FeaturesFunkPopR&BSoul

Marvin Gaye – What’s Going On – Sebuah Statement Yang Terus Mempertanyakan Kondisi Dunia  

What's-Going-on-Cover-Album-Marvin-Gaye

“What’s Going On, sebuah masterpiece yang diciptakan oleh Marvin Gaye agar setiap orang mampu melihat dan menyadari apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan di sekitarnya. Catatan yang tidak hanya sekedar menjabarkan setiap akar permasalahan umat manusia, tetapi ini menjadi bukti konkrit bahwa kebebasan bersuara dapat membungkam praktik eksploitasi dan monopoli kapitalisme pada industri musik.”

Marvin Gaye mungkin pantas disebut sebagai salah satu orang paling romantis yang pernah hidup di muka bumi. Dikenal sebagai penyanyi bergaya soul, jazz, dan R&B, Gaye telah membuat karya-karya brilian dalam menafsirkan makna serta pahit manisnya hubungan asmara. Dia menjadi salah satu pria yang merasakan kesuksesan paling masif dalam bidangnya. Menjadi poster-boy untuk Motown records, dideklarasikan oleh publik sebagai pangeran musik soul, dan menembus Top 10 R&B chart Amerika sebanyak 25x hanya ia lakukan dalam jangka waktu 1 dekade yakni pada era 60’an.

Marvin-Gaye-1970

Bagian I : Kehidupan Awal Marvin Gaye

Marvin-Gaye-Young

Bagi sang pendiri Motown records Berry Gordy, suara emas Gaye tidak hanya cocok untuk menyanyikan hal-hal yang berkaitan dengan cinta dan romantisme. Suara Gaye mampu dimanfaatkan maksimal oleh Gordy sebagai aset pencetak jutaan Dollar. Hampir seluruh single yang dirilis Gaye selalu menuai prestasi memukau dan begitu laku di pasaran. “Ain’t That Peculiar“, “How Sweet It Is (To Be Loved By You)“, dan “I Heard It Through the Grapevine” adalah sepersekian bukti dari kesuksesan Gaye bersama Motown dalam memonopoli pasar musik soul dan R&B di Amerika. Sayangnya sisi romantisme dan kesuksesan Marvin Gaye dalam dunia tarik suara tidak bisa direplikasi kan seutuhnya dalam sisi personal dan kehidupan pribadinya.

Masa Kecil Marvin Gaye

Marvin-Gaye-Child

Marvin Gaye adalah seorang paling bertalenta yang pernah kukenal, salah satu musisi yang paling memiliki pemikiran kreatif, tetapi dia adalah seorang yang sangat bermasalah dalam sisi batinnya

Smokey Robinson

Marvin Pentz Gay.Jr (Marvin Gaye) lahir pada 2 April 1939 di Washington D.C, Amerika Serikat. Ayahnya bernama Marvin Gay Sr. adalah seorang pendeta, sedangkan ibunya bernama Alberta Gay merupakan ibu rumah tangga. Gaye merupakan anak ke-2 dari 4 bersaudara, ia memiliki 2 orang saudara perempuan bernama Jeanne dan Zeola, dan seorang saudara laki-laki bernama Frankie. 

Gaye hidup di lingkungan, dimana Ayahnya menjalankan sistem kepatuhan terhadap agama dengan pendekatan yang konservatif dan cenderung ortodoks dalam penerapannya. Ayahnya memberlakukan sejumlah aturan dan kedisiplinan yang ketat dan kaku kepada anak-anak nya. 

Pada saat itu saya merasa ayahku sangat ketat terhadap kedisiplinan, tetapi yang menjadi masalah ayahku dengan saudaraku (Marvin Gaye) adalah ayahku tidak mengetahui bahwa Marvin memiliki jiwa kebebasan dalam dirinya, sehingga dia merasa tidak suka ketika diperintahkan untuk berbuat sesuatu.

Jeanne Gay
Marvin-Gaye-Sr

Marvin Gaye mulai bernyanyi pada usia 4 tahun di gereja, dan ia mulai bermain piano. Menginjak usia 7 tahun Gaye mendapat perlakukan kekerasan dari ayahnya sendiri. Ketika Gaye melanggar aturan ia akan dipukuli oleh Ayahnya dan ayahnya tidak ragu mencambuk nya dengan sabuk. Ketika Gaye memiliki ketertarikan dengan hal-hal di luar berbau keagamaan, ayahnya seolah mengutuk dirinya bahwa apa yang ia lakukan berasal dari perbuatan iblis, dan kembali menghukumnya. Gaye menerima perlakuan abusive dari ayahnya sampai ia beranjak remaja. 

Semua anak sangat takut padanya, saya mencoba untuk melindungi mereka sebaik mungkin, tetapi saya sendiri sangat ketakutan. Suami saya adalah pria yang menakutkan. Aku takut dia akan memukulku. Ketika saya mencoba untuk menghentikan tangannya, dia akan mendorongku kembali dan kemudian masuk dan memberi mereka cambukan yang lebih buruk hanya karena aku mencoba menghentikannya.

Alberta Gay

Dengan cepat Gaye mendapat masalah pertamanya di usia dini, dimana atas perlakuan ayahnya ini menimbulkan rasa trauma dan depresi mendalam pada dirinya. Dia menceritakan pada David Ritz, bahwa jika saja ibunya tidak hadir sebagai penenang jiwanya, mungkin saja dia menjadi salah satu anak yang berakhir dengan kasus bunuh diri. Gaye menjelaskan hubungan kompleks dengan ayahnya, bahwa ayahnya bisa menjadi sosok figur inspiratif, tetapi secara drastis berbalik menjadi seorang raja kejam dan otoriter. 

Marvin-Gaye-Military.jpg

Pada usia 11 tahun Gaye memutuskan untuk mengejar karir profesional sebagai penyanyi. Dia bergabung bersama beberapa grup Dop-Wop lokal setempat. Tentunya hal tersebut ditentang oleh ayahnya, dan dia mengusir Gaye dari rumah. Pada usia 17, Gaye berhenti sekolah dan mengikuti seleksi kemiliteran angkatan udara Amerika Serikat. Namun karena merasa tidak cocok dengan serangkaian tugas yang diberikan, Gaye memalsukan dokumen kesehatan mentalnya. Lalu ia juga menolak sejumlah perintah dari sersannya, membuat Gaye dikeluarkan dari unit angkatan udara. 

Berdirinya The Marquee dan New Moonglows

The-Moonglow

Bersama rekannya, Gaye membuat kuartet grup vokalnya bernama The Marquee. Mereka kemudian mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan salah seorang figur blues, R&B ikonik, Bo Diddley. The Marquee kemudian menjalin kerjasama dengan Bo Diddley dan pindah dari Washington ke New York.

Bo Diddley mendaftarkan mereka pada label Columbia records, dan The Marquee merilis 2 buah lagu dengan judul “Wyatt Earp” dan “Hey, Little School Girl”. Namun karena debut mereka tidak sesuai ekspektasi, The Marquee dikeluarkan dari label. 

Seluruh anggota The Marquee pergi ke Howard Theater untuk menyaksikan penampilan dari salah satu grup R&B asal Amerika, the Moonglows. Pada saat itu the Moonglows tengah dilanda konflik antara sesama member, sehingga salah seorang vokalis mereka Harvey Fuqua memisahkan diri dan membentuk grup baru.

Bo Diddley pada saat itu meminta Fuqua untuk berkolaborasi dengan The Marquee. Akhirnya ia sepakat dan menemui seluruh personil the Marquee termasuk Gaye. Fuqua mengajari seluruh personil The Marquee cara menulis, menyanyi, dan mengaransemen lagu dengan benar. Karena Fuqua baru saja mendirikan grup baru, ia memutuskan untuk mengajak seluruh personil The Marquee bergabung dengannya dan membentuk grup baru bernama Harvey & the Moonglows (New Moonglows). 

Bo-Diddley

Gaye dikenal dengan ciri khas tarikan vokalnya yang lembut, optimis, dan berkilau. Meskipun terkadang dia menyanyikan lagu-lagu patah hati, berkat vokalnya apa yang ia nyanyikan seperti seluruhnya mengeluarkan citra positif serta mampu menggetarkan emosi dan gairah pendengarnya. Butuh pengorbanan besar bagi seorang Gaye untuk memperoleh suara emasnya. Terkadang dalam sesi rekaman, Gaye kerap dicaci dan dibully. Ini menjadi seri depresif selanjutnya bagi Gaye, namun ia segera bangkit dan membuktikan bahwa ia mampu bernyanyi dengan luar biasa. 

