak dapat memainkan dengan cara yang sama terhadap piano biasa. Karena Fender Rhodes memiliki suara lebih tebal. Tetapi suaranya akan berubah-ubah dan seolah tidak peduli dengan apa yang ada disekitarnya, suara instrumennya, juga memiliki sebuah kelembutan. Fender Rhodes dapat masuk dalam seluruh keadaan. Dengan cara bermain yang sangat berbeda. Fender Rhodes seolah memiliki alam semestanya sendiri.

John Medeski

Lahirnya Album-album Fender Rhodes Essential

Alasan utama mengapa Fender Rhodes begitu fenomenal adalah sangat sederhana, yaitu karena banyak musisi ternama yang menggunakan Fender Rhodes sebagai instrumen andalannya. Keempat poin di atas sebenarnya hanya alasan pendukung untuk menjelaskan mengapa musisi-musisi tersebut memilih instrumen Fender Rhodes dibandingkan dengan instrumen piano listrik lainnya. Semakin banyak musisi handal menggunakan Fender Rhodes semakin banyak album-album essensial sepanjang masa tercipta, dan itu nyata adanya. Ada begitu banyak album-album essential bertebaran diluaran sana yang melakukan glorifikasi terhadap peran Fender Rhodes, tetapi bagi Jamie Saft, album Bitches Brew milik Miles Davis yang dirilis pada tahun 1970 membuka jalan Fender Rhodes untuk memulai masa triumphant nya.

Pada dekade 60’an hingga 70’an jazz secara bertahap menghilang dari stasiun radio musik-musik populer. Alasannya karena semakin hari jazz semakin merangkak menuju arah musik lebih eksperimental, penuh improvisasi, dan sudah tidak memandang kaidah-kaidah musik komersil. Rilisnya Bitches Brew pada awal dekade 70’an seolah memimpin pergerakan untuk menegaskan bahwa musik jazz merupakan puncak piramida dari karya musik berikutnya, setelah puncak tersebut ditinggal oleh Beethoven dan Mozart. Saat itu Miles Davis memiliki reputasi terhomat dan terpandang di kalangan pecinta jazz dan dia juga memiliki banyak penggemar. Menurut autobiografinya, Miles ingin menghadirkan sesuatu yang baru pada Bitches Brew, dia ingin memperlebar “kanvas” musiknya dalam hal ini durasi dan penambahan musisi.

Sebanyak 13 musisi tamu, dan 3 hari sesi rekaman, album berdurasi 1 jam setengah ini akhirnya rampung. Tetapi yang membuat album ini mind-blowing, Miles Davis membawa 3 orang pianis Fender Rhodes sekaligus, yakni Herbie Hancock, Chick Chorea, dan Joe Zawinul. Mendengar ketiga master pianis Fender Rhodes bermain secara stimultan merupakan sebuah kesempatan langka dan saya yakini tidak akan pernah terjadi lagi. Selain daya tarik permainan echo saxophone milih Miles, peran Fender Rhodes di album ini mencuri perhatian secara totalitas. Variasi tone mid-treble-bass, hingga solo-solo epik dari Chick Chorea turut memberikan wow faktor pada album ini dari segi sudut pandang Fender Rhodes.

Bitchew Brew seolah seperti pivot untuk mempertemukan ketiga pianis legendaris Fender Rhodes dalam satu karya musik transendtral. Herbie Hancock, Chick Chorea, dan Joe Zawinul sangat berperan besar terhadap masa depan Fender Rhodes. Herbie Hancock merupakan pionir sebenarnya dari Fender Rhodes. Selama berkarir baik bersama Miles Davis, solo karir, dan menjadi musisi tamu Herbie sudah banyak mendorong potensi Fender Rhodes menjadi lebih unik namun disukai banyak orang. Herbie Hancock mengenalkan style fusion jazznya dan banyak memodifikasi suara Fender Rhodes ke teritori yang belum terpikirkan sebelumnya.

Selama bersolo karir, Herbie banyak menelurkan album essensial album Head Hunters terasa spesial. Karena diantara album Herbie yang lainnya, album ini memiliki pencapaian paling sukses secara komersil, tetapi secara bersamaan peran Fender Rhodes di album ini begitu dominan dan berbeda. Album ini menampilkan permainan instrumen Fender Rhodes dengan karakteristik lebih groovy, up beat, dan funky tentunya. Tidak hanya itu saja, pada album ini, Herbie juga mulai unjuk gigi dengan permainan solo-solo Rhodesnya yang atraktif.