Bulan pertama bersama Moonglows bagaikan impian yang menjadi kenyataan bagi Gaye. Hari-harinya selalu dihabiskan dengan menghadiri sesi rekaman, mengenakan pakaian tuksedo berkilau dan menyanyikan lagu-lagu brilliant, serta ia juga diminta tampil sebagai penyanyi latar untuk beberapa musisi ternama yang tergabung dalam Chess records. New Moonglows pernah berada di studio bersama sang legenda hidup rock ‘n’ roll, Chuck Berry untuk menggarap lagu “Back in the USA”.

Moonglow-Chuck-Berry

Kebahagiaan yang dirasakan Gaye tidak berlangsung lama, salah satu vokalis lama Moonglows, Bobby Lester menghampiri Fuqua untuk meminta bergabung kembali bersama band. Terpaksa Gaye harus berbagi panggung dengan Lester, dimana itu tidak memakan waktu lama dalam menyulut konflik kecemburuan di antara keduanya. Mereka kerap mendapat perlakuan rasial, ketika manggung pada sejumlah gedung pertunjukan dan bar.

Keadaan semakin parah, sehingga membuat Gaye menenangkan diri dengan cara menghisap rokok ganja. Pada titik inilah Gaye mulai berkenalan dan menyentuh zat-zat bersifat adiktif dalam hidupnya. Baginya merokok ganja dapat membawanya pada hubungan spiritual terhadap proses kreatif bermusiknya, percis seperti apa yang dialami oleh Bob Marley.

Akhir dekade 50’an, Gaye memainkan pertunjukan terakhirnya bersama Moonglows di Howard Theater. Ibunya Marvin Gaye menonton aksi pertunjukan tersebut, sedangkan ayahnya tidak. Posisi dirinya yang tidak lagi menjadi bintang utama Moonglows, mendorong Gaye untuk memulai karir sebagai penyanyi solo. Alih-alih membiarkan Gaye keluar dari Moonglows, Fuqua memutuskan untuk ikut bersama Gaye. Gaye dan Fuqua memutuskan untuk pindah dari Washington ke Detroit. 

New-Moonglows

Bergabungnya Marvin Gaye Dengan Motown

Marvin-Gaye-Anna-Gordy-Harvey-Fuqua-Gwen-Gordy

Di sana Fuqua mendirikan toko nya sendiri yang bernama Fuqua Label. Sementara di sisi lain, mantan petinju Berry Gordy memutuskan untuk mendirikan sebuah label. Tammi dan saudari Gordy, Gwen sudah mendirikan label lebih dulu dengan nama Anna Records (nama Anna berasal dari nama saudari Gordy lainnya). Fuqua dan Gwen bertemu untuk urusan bisnis, namun tidak lama keduanya menikah. Saat itu Gordy baru saja mendirikan perusahaan rekamannya sendiri bernama Motown. 

Fuqua memperkenalkan Marvin Gaye pada Anna Gordy dan Gwen. Tidak lama Gaye diperkenalkan dan tampil di hadapan Gordy pada Desember 1960. Gaye bergabung bersama Motown dan pada saat itu, dia juga menikah dengan Anna Gordy meski perbedaan usia keduanya terpaut 17 tahun. Penampilan perdana Gaye bersama Motown adalah menjadi pemain sesi drum dan piano panggung bagi Smokey Robinson

Berry-Gordy

Setelah pembicaraan Gaye dengan Anna, Gaye mantap untuk memutuskan membuat album studio perdananya. Namun itu tidak langsung mengantarkan Gaye pada kesuksesan secara instan. “The Soulful Moods of Marvin Gaye” yang menjadi debut album baginya, gagal di pasaran. Dirinya menyadari bahwa untuk menjadi sukses seperti rekan-rekannya di Motown dia harus memainkan peranan yang sama, yaitu bagaimana suaranya agar didengar oleh masyarakat komunitas kulit hitam, sebelum merambah pada komunitas yang lebih luas. 

Setidaknya strategi yang diterapkannya kali ini lebih berhasil. Dengan segera Gaye mulai mencetak album dan lagu-lagu hits. Secara perlahan namun pasti, Gaye mulai menampilkan dominasinya dalam jajaran artis Motown. 

Marvin adalah penyanyi yang luar biasa, salah satu yang terhebat. Marvin selalu terlambat, pada suatu titik saya hendak melakukan sesi studio bersama Marvin yang seharusnya dimulai pada jam 7 malam, saya memberi tahu Marvin bahwa itu dimulai pada jam 6, dan dia masih belum datang hingga pukul 8. Tapi ketika dia sampai di sana dia akan melakukan hal-hal yang tidak berani anda lakukan ketika mulai bernyanyi. Dia membuat lagu-lagu saya terdengar seperti lagu dengan karakternya sendiri, karena dia menyanyikannya seperti dia mengetahui apa yang sebenarnya belum terjadi.

Smokey Robinson

Bagian II : Masa-Masa Suram Amerika dan Marvin Gaye

Civil-Rights

Ketika Gaye mulai menemukan ritme nya dalam karir musik bersama Motown, lingkungan kehidupan di sekitarnya mengalami perubahan begitu drastis. Amerika mengalami serangkaian peristiwa yang menimbulkan keadaan traumatis dan depresif bagi sebagian besar warga sipil Amerika. Meledaknya perseteruan Vietnam dan Amerika telah menimbulkan perang Vietnam yang tidak berhenti bergejolak selama rentang dekade 60’an.

Aksi Kebrutalan Polisi, Peristiwa Alabama, Civil Rights, & Malcolm X

Alabama-Child-Crusade-Police-Brutality

Sementara itu organisasi kulit hitam, “civil rights”  yang tengah berjuang untuk memperoleh hak-hak kesetaraannya mulai mendapat resistensi dari sisi pemerintahan. Tidak jarang “civil rights” turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasinya dan tidak jarang juga berakhir dengan anarkisme dan kekerasan. Seiring berjalan waktu, kasus kekerasan dan pelecehan rasial yang dilakukan oleh polisi kepada masyarakat kulit hitam terus meningkat. Kasus demi kasus kebrutalan polisi mulai terjadi dan salah satu peristiwa yang paling terkenal ialah peristiwa Birmingham, Alabama pada tahun 1963.

2 Mei 1963, sebanyak 700 anak kulit hitam berkumpul di gereja baptis 16th street untuk menuju pusat kota Birmingham. Martin Luther King Jr. dan organisasi SCLC menjadi pemimpin bagi anak-anak tersebut untuk melancarkan protes secara damai mengenai kebijakan segregasi yang terjadi antara masyarakat kulit hitam dan kulit putih di sana. Peristiwa ini menjadi dikenal dengan sebutan “Children’s Crusade”. Ketika ratusan anak sedang melancarkan aksinya, sang komisaris keamanan publik setempat, Eugene “Bull’ Connor mengerahkan polisi dan petugas pemadam kebakaran untuk mengatasi mereka. 

Ratusan demonstran disemprot dengan selang air bertegangan tinggi, kemudian diserang oleh anjing-anjing dan tongkat milik polisi. Beberapa demonstran turut ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara selama beberapa hari. Berita ini tersorot ke dalam warta berita internasional, sehingga membuat warga dunia geram dan mengecam peristiwa kekerasan ini. Aksi protes berakhir pada 10 Mei 1963, ketika pejabat kota setempat menyetujui tuntutan para demonstran dan pejabat kota setuju untuk membebaskan para demonstran yang dijebloskan ke penjara. 

Namun para pendukung segregasi tidak senang atas putusan ini. Pada malam 11 Mei 1963, terjadi serangkaian peristiwa pemboman lokal yang menewaskan 4 orang anak wanita. 2 tahun berselang tepatnya 2 Februari 1965 seorang pejuang dan aktivis hak asasi kulit hitam, Malcolm X dijadwalkan untuk tampil menjadi pembicara pada sebuah organisasi persatuan kulit hitam di Audubon Ballroom, Manhattan. Ada sekitar 400 orang datang menghadiri pertemuan tersebut. Di antara kerumunan seseorang meneriaki Malcolm dengan seruan rasisme. 

Malcolm-X

Ketika Malcolm dan pengawalnya berusaha menenangkan keributan, tiba-tiba seseorang yang berada di kursi paling depan beranjak, mengeluarkan senjata api, dan menembak Malcolm tepat mengenai dadanya. Kemudian dua orang lainnya naik ke panggung dan membredeli tubuh Malcom dengan peluru. Malcolm terkena 21x tembakan dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Pukul setengah 4 sore, sesampainya di Columbia Presbyterian Hospital, Malcolm X langsung dinyatakan meninggal. 

Merefleksikan Ulang Peranan Karir Seorang Marvin Gaye

Marvin-Gaye-1965

Sepertinya saya harus melakukan pencarian jiwa untuk melihat apa yang ingin saya katakan

Marvin Gaye

Pada tahun 1965 menjadi titik balik bagi Marvin Gaye untuk mulai mempertanyakan eksistensi dan peranannya sebagai musisi dan juga sebagai makhluk sosial. Melihat kekerasan rasialisme, pembunuhan, dan peperangan yang terus terjadi disekitarnya mendorong Gaye untuk bersuara menanggapi kasus-kasus tersebut. Tetapi disaat yang bersamaan Berry Gordy sudah menetapkan aturan khusus bagi setiap musisi dan penyanyi Motown. Gordy melarang keras setiap artis Motown untuk terlibat dalam aktivitas dan kampanye yang berhubungan dengan gerakan-gerakan politik tertentu. 

Pada saat itu setiap artis Motown menyelesaikan pendidikannya dan dilatih agar mereka sejauh mungkin terhindar dari jebakan-jebakan kontroversi termasuk dunia politik. Namun sifat Gaye berbeda, dia menjadi pembangkang sejati bagi Gordy. Ketika seluruh artis Motown mengambil kelas dansa, Gaye menolaknya. 

Marvin-Gaye-&-Motown

Gaye kerap berselisih paham dengan Gordy terkait masalah visi dan pandangan mereka sebagai bermusik. Dia menilai bahwa dirinya bukanlah seorang musisi yang senang tampil langsung, melainkan musisi yang lebih senang menghabiskan waktunya di studio rekaman. Sementara Gordy terus memaksanya untuk tetap tampil, dan belakangan Gordy malah mencarikan pasangan duet penyanyi wanita untuk mendampingi Gaye dalam merekam lagu maupun pertunjukan live. Bergabungnya Gaye bersama Motown tidak membuat kehidupan personal nya membaik, yang terjadi justru sebaliknya. 

“Keberhasilan saya tampaknya tidak nyata. Saya tidak pantas mendapatkannya. Saya tahu saya telah melakukan lebih banyak. Aku merasa seperti boneka—boneka Berry, boneka Anna. saya punya pemikiran sendiri dan saya tidak menggunakannya”

Marvin Gaye

Marvin Gaye, Adiksi Terhadap Kokain & Perilaku Destruktif

Motown-1967

Pada tahun 1967, Motown berevolusi dari yang tadinya hanya sekedar wadah bagi masyarakat kulit hitam untuk mengekspresikan diri, menjadi sebuah perusahaan raksasa multi milyuner. Meski revenue Motown meningkat, itu tidak menjadikan setiap karyawan dan staff Motown turut mencicipi kesejahteraan perusahaan dimana tempat mereka bekerja. Gordy tidak menaikan gaji para staff dan karyawan, akibatnya mereka merasa bahwa Gordy tidak memperhatikan kesejahteraan mereka lagi. Sejumlah penulis lagu, manager eksekutif memutuskan keluar dari Motown. Begitu juga dengan Harvey Fuqua yang memutuskan hengkang dari Motown terkait masalah royalti.

Hal ini juga turut menimpa Marvin Gaye. Faktanya meskipun Gaye sudah mencetak puluhan juta dolar bagi Motown, dirinya tidak mendapat kebebasan finansial seutuhnya. Seluruh pengeluaran diatur oleh pihak Motown dengan alasan agar pengeluaran lebih teratur. Tidak sampai disitu, Motown semakin memforsir agar setiap talent mereka dapat menyelesaikan studio rekaman secepat mungkin, dan tampil secara live dengan jadwal yang begitu padat. Kebijakan ini membuat sejumlah musisi mengalami depresi dan stress berkepanjangan tidak terkecuali Marvin Gaye.

Marvin-Gaye-Motown-Vice-President

Studio adalah satu-satunya tempat, mungkin— satu-satunya tempat di dunia, di mana dia benar-benar bisa bersantai. . . Dan begitu Marvin berada di studio mana saja, dia tidak ingin pergi. Dia bukan penampil, dia tidak akan pernah tampil jika bukan karena uang. Dalam arti sebenarnya, Marvin Gaye adalah seorang artis rekaman

David Ritz

Kondisi Gaye semakin diperparah dengan perasaan traumatis nya yang terkadang muncul secara mendadak. Dia seperti berdiri pada persimpangan, dimana kedua ujung dari persimpangan tersebut hanya mengantarkan dirinya pada jurang keputusasaan yang lebih dalam. Di satu sisi dia mengalami krisis identitas dan kepercayaan diri, dikarenakan ia tidak mampu menyampaikan suara dan pandangan pribadi lewat musiknya. Pada lain sisi, perlakukan abusive dari Ayahnya kembali menghantuinya bahwa ini sudah menjadi kutukan dari sang Ayah, apa yang dilakukannya adalah perbuatan iblis. 

Live-Marvin-Gaye

Ditengah badai masalah yang menerpa, Gaye mulai mengenal dan menggunakan kokain. Dia memandang kokain sebagai barang mewah dan elit, sehingga itu membuat dirinya terpikat dengan kokain. Marvin Gaye mulai menggunakan kokain dengan rutin dan secara drastis mampu meningkatkan adrenalin dan gairahnya hingga pada tingkatan yang lebih bergejolak. Segera setelah setiap kali efek kokain mereda, ia dilanda oleh rasa bersalah dan penyesalan. Untuk mengatasi rasa bersalahnya dia membenamkan diri pada minuman keras, wanita, dan hedonisme. Hal-hal yang justru membawa Gaye pada serangkaian kebiasaan buruk yang bersifat destruktif. 

Hal Paling Kejam Itu, Bernama Cinta!

Tammi-Terrel

Tammi adalah tipe wanita yang tidak bisa dikendalikan oleh pria. Itu bisa membuat pria gila. . . [tapi] saya suka tentang dia. Saya tahu kita bisa menjadi teman, tetapi tidak pernah menjadi kekasih. Wanita mandiri yang tidak menampilkan sisi romantis adalah minat bagi saya. . . Apa yang kami capai terutama adalah menciptakan dua karakter—dua cinta yang mungkin diambil dari sebuah drama—dan biarkan mereka bernyanyi satu sama lain

Marvin Gaye

Sejak tahun 1964, demi menciptakan sosok figur seorang pria romantis dalam diri Gaye, Motown menduetkan dirinya dengan penyanyi diva. Mary Wells dan Kate Watson pernah ditunjuk untuk menjadi tandem duet bersama Gaye. Strategi ini terbukti berhasil, Gaye dan Motown menciptakan sejumlah single hit seperti “Once Upon a Time marvin gaye“, “What’s the Matter With You Baby“, dan “Ain’t That Peculiar“.

Tetapi ketika Gaye mulai dipasangkan bersama Tammy Terrell, banyak yang berujar bahwa ini merupakan duet terbaik darinya. Gaye dan Terrell merilis album duetnya berjudul “United” pada 29 Agustus 1967. Album ini sekaligus menjadi album tersukses Gaye selama periode 60’an, dimana album ini terjual sebanyak 1 juta kopi. Perpaduan antara suara vokal tenor Gaye dengan soprano dari Terrell menjadi sebuah kombinasi yang unik. Alih-alih menimbulkan sebuah racikan vokal kontras di atas kertas, chemistry vokal keduanya mampu menghidupkan perasaan romantis yang semakin candu. 

Tammi-Terrel-Marvin-Gaye-United

14 Oktober 1967, Marvin Gaye dan Tammi Terrell dijadwalkan tampil di Hampden-Sydney College, Virginia. Tur tersebut menjadi rangkaian tur dunia keduanya dalam rangka mempromosikan album “United”. Awalnya seluruh acara berjalan lancar tanpa kendala, hingga tragedi memilukan itu tiba. Ketika Gaye tengah bernyanyi bersama Terrell, mendadak Terrell collapse di panggung dan jatuh pingsan di tangan Gaye. Terrell segera dilarikan ke rumah sakit dan tidak lama dokter mendiagnosis Terrell mengidap penyakit tumor otak. Malam yang tadinya menjadi saksi Terrell dan Gaye membagikan kisah cinta yang bahagia seketika berubah menjadi malam terburuk bagi Gaye, Motown, dan bahkan sejarah permusikan. 