Jika bersama Bitch Brew, Herbie membawa Rhodes ke level eksperimental. Namun pada album Head Hunters, Herbie membawa instrumen Rhodes ke ranah yang lebih ringan dan komersil. Head Hunters dianggap sebagai salah satu album jazz yang dapat membawa kembali musik jazz ke peta musik mainstream setelah 3 tahun berikutnya status itu semakin diperjelas dengan hadirnya album Breezin’ milik George Benson. Sementara ketika Herbie Hancock berkolaborasi bersama Stevie Wonder pada album Songs in the Key of Life tahun 1976, sekali lagi Herbie membawa pendekatan berbeda dengan permainan instrumentnya itu. Pada lagu berjudul “AS” Herbie merubah peran Rhodes untuk dapat bersinergi dengan elemen-elemen musik soul eksotis milik Stevie.

Sementara Herbie Hancock semakin memasuki ranah mainstream bersama dengan Rhodesnya, lain halnya dengan kedua rekan Herbie yakni Joe Zawinul dan Chick Corea. Keduanya masih tetap di ranah musik dengan pendekatan eksperimental, meski output musik dari masing-masing berbeda. Joe Zawinlul sudah pernah mencicipi berbagai posisi dalam instrumen baik itu menjadi seorang leader atau hanya sebagai sider, tetapi kebersamaan Joe dengan Weather Report disebut-sebut sebagai puncak dari karirnya. Black Market album studio ke-7 milik Weather Report menjadi salah satu “arsip” kejeniusan dari seorang Joe. Pada album ini, Joe menggabungkan suara Rhodes dengan berbagai efek eksternal seperi Mu-tron dan wah-wah pedal. Selain itu juga Joe memberikan momen-momen solo pianonya yang begitu fenomenal pada album ini, simak saja track seperti “Gibraltar”, “Herandnu”, dan “Cannon Ball”.

Sementara Chick Corea membawa Rhodes ke peranan paling menonjol bersama bandnya, Return to Forever. Light As A Feather disebut-sebut sebagai salah satu album musik terbaik dengan mengedepankan peran Rhodes seutuhnya. Selain menggabungkan Rhodes dengan berbagai efek, permainan virtuoso dari Chick Corea sangat berpengaruh dalam mengangkat peran Rhodes ke level berikutnya. Permainan atraktif Corea diiringi dengan delivering kecepatan tangan luar biasa, mampu memproyeksikan peran Rhodes di album ini seperti sebuah sax yang menari-nari di atas tempo swing jazz.

Baca Juga : George Benson : Livin’ Inside Your Love Review

Apa Selanjutnya?

Bersama CBS, Harold mengembangkan beberapa model piano listrik lainnya. Sempat pada tahun 1974 nama “Fender” tidak lagi digunakan dan hanya menyisakan nama Rhodes pada merk dagangnya. Tetapi pada tahun 1984 produksinya dihentikan, dan 3 tahun berselang perusahaan asal Jepang, Roland mengakusisi CBS dari tangan Bill Schultz. Roland mengembangkan versi digital dari Rhodes dan kemudian meluncurkan 2 model yaitu Roland MK-60 dan Roland MK-80. Tetapi Harold Rhodes tidak menyukai kedua suara piano tersebut, baginya suara dari MK-80 terdengar menggelikan. Suaranya sudah terdengar sangat digital oriented dan terksean datar. Selepas keluar dari Roland, pada tahun 1996 Harold ingin mengembangkan kembali Fender Rhodes versinya sendiri. Tetapi di tahun yang sama Harold terkena serangan stroke dan 4 tahun kemudian tepatnya pada Desember 2000 Harold meninggal karena komplikasi pneumonia. Harold meninggal di usianya yang ke-89 tahun.

Masa keemasan dari Fender Rhodes dapat dikatakan berada pada dekade 70’an hingga dekade 80’an, tetapi pada dekade 90’an masih cukup banyak musisi yang menggunakan Fender Rhodes. Portishead misalnya, yang menggunakan instrumen ini ketika menginjak dekade 90’an. Band trip-hop eksperimental asal Bristol, Inggris ini memasukan elemen Fender Rhodes ke dalam album fenomenalnya, Dummy yang dirilis pada tahun 1991. Kemudian musisi elektronik asal Chelmsford, Squarepusher memberikan peran pada Fender Rhodes untuk lebih menonjol bersamaan dengan instrumen elektronik lainnya.

Era kejayaan hip hop pada dekade 90’an secara tidak langsung mengangkat kembali peran Rhodes lewat budaya sampling nya yang kental. Rapper-rapper ternama seperi Mos Def, The Roots, 2PAC, De La Soul, dan Mobb Deep sering memasukan sampling-sampling dari lagu Herbie Hancock, Donny Hathaway, Stevie Wonder, dan Joe Sample ke dalam musiknya. Saya tau ini tidak akan membuat orang secara langsung menaruh perhatiannya pada suara Fender Rhodes, karena mereka akan lebih fokus pada sang rapper. Tetapi perlahan namun pasti sebagian orang akan penasaran dengan lagu-lagu sampling yang digunakan dan kemudian mencari lagu aslinya. Disanalah ada kemungkinan, dimana orang-orang tersebut akhirnya dapat mulai mengenali karakteristik dari suara Fender Rhodes.