Tidak ada yang benar-benar tahu, bahkan para dokter pun tidak. Bagaimanapun juga, aku mau tak mau melihat Terrell sebagai korban cinta. Saya tahu bahwa dia adalah wanita yang berpengalaman. Dalam lagu yang kami nyanyikan, dia menjadi sesuatu yang lain, sesuatu yang sangat hangat dan istimewa dan penuh harapan. Ketika saya belajar betapa sakitnya dia, aku menangis. Cinta tampak kejam bagiku. Cinta itu bohong. Tammi adalah korban dari sisi kekerasan cinta—setidaknya begitulah rasanya. Saya tidak punya pengetahuan tentang apa yang benar-benar membunuhnya, tapi itu adalah getaran yang dalam, seolah-olah dia— mati untuk semua orang yang tidak dapat menemukan cinta. Hatiku hancur. pernikahan milikku dengan Anna terbukti bohong. Dalam hatiku, aku tidak bisa lagi berpura-pura menyanyikan lagu-lagu cinta untuk orang-orang. Saya tidak bisa tampil. Ketika Terrell jatuh sakit, saya menolak menyanyi di depan umum.

Marvin Gaye

Romantisme Palsu

Tammi-Terell-Marvin-Gaye

Sejak kejadian itu Gaye semakin menarik diri dari dunia luar, dia juga semakin muak melihat Motown yang terus mendorong Terrell untuk tetap merilis album meski keadaannya yang tampak sekarat, dengan alasan biayanya digunakan untuk pengobatan. 4 April 1968 pukul 06:01 sore waktu setempat, Martin Luther King. Jr aktivis ham sekaligus pendeta ditembak secara mengenaskan di Motel Lorraine di Memphis, Tennessee. Ia segera dilarikan ke rumah sakit namun satu jam setelahnya, Martin Luther King Jr dinyatakan meninggal. 

Kabar meninggalnya Martin Luther King.Jr menyebar dengan cepat ke seluruh Amerika, hingga sampai pada telinga Gaye. Salah satu momen paling tragis sekaligus bersejarah bagi Amerika maupun pergerakan civil rights. Namun sayangnya pada saat itu Gaye masih terkekang, sehingga ia tak dapat menanggapinya lewat lagu-lagu yang ia ciptakan. 

Tammi-Terrel-Anna-Gordy

Sementara hubungan Gaye bersama istrinya, Anna tidak berjalan sebagaimana mestinya. Terlalu banyak masalah personal dari keduanya, sehingga membuat rumah tangga mereka tengah berada di ujung tanduk. Hingga pada suatu malam ketika ia sedang berada di kamar apartemen pribadinya, Gaye menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Dia menemukan sebuah pistol di kamarnya, kemudian menodongkan pistol ke arah dirinya dan bersiap untuk menarik pelatuk pistol tersebut. Ketika Gaye memutuskan untuk bunuh diri, tiba-tiba Gordy melihat kejadian mengerikan itu dan segera menghentikan aksi yang hampir membuat Gaye celaka. 

Saya mendapat pistol dan bersembunyi di apartemen, mengancam akan bunuh diri atau siapa pun yang berjalan melewati pintu. Saya tidak tahu apa yang saya lakukan atau katakan. Saya marah pada Anna karena tidak setia, marah pada diriku sendiri karena aku sama liarnya, marah pada cinta karena berubah menjadi benci. Satu-satunya orang yang bisa menyelamatkan saya, adalah Pops Gordy. Oh, betapa aku mencintai pria itu! Dia lebih seperti ayah dari pada ayah mertua, dan dia tahu bagaimana menghadapi saya. Entah bagaimana, ketika Pops mengatakannya, saya percaya padanya. Bagaimanapun, ketika semua orang takut mendekatiku, Pops berjalan ke kanan melalui pintu apartemen itu. Saya sedang duduk dengan pistol di tangan saya dan dia datang dan berkata, ‘Sekarang Marvin, mengapa kamu ingin bertingkah bodoh seperti ini? Beri aku pistol itu, Nak, sebelum kamu melukai dirimu sendiri.’ Dan aku melakukannya. Tidak ada pertanyaan diminta. Pops Gordy menyelamatkan hidupku

Marvin Gaye

Ketika Bunga Anggrek Layu Begitu Cepat

Tammi-Terrel-Meninggal-Di-Usia-24

Setelah kejadian tersebut, Gaye kembali melanjutkan karir nya. Dengan pendekatan elemen musik yang lebih baru, pada 2 tahun sisa dekade 60’an, Gaye sanggup merilis single-single hit. Salah satu singlenya, “I Heard It Through the Grapevine” Berhasil menempati urutan pertama pada chart US Billboard Hot 100. Untuk pertama kalinya Marvin Gaye mampu menembus peringkat pertama BIllboard selama hampir 1 dekade berkarya. 

Kebahagiaan Gaye kembali tidak bertahan lama. 16 Maret 1970 Tammi Terrell dinyatakan meninggal setelah 3 tahun bertarung melawan penyakit tumor otaknya. Terrell meninggal di usianya yang ke-24 dan upacara pemakamannya dilaksanakan di Gereja Metodis Janes, Philadelphia. Sang Ibunda Terrell marah pada seluruh punggawa Motown dan melarangnya untuk menghadiri upacara pemakaman putrinya. Hanya Gaye seorang yang diizinkan, karena ibunda Terrell merasa Gaye dan putrinya memiliki hubungan persahabatan yang sangat dekat. 

Aku tidak pernah melihat siapa pun terganggu dan putus asa seperti Marvin Gaye. Saya ingat dia berbicara dengan Tammi seolah-olah dia masih hidup. Dia hancur.

Gwen McLendon

Kematian Terrell telah membawa luka mendalam bagi Gaye. Itu semakin menimbulkan rasa trauma pada cinta dan membawa Gaye kembali pada kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan terlarang. 

Entah bagaimana saya merasa bahwa saya telah mati dengan dia.

Marvin Gaye

Baca Juga : Fender Rhodes : Penemuan Musik Terpenting Abad-20, Benarkah Itu?

Bagian III : Ide Awal What’s Going On

What's-Going-On-Era

Sebelum memulai proses rekaman album selanjutnya, Marvin Gaye mengambil rehat dan hibernasi sejenak. Dia sengaja menolak untuk tampil di acara live, bahkan Gaye sempat beralih profesi menjadi atlet olahraga. Selain piawai dalam bidang musik, dia tergila-gila dengan olahraga. Beberapa cabang olahraga seperti basket, rugby, renang, lari semua pernah dicoba hingga pada level professional. Namun karena orang-orang disekitarnya meyakinkan bahwa Gaye tidak memiliki kualitas sepadan dengan atlet profesional lainnya, ia pun tidak melanjutkan karir olahraga nya lebih jauh. 

Marvin-Gaye-Live-With-Tuxedo

Penampilan Gaye mengalami perubahan drastis. Ia sengaja menumbuhkan jenggot, tidak lagi mengenakan pakaian tuksedo rapih lengkap dengan dasi. Ini merupakan aksi protes Gaye terhadap kehidupan sosial kultur di Amerika. Dia meluapkan kemarahannya kepada Amerika dengan cara berpenampilan melawan arus. 

Saya juga menumbuhkan janggut, yang pada saat itu tidak terlalu umum untuk laki-laki kulit hitam. Pria kulit hitam tidak seharusnya terlihat terlalu maskulin. Saya telah menghabiskan seluruh karir saya terlihat tidak berbahaya. Saya tidak berbahaya, saya marah pada Amerika. Saya tidak ingin bercukur setiap pagi, jadi saya tidak melakukannya. Saya tertarik untuk mengambil sebanyak mungkin tekanan dari diri saya sendiri.

Marvin Gaye

Four Tops, Obbie Benson, & Awal Mula What’s Going On

Four-Tops-Dop-Wop-Grup

15 Mei 1969 grup vokal quartet, Four Tops sedang melakukan perjalanan. Ketika bus tur mereka terhenti, salah satu personil mereka bernama Renaldo “Obbie” Benson melihat langsung aksi kebrutalan polisi yang sedang memukuli anak-anak di sekitaran sana. Menurut kabar beredar anak-anak tersebut sedang melancarkan aksi protes yang diadakan oleh aktivis komunitas anti-perang. Benson bertanya pada seorang penulis bernama Ben Edmonds mengenai apa yang sebenarnya terjadi?. 

Polisi memukuli anak-anak, tetapi mereka tidak mengganggu siapa pun. Saya melihat ini, dan mulai bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. ‘Apa yang terjadi di sini?’ Satu pertanyaan mengarah ke pertanyaan lain. ‘Mengapa mereka mengirim anak-anak begitu jauh dari keluarga mereka ke luar negeri?’ Dan seterusnya.

Obbie Benson

Melihat insiden tersebut, Benson kembali dan berinisiatif untuk menulis lagu yang menceritakan kejadian tersebut. Four Tops sendiri masih berada dalam naungan Motown, sehingga Benson kemudian meminta bantuan Al Cleveland salah seorang penulis lagu di Motown untuk merampungkan lagu ciptaanya. Lagu tersebut diberi judul ‘What’s Going On’. 

Berkeley-Police-Brutality

Segera setelah lirik ‘What’s Going On’ selesai, Benson menyerahkan pada rekan-rekannya di Four Tops. Namun seluruh punggawa Four Tops lainnya menolak untuk merekam lagu ini dengan alasan liriknya terlalu politis, dan mereka mengaku tidak tertarik dengan lagu-lagu bersifat protes. Meskipun Benson menjelaskan bahwa lagu ini bukanlah sebuah lagu protes melainkan lagu yang menceritakan cinta, tetapi Four Tops bersikeras menolak lagu ini. 

Rekan saya mengatakan kepada saya bahwa itu adalah lagu protes, Saya berkata ‘tidak, ini adalah lagu cinta, tentang cinta dan pengertian. Saya tidak memprotes, saya ingin tahu apa yang terjadi.

Obbie Benson


Beberapa saat kemudian Four Tops sedang menjalani tur dunia mereka di Inggris. Suatu hari mereka dijadwalkan tampil pada sebuah acara televisi, Top of the Pops. Disana mereka bertemu dengan penyanyi folk Joan Baez yang juga dijadwalkan tampil di acara tersebut. Sebelum acara dimulai Benson berbincang-bincang dengan Baez. Benson berpikir bahwa lagu “What’s Going On” terasa cocok bila dibawakan oleh Baez. Kemudian Benson memutar rekaman demo “What’s Going On” di ruang ganti milik Baez. Sayangnya Baez juga menolak lagu tersebut.

Joan-Baez

Penolakan Gordy dan Motown Terhadap What’s Going On

Marvin-Gaye-Berry-Gordy-Golfing

Kembali ke Amerika, Benson bertemu dengan Marvin Gaye. Dia kemudian memutar lagu “What’s Going On” dihadapannya dan Gaye langsung menyukai lagu tersebut. Gaye berencana untuk membawa lagu ini pada kwartet grup vokalnya dulu untuk dinyanyikan oleh mereka. Tetapi kemudian Benson tidak menyetujuinya dan mengancam Gaye. “Saya akan memberi Anda persentase dari lagu ini jika Anda sendiri yang menyanyikannya, tetapi jika Anda melakukannya untuk orang lain, Anda tidak dapat memilikinya.’” Kecam Benson. 

Obbie-Benson-Four-Tops


Gaye pun akhirnya setuju agar lagu ini dinyanyikan sendiri olehnya. Tidak hanya itu setelah 9 tahun berkarir, Gaye memutuskan untuk memproduseri lagunya seorang diri. Dia menambahkan beberapa layer vokal, melodi, serta melakukan pendekatan instrumentasi yang terdengar lebih merakyat dan tradisional.

Dia menambahkan lirik, dan dia menambahkan beberapa bumbu pada melodi. Dia menambahkan beberapa hal yang lebih merakyat, lebih alami, yang membuatnya tampak seperti sebuah cerita daripada sebuah lagu. Dia membuatnya visual. Dia menyerap dirinya sampai ketika Anda mendengar lagu itu Anda bisa melihat orang-orang dan merasakan sakitnya. Kami mengukurnya untuk setelan itu, dan dia menyesuaikannya.

Obbie Benson

Segera setelah “What’s Going On” selesai direkam, Gaye pergi menelpon Gordy yang sedang berlibur di Bahamas. Dia menceritakan idenya pada Gordy bahwa dirinya ingin membuat sebuah album penuh dengan lirik yang bertemakan protes sosial. Dengan tegas Gordy menolak secara mentah-mentah ide dari Marvin Gaye. 

Dia menelpon dan berkata, ‘Lihat, saya punya lagu-lagu ini.’ Ketika dia memberitahu saya bahwa itu adalah lagu protes, saya berkata, ‘Marvin, mengapa Anda ingin menghancurkan karier Anda?’

Berry Gordy
Berry-Gordy-and-Sisters

Gaye terus mendapat perlawanan dari pihak Motown. Ketika Gaye Bersikeras untuk tetap merilis “What’s Going On”, Gordy dan jajaran direksi Motown meyakinkam Gaye bahwa lagu itu sama sekali tidak akan menjual. Namun semakin ditekan, Gaye semakin merasa bahwa merilis lagu “What’s Going on” adalah suatu keharusan bagi dirinya. Gaye akhirnya mengancam pihak Motown jika lagu ini tidak segera dirilis, dia menolak untuk merilis album baru bersama Motown dan mengancam bahwa ia akan pergi. 

Mereka tidak menyukainya, tidak memahaminya, dan tidak mempercayainya. Manajemen mengatakan lagu-lagunya terlalu panjang, terlalu tidak berbentuk, dan akan hilang di pencarian publik, sebuah cerita tiga menit yang murahan. Selama berbulan-bulan mereka tidak akan merilisnya. Saya telah berubah untuk bersikap tegas. Pada dasarnya saya berkata, ‘Segera rilis lagu ini atau saya tidak akan pernah merekam untuk Anda lagi.’ Itu adalah kartu As yang saya miliki, dan saya harus memainkannya.

Marvin Gaye

Namun tampaknya Motown tidak mempedulikan ultimatum dari Gaye. Mereka tetap bersikeras pada pendiriannya untuk tidak merilis lagu ‘What’s Going On’ pads publik. Justru pihak Motown semakin menterror Gaye untuk segera membuat materi dan lagu-lagu baru. 

Balas Dendam Marvin Gaye & Kesuksesan Single What’s Going On

Berry-Gordy-Barney-Ales
Berry Gordy (kiri) & Barney Ales (kanan)

Sementara itu, Motown mencari saya untuk pergi ke Vegas dan bermain pada sebuah hotel di Miami. Mereka terus berteriak—’Kenapa kamu tidak ada di studio? Dimana album terbaru Anda? Kapan Anda akan memberi kami produk?’ Yah, saya tidak bisa melihat musik saya sebagai produk. Ponsel saya berdering, dan Motown akan meminta saya untuk mulai bekerja dan Saya akan berkata, ‘Sudahkah Anda melihat koran hari ini? Pernahkah Anda membaca tentang anak-anak ini yang dibunuh di Kent State?’ Pembunuhan di Kent State membuatku muak. Saya tidak bisa tidur, tidak bisa berhenti menangis. Gagasan menyanyikan lagu tiga menit tentang perasaan romantis tidak menarik minat saya. Begitu juga dengan lagu-lagu pesan instan.

Marvin Gaye

Dengan seluruh kondisi yang menimpa diri Gaye maupun lingkungan kehidupan disekitarnya, telah menumbuhkan rasa kesadaran sosial dan kemanusiaan dalam diri Gaye. Dia sudah tidak melihat lagi merekam lagu sebagai kesenangan belaka. Dia memiliki sudut pandang yang baru bahwasanya merekam lagu adalah tentang menyampaikan pesan-pesan untuk mengingat kan setiap orang apa yang sedang terjadi disekitar lingkungan kehidupan mereka. 

Dengan dunia yang meledak di sekitarku, bagaimana aku bisa terus menyanyikan lagu-lagu cinta?”

Marvin Gaye

Pada saat itu hanya ada satu orang dalam lingkungan Motown yang menyukai lagu tersebut, orang tersebut ialah Stevie Wonder penyanyi, dan penulis lagu lainnya yang juga bekerja di bawah Motown. Suatu ketika Harry Balk, seorang yang menjabat sebagai eksekutif dalam departemen kreatif menerima salah satu pressing vinyl lagu “What’s Going On”.

Marvin-Gaye-Stevie-Wonder
Stevie Wonder (Kiri) & Marvin Gaye (Kanan)

Dalam perjalanannya, secara tidak sengaja Balk memutar lagu tersebut dan ia langsung menyukai lagu tersebut. Balk merasa heran mengapa perusahaan menolak mentah-mentah lagu ini untuk dirilis sebagai single Gaye berikutnya. Dia lalu menuju Gordy dan memutar lagu tersebut dihadapannya. Dengan dingin Gordy masih bersikeras menolak lagu tersebut. Tidak putus asa, Balk menghampiri wakil presiden penjualan, Barney Ales. Tanpa sepengetahuan Gordy, Balk memberikan lagu “What’s Going On” pada Ales. 

Di luar dugaan Ales menyukai lagu tersebut dan setuju mencetak lagu tersebut sebanyak 100 ribu keping. Sebelum dipasarkan secara massal, pihak Motown mengirim lagu itu ke stasiun-stasiun radio pada tanggal 17 Januari 1971. Publik pun sangat menyukai dan menyambut single terbaru Gaye dengan hangat. Hanya 4 hari setelah dirilis, Motown berhasil menjual 100 ribu kopi single “What’s Going On” dan itu belum termasuk permintaan susulan 100 ribu keping lainnya, yang dikarenakan ludesnya single tersebut di pasaran. “What’s Going On” tercatat sebagai penjualan single tercepat dalam sejarah Motown. Gaye membuktikan bahwa apa yang diyakini Gordy dan staff nya terbukti salah. 

Bagian IV : Sesi Pembuatan Album What’s Going On

What's-Going-On-Recording-Session

Setelah melihat kesuksesan single “What’s Going On”, Gordy berkendara untuk menemui Gaye. Dirinya masih merasa kesal atas perlakuan Gordy yang berusaha keras menghentikan perilisan lagu tersebut. Gaye sudah bersikeras bahwa ia hanya mau merilis album bertemakan kritik sosial dan kemanusiaan.

Gordy kemudian menemukan siasat supaya Gaye mau merilis album baru lagi. Gordy mengajukan tawaran pada Gaye, jika dia dapat menyelesaikan dan mengirimkan album penuhnya ke Motown dalam waktu 30 hari. Maka Gordy mengizinkan Gaye untuk membuat musik dan lirik sesuai dengan keinginannya. Gaye menyetujui taruhan yang diajukan oleh Gordy dan dengan segera ia meluncur ke studio untuk mulai membuat album terbarunya. 

Teknik Vokal Rahasia Marvin Gaye

What's-Going-On-Studio-Session

Sesi rekaman dimulai pada tanggal 17 Maret 1971. Gaye memperlihatkan etos kerja dan metode yang berbeda daripada album-album sebelumnya. Dia memutuskan untuk menjadi produser utama. Ada yang mengatakan Gaye menghabiskan waktu 12 jam sehari hanya untuk menyempurnakan take vocal pada satu lagu per hari. Ada juga sumber lainnya mengatakan Gaye menghabiskan 16 jam sehari di studio untuk menggarap album ini. 

Gaye menggunakan pendekatan yang unik ketika setiap kali memulai take vokal. Gaye menginginkan agar cinta dari album ini tidak bersifat eksklusif. Dia menginginkan agar cinta dalam lagu ini dapat murni dirasakan semua orang. Dia kemudian mengunci diri, bermasturbasi selama beberapa jam untuk menghilangkan hasrat cinta berdasarkan naluri sex nya, dan kemudian baru dia mulai bernyanyi dengan rasa cinta lebih lepas. 

Saya merasa seperti akhirnya belajar cara bernyanyi. Saya pernah mempelajari mikrofon selama belasan tahun, dan tiba-tiba saya melihat apa yang saya alami melakukan kesalahan. Saya bernyanyi terlalu keras, terutama pada lagu-lagu ketika Whitfield menjadi produser laguku. Suatu malam saya sedang mendengarkan rekaman Lester Young, seorang pemain saksofon, dan seketika sebuah pemikiran datang kepada saya. Tenang, santai, dan saya merasa semuanya akan baik-baik saja.

Marvin Gaye
What's-Going-On-Piano

Perubahan warna vokal Gaye pada keseluruhan lagu dalam album “What’s Going On” terdengar sangat kontras. Dia lebih bijak dalam memanfaatkan luasnya range vokal yang ia kuasai. Terkadang Gaye bisa bernyanyi begitu lembut, santai, dan begitu menjiwai. Daya pitch control Gaye sangat menakjubkan. Kemudian teriakannya begitu memikat perasaan untuk sekedar melepaskan rasa penderitaan dan sakit yang sudah dialami banyak orang selama ini. Tentu vokal Gaye menjadi salah satu pilar yang menjadikan album “What’s Going On” begitu menampilkan karakteristik dan ciri khas tersendiri. Tetapi ada daya tarik lainnya dalam sesi vokal Gaye, yang justru muncul dikarenakan sebuah insiden ketidaksengajaan, yaitu bagian loop dan layering pada bagian vokal. 

Pada suatu ketika Gaye meminta sang engineering Ken Sands merekam lead vocal lagu “What’s Going On” dan kemudian merekam lagi bagian lead vocal dengan instrumen yang terpisah. Tujuannya agar Gaye dapat membandingkan dan memilih mana kualitas vokal yang lebih baik untuk dimasukkan. Tanpa sengaja Sands malah memainkan kedua vokal tersebut secara bersamaan. Gaye ternyata menyukai suara lead vocalnya yang diubah menjadi efek-efek ganda. Akhirnya dia mematenkan teknik vokal yang tercipta secara tidak sengaja ini, bahkan dia menerapkan teknik ini pada lagu-lagu lainnya.

Marvin Gaye Sang Komponis dan Pemberontak

What's-Going-On-Studio-Session-Guitar

Sejak hari pertama bersama Motown, Gaye sudah menunjukan pemberontakan dan pembangkangan. Dia menolak untuk masuk sekolah tari dan seni, yang menyebabkan performa tariannya terlihat kaku di antara artis Motown. Dia juga menjadi orang pertama yang melanggar aturan sakral Gordy bahwa tidak ada artis Motown manapun yang membuat musik berkaitan dengan hal-hal bersifat protes. Lalu sekarang, ketika Gaye mendapatkan kendali penuh atas kreatifitas musiknya, sekali lagi dia harus melanggar kaidah Motown.

Gaye memutuskan bahwa dia tidak ingin album “What’s Going On” memiliki irama instrumental  Motown yang familiar, jadi dia memutuskan tidak menggunakan jasa drummer biasa dari The Funk Brothers. Gaye melakukan substitusi suara drum dengan permainan perkusi yang lebih sederhana dan konvensional. Ia menggunakan jasa Eddie Brown (mantan valet Gaye) dan Earl Derouen pada congas dan bongo, Jack Brokensha pada vibes dan Jack Ashford pada rebana. 

Sesi instrumen tidak bergerak pada aturan-aturan kaku, seperti instrumentasi musik-musik pop dan disco Motown pada umumnya. Setiap musisi mampu merangkai nada-nada bersifat improvisational agar membuat bentuk musik terasa lebih alami, bergerak leluasa, dan yang terpenting memberikan getaran emosional lebih menyeluruh. 

Pikiran pertama saya adalah bahwa ini tidak akan pernah sukses, karena ini tidak seperti hal lain yang pernah dilakukan di Motown sebelumnya.

Van De Pitte

Yang Mereka Katakan Mengenai Marvin Gaye

James-Jamerson

Eli Fontaine, seorang pemusik sesi yang ditugaskan untuk mengisi bagian saksofon membagikan sedikit pengalaman uniknya bersama Gaye. Saat itu Gaye meminta Fontaine untuk mengisi bagian saksofon pada lagu “What’s Going On”. Sebelum memulai sesi, Fontaine melakukan sesi pemanasan, sembari lagu itu diputar.

Tiba-tiba Gaye menghentikan lagu tersebut, dan mempersilahkan Fontaine pulang ke rumahnya. Dengan memasang wajah heran dan sedikit kesal, Fontaine memprotes Gaye dan menunding bahwa Gaye telah mempermainkan dirinya. Melalui interkom Gaye menjawab bahwa kami sudah mendapatkan apa yang dibutuhkannya. 

Pengalaman unik lainnya datang dari pemain bass sesi James Jamerson. Saat itu Gaye tertarik untuk memboyong pemain bass inti The Funk Brothers, James Jamerson untuk mengisi bagian ritem bass pada album. Maka Gaye membuntuti Jamerson hingga pada sebuah klub blues lokal di Detroit.

Marvin-Gaye-Snakepkit-Studio

Dia membujuk Jamerson untuk pergi ke studio dan merekam lagu. Dengan keadaan mabuk berat Jamerson mulai memainkan bass dan dia sering terjatuh dari kursi rekaman. Akhirnya dia memutuskan untuk berbaring terlentang di lantai dan kemudian memainkan seluruh ritem bass yang sudah diaransemen oleh David Van Depitte. Masih dengan keadaan mabuk ia pulang dan mengatakan pada istrinya bahwa ia baru saja merekam sebuah lagu classic. 

Seluruh sesi instrumen dan ritem dikerjakan di snakepit sebuah julukan studio rekaman kesayangan bagi pihak Motown. Gaye selalu hadir pada setiap sesi rekaman dan mengarahkan semua pemain instrumen memainkan bagian ritemnya masing-masing.

Gaye sendiri juga yang memainkan seluruh bagian piano dalam album. Dengan metode ini terbukti menghemat waktu lebih cepat, dimana dia hanya membutuhkan waktu 10 hari untuk merekam seluruh sesi instrumen dan ritem pada keseluruhan album. 

Baca Juga : George Benson : Livin’ Inside Your Love Review

Bagian V : Sisi Dalam What’s Going On

What's-Going-on-Real-Photo

“What’s Going On” terdiri dari 9 lagu utama, dimana setiap lagu membahas topik-topik dengan substansial masalah berbeda pada setiap lagunya. Namun masih memiliki kesan kohesif, karena setiap topik yang dibahas berkaitan erat dengan masalah-masalah yang terjadi pada kehidupan sosial di Amerika. Bahkan pada beberapa titik, tingkat urgensi masalah yang dibahas akan terasa relevan pada ruang lingkup kehidupan sosial yang lebih luas. 

Perang Bukanlah Sebuah Solusi Permasalahan

Misi saya adalah untuk memberi tahu dunia dan orang-orang tentang holocaust yang akan datang. Untuk meningkatkan tingkat kesadaran yang lebih tinggi, Mereka tidak bisa dibiarkan sendiri.

Marvin Gaye

Lagu “What’s Going On” bercerita tentang aksi kebrutalan dan kekerasan rasial yang dilakukan oleh oknum polisi pada sejumlah warga kulit hitam di Amerika. Secara tersirat Gaye membawa pesan-pesan perdamaian bahwa perang bukanlah solusi, dan jangan biarkan generasi ini hancur dengan kebrutalan dari pihak-pihak tertentu. Gaye terinspirasi dengan sebuah quotes mendiang Martin Luther King, yang berbunyi: 

Darkness cannot drive out darkness: only light can do that. Hate cannot drive out hate: only love can do that.

(Kegelapan tidak dapat mengusir kegelapan, hanya cahaya yang dapat melakukanya. Kebencian tidak dapat mengusir kebencian: hanya cinta yang dapat melakukannya.)

Martin Luther King Jr.

Akhirnya dia memberi konklusi atas quote tersebut menjadi sebuah kalimat yang berbunyi “for only love can conquer hate. (Hanya cinta yang dapat menaklukkan kebencian)

Gaye turut menyisipkan beberapa baris metaforik yang secara tersirat menjelaskan personal dirinya. Paling dikenal adalah baris, dimana dia menyanyikan: 

“Father, father, we don’t need to escalate.

Seperti dijelaskan sebelumnya Gaye dan ayahnya memiliki hubungan kompleks dan terkadang hubungan keduanya dapat meningkatkan level emosional yang temperamental. Tetapi jika dilihat dari sudut pandang lainnya, bait ini mengandung ratapan pada sang maha Kuasa melihat keadaan yang mengharukan ini agar segera membaik. 

Lagu kedua, “What’s Happening Brother?” secara garis besar menceritakan tentang kisah seorang tentara yang kembali pulang setelah berperang di Vietnam. Inspirasi lagu ini datang dari percakapan Gaye dengan saudara laki-lakinya, Frankie. Sebelumnya Frankie ditugaskan ke Vietnam selama 3 tahun untuk beroperasi di sana. Sepulang bertugas, Marvin melontarkan pertanyaan pada Frankie, “Apa yang terjadi saudaraku?”  Bila diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, bunyi pertanyaannya senada dengan judul utama album.

Ini merupakan wujud manifestasi pertanyaan serupa dari Benson, ketika ia menanyakan tentang kekerasan polisi yang disusul oleh pertanyaan kritis lainnya. Begitu halnya dengan Gaye yang menanyakan kondisi dari saudaranya sembari melontarkan pertanyaan lainnya seperti: apakah orang-orang masih keluar untuk berdansa? dan lainnya. 

Sang Pendosa yang Relijius

“Flyin’ High (In the Friendly Sky)” berkisah mengenai personal struggle yang dialami Gaye. Selama bertahun-tahun Gaye mengalami kecanduan kokain, dan dia menjelaskan efek yang ditimbulkan akibat mengkonsumsi nya. Lagi, dia menggunakan metaforik yang menganalogikan efek samping dan sensasi “fly” pemakaian kokain, dengan kuatnya pertarungan batinnya ketika di bawah tekanan pengaruh kokain. Di satu sisi dia mengaminkan ini perbuatan bodoh, dan memohon untuk segera lepas dari keterikatan, tetapi lain sisi pengaruhnya begitu kuat, sehingga dirinya kesulitan melepas kehidupannya dari cengkraman kokain. 

Dengan pandangan visioner dan memproyeksikan masa depan, Gaye mencoba menggambarkan kondisi di masa depan, ketika peperangan tidak kunjung mereda melalui lagu “Save the Children”. Ini akan membawa dampak yang mengerikan bagi generasi penerus, dimana gaye menggambarkan kehidupan anak-anak kecil digambarkan sebagai generasi penerus. Dia juga mempertanyakan siapa yang berani mengambil tanggung jawab besar ini untuk menyelamatkan generasi penerus dari ambang kemusnahan dan kemelaratan.

Saya telah apatis, karena saya tahu akhir dunia sudah dekat. Terkadang saya merasa seperti pergi dan berlibur dan menikmati 10 atau 15 tahun terakhir dan melupakan pesan saya, yang saya rasakan dalam bentuk menjadi utusan sejati Tuhan.

Marvin Gaye

Lagu “God is Love” menghadirkan potongan lanjutan instrumen lagu sebelumya. Nampaknya pesan lagu ini masih berkaitan dengan lagu sebelumnya, dimana pesan lagu ini terdengar lebih positif dan motivational. Gaye memaparkan hubungan spiritual dengan sang pencipta, dimana referensi Biblical begitu kuat dalam lirik lagu ini. Begitu juga dengan dengan lagu “Wholy-Holy” Yang menggunakan pendekatan semi-spiritual. Gaye mengajak agar semua masyarakat dunia bersatu untuk menciptakan kehidupan lebih baik dan layak huni bagi kita maupun generasi kehidupan setelahnya. 

Dengan pendekatan semi-religius pada album “What’s Going On”, Gaye kerap dibandingkan dengan salah satu penyanyi southern soul, Al Green. Green memiliki kumpulan lagu dengan tema religius yang sangat melekat, bahkan diskografi Green terbagi dalam 2 kategori besar, dimana salah satu kategorinya berlabelkan “Gospel”.

Itulah peranan Al Green. Peran saya berbeda dengan dia dan Itu tidak membuatku menjadi iblis. Hanya saja peran saya berbeda, Anda tahu. Jika dia ingin berbalik kepada Tuhan dan menjadi tanpa dosa dan reputasinya menjadi seperti itu, maka begitulah seharusnya. Saya tidak peduli dengan apa peran saya seharusnya. Saya hanya peduli dengan menyelesaikan misi saya di sini di Bumi. Misi saya adalah apa adanya dan saya pikir saya menyajikannya dengan cara yang tepat. Apa yang orang pikirkan tentang saya adalah urusan mereka.

Marvin Gaye

Mereka Yang Tidak Peduli

Lewat “Mercy Mercy Me (The Ecology)”, Gaye menggunakan keilmuan ekologi, untuk mengkritisi rusaknya kehidupan dan eksistensi alam akibat ulah modernisasi sosial yang diperbuat oleh manusia. Dia secara cermat mengemas lagu ke dalam 4 verse singkat, namun di setiap verse, ia menampilkan substansi masalah berbeda.

Kelebihan populasi, pembuangan limbah radioaktif, modernisasi sosial, dan pencemaran laut yang disebabkan limbah oli dan merkuri, semuanya terangkum pada lagu ini.

Gaye menunjukkan sisi humanis dengan pendekatan lebih personal pada lagu “Right On”. Lewat lagu ini, ia berusaha menjangkau setiap jiwa pendengarnya yang sedang berjuang untuk menjadi lebih baik agar terus tetap berada di jalan tersebut. Karena disaat yang bersamaan dirinya juga tengah mengalami persoalan serupa dengan kehidupan banyak orang. 

Selama periode pertengahan 60’an hingga awal 70’an, pemerintahan Amerika mendanai NASA untuk membuat dan meluncurkan Apollo 11. Neil armstrong selaku astronot, berhasil membawa Apollo 11 mendarat di bulan. Momen ini disebut-sebut sebagai salah satu dari kemajuan peradaban umat manusia, karena berhasil menancapkan bendera NASA pada permukaan bulan.

Namun Gaye melihatnya ini sebagai sebuah ironi, dan menjadikan kisah tersebut sebagai topik utama dalam lagu penutup ber-judul “Inner City Blues (Make Me Wanna Holler)”. Ia menjelaskan bahwa pemerintah lebih suka menginvestasikan anggaran pada proyek tersebut dibandingkan membantu masyarakatnya yang sedang kesulitan bertahan hidup.

Padahal pajak yang dibayarkan oleh setiap warga Amerika berkontribusi besar dalam menambah pundi-pundi anggaran negara. Dibanding mencaci pemerintahan secara vulgar, Gaye menggunakan pendekatan reflektif dalam menanggapi kasus ini. Secara parallel, dirinya kembali melontarkan kritik terhadap oknum kebrutalan polisi dan juga tingkat pengangguran dan eksploitasi buruh yang terus bertambah. 

Marvin memiliki nada yang bagus, semacam nada blues, tetapi tidak memiliki kata-kata untuk mendeskripsikannya. Kami mulai menaruh beberapa hal di sana tentang betapa buruknya keadaan di sekitar kota. Kami tertawa tentang memasukkan lirik mengenai pajak yang tinggi, karena kami berdua berhutang banyak. Kami berbicara tentang bagaimana pemerintah mengirim orang ke bulan, tetapi tidak membantu orang-orang di pemukiman. Tapi kami masih belum punya judul, atau ide yang bagus untuk lagu itu. Kemudian, suatu pagi saya di rumah membaca koran, dan melihat judul yang mengatakan sesuatu tentang ‘Inner City’ Detroit. Dan saya berkata, ‘Sialan, itu dia. Inner City Blues.

James Nyx. jr.

Bagian VI : Rilisnya Album What’s Going On

Marvin-Gaye-Whats-Going-On-News

Sesi rekaman keseluruhan album berakhir 30 Maret 1971. Tercatat Gaye menyelesaikan seluruh tahap rekaman album hanya dalam jangka waktu 2 minggu. Kemudian pada 5 April 1971, Gaye menyerahkan album pada Steve Smith untuk melakukan proses mixing. 6 Mei 1971 ketika proses pressing sampul “What’s Going On” dikerjakan, Gaye mendadak berubah pikiran. Dia mencuri rekaman asli dari album, menerbangkannya ke Motown West di Los Angeles dan mengerjakan kembali proses mix bersama Lawrence Miles. Pada 21 Mei 1971, album “What’s Going On” secara resmi dirilis di bawah Motown.

Dampak Instan Sang Masterpiece

Untuk menjadi benar, Anda menawarkan cinta dengan hati yang murni, tanpa memperdulikan apa yang akan Anda dapatkan sebagai balasannya. Saya memposisikan diri saya dalam kerangka berpikir seperti itu. Orang-orang bingung dan membutuhkan kepastian. Tuhan menawarkan jaminan itu melalui musiknya. Saya mendapat hak istimewa untuk menjadi instrumennya.

Marvin Gaye

Tidak butuh waktu lama untuk menunggu “What’s Going On” Bereaksi dan menuai kesuksesan. Album ini berhasil meraih peringkat pertama pada U.S Billboard Chart dalam kategori Top Soul Album. Sementara album ini juga berhasil tertahan di peringkat 6 untuk kategori Pop. Selama 12 bulan pertama,What’s Going On” berhasil terjual sebanyak 2 juta kopi. Torehan tersebut sekaligus menjadi rekor baru bagi Gaye maupun Motown. “What’s Going On” didapuk sebagai album terlaris bagi Marvin Gaye di sepanjang kariernya. Sementara album tersebut menjadi album paling laris Motown di sepanjang tahun 1971.

Ketika pertama kali saya mendengar What’s Going On, saya merasa seperti Marvin telah mengatakan semua yang harus dikatakan.

Curtis Mayfield
Marvin-Gaye-Curtis-Mayfield
Marvin Gaye (kiri) &Curfis Mayfield (kanan)

Tentunya kesuksesan “What’s Going On” Tidak datang hanya dari segi komersial. Album ini tercatat sebagai album soul, RnB berkonsep pertama yang bertemakan mengenai pesan dan kritik sosial. Ini secara tidak langsung menginspirasi musisi-musisi soul lainnya seperti Isaac Hayes, Curtis Mayfield, dan Stevie Wonder untuk melakukan hal serupa. 

Saya pikir Marvin adalah salah satu dari sedikit orang yang diperhatikan Curtis. Dia (Curtis) tidak mendengarkan musik lain. Dia agak terobsesi dengan apa pun yang dia lakukan. Anda bisa mendengarnya di album berikutnya, Roots. Ada lagu berjudul “Underground,” yang pada dasarnya adalah apa yang terjadi ketika radiasi menghancurkan bumi, dan kita semua harus hidup di bawah tanah dan mungkin karena gelap di bawah sana, tidak akan ada rasisme karena tidak ada yang bisa melihat apa warna kulit anda. Dia tidak memikirkan radiasi sebelum Marvin menulis “Mercy, Mercy Me.” Dia (Gaye) agak mengalihkan pikiran Curtis Mayfield ke hal-hal ini.

Travis Atria

Hanya dalam waktu 1 tahun Gaye bertransformasi dari pria romantis dengan tuksedo, menjadi pria berjenggot yang penuh dengan kesadaran sosial dan pemikiran visioner. Selayaknya nabi Musa memimpin bangsa Israel untuk keluar dari tanah perbudakan Mesir dan menuju tanah perjanjian, Gaye “memimpin” eksodus bagi para artis Motown lainnya untuk meraih arti kesuksesan sebenarnya bagi musisi, yakni kebebasan dalam menuangkan isi pikiran dan kreativitas sesuai dengan kehendak. 

Hasil terbesar dari What’s Going On, ada hubungannya dengan hasil saya sendiri mengenai kebebasan. Saya telah mendapatkannya, dan tidak ada yang bisa mengambilnya dari saya. Sekarang saya bisa melakukan apapun yang saya inginkan. Bagi kebanyakan orang itu akan menjadi berkah. Tapi bagiku—dengan semua permainan kecilku yang keren—sebenarnya itu suatu hal yang berat untuk dicapai. Mereka bilang aku akan mencapai puncak, dan itu membuatku takut karena Ibu biasa berkata, ‘Saat kamu di atas tidak ada tempat untuk pergi selain turun’. Tidak, saya harus terus naik—menaikkan kesadaranku—atau aku akan jatuh terlentang.

Marvin Gaye
Marvin-Gaye-Stevie-Wonder-1970
Stevie Wonder (kiri) & Marvin Gaye (kanan)

Sejak “What’s Going On” dirilis dan sukses besar, Gordy memberikan kebebasan penuh pada seluruh musisi Motown untuk berkarya. Hal ini diaminkan oleh Stevie Wonder yang merasakan