Lantas bagaimana “kehidupan” Fender Rhodes di abad ke-21 ini? Selepas Harold meninggal, pada tahun 2007 Rhodes Piano Corporation kembali beroperasi. Rhodes Piano Corporation juga meluncurkan model Rhodes MK7 pada tahun 2011, dan di tahun 2022 mereka berencana untuk meluncurkan model baru dari Rhodes dengan nama Rhodes MK8. Rhodes Piano Corporation menjanjikan bahwa seri Rhodes MK8 ini nantinya akan memiliki suara layaknya suara orisinal dari Rhodes yang berjaya pada dekade 70′ hingga 80’an. MK8 siap diluncurkan pada tahun 2022, dengan diproduksi hanya sebanyak 500 unit saja.

Itu dari sisi kebangkitan kembali Rhodes pada abad-ke 21, lantas bagaimana kehidupan Rhodes pada industri musik di abad 21 ini? Well jika kalian cukup jeli melihat arah industri musik saat ini, banyak artis dan musisi pendatang berlomba-lomba untuk membuat musik dengan nuansa vintage dan old-school yang kental. Ini dapat menjadi peluang Fender Rhodes untuk kembali menggeliat dalam industri musik, bahkan ini sudah terjadi pada saat ini.

Industri musik terbesar saat ini, KPOP sudah menggunakan Fender Rhodes sejak 7-8 tahun silam. Selain merancang lagu elektronik, hip hop yang energik dan danceable, para artis KPOP juga rajin membuat lagu-lagu bernuansa Pop / RnB ballad. Pada jenis lagu ini anda akan dengan sangat mudah menemukan elemen Fender Rhodes melekat pada setiap lagu. Dengar saja beberapa lagu dari KISS, Jeong Seul Gi, Zion.T, Jonghyun, Lovelyz, dan ratusan lagu ballad Kpop lainnya anda akan mendengar suara Fender Rhodes ditempatkan di tengah dan di depan pada tata letak mixing lagu. Tentu jika dibandingkan dengan era terdahulu, implementasi Fender Rhodes memiliki fungsi dan peran berbeda.

JIka dulu sumber suara Rhodes, dapat dimaksimalkan hingga ke tingkat permainan virtuoso dan experimental. Sementara sekarang jika yang saya dengar pada lagu-lagu KPOP, implementasi Rhodes digunakan untuk memberikan statement “lagu ini akan memberikan kesan retro fetish, dengan nuansa classy nightime elegan”. “Lagu ini akan membawa anda kembali pada perasaan nostalgia terdahulu”. Singkat kata peran Fender Rhodes di era sekarang, concern nya hanya memberikan bumbu-bumbu retro-ish. Tetapi Rhodes tetaplah Rhodes, suaranya akan selalu terdengar khas meskipun pemakaiannya sudah tidak diultilisasi lagi seperti dahulu. Saya tidak bilang ini bagus atau tidak, karena pembahasan kali ini hanya menunjukan bahwa sampai saat ini Fender Rhodes masih digunakan dan jika dilihat dari perspektif tersebut, hal tersebut bersifat baik adanya.

Perjalanan Rhodes sudah mencapai 5 dekade lebih, tetapi keberadaanya hingga sekarang masih terus menginspirasi genreasi muda untuk memberi kesempatan pada mereka mengembangkan kreatifitasnya. Melakukan sebuah eksperimen, berkreasi tanpa batas, dan memaksimalkan potensi dari Rhodes itulah resep rahasianya untuk menciptakan musik berumur panjang. Untuk memberikan kesimpulan ringkas pada artikel kali ini, saya akan menganalogikan temuan Rhodes seperti manusia menemukan energi nuklir. Jika diperlakukan secara baik, Rhodes akan memberi anda warna musik ekspresif, dan memberikan kesan keindahan yang belum ditemukan pada musik sebelumnya. Tetapi sebaliknya, jika Rhodes tidak digunakan secara bijak, Rhodes dapat menghancurkan seluruh tatanan musik yang ada hanya dalam sekejap.

Kembali pada pertanyaan awal, bahwa apakah Rhodes merupakan penemuan terpenting pada abad-20. Jawabannya tentu tidak secara absolut orang akan menjawab 100% ya, karena tentunya ada perbedaan perspektif. Tetapi disini saya sudah menjabarkan secara historis mengenai betapa berpengaruhnya Fender Rhodes terhadap industri musik. Sehingga jawaban menurut perspektif saya, YA Fender Rhodes merupakan SALAH SATU penemuan musik terpenting pada abad ke-20, bahkan pada sejarah umat manusia sekalipun.

Baca Juga : Album Soul Terbaik Diluar Rilisan Motown & Stax Records

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share via
Copy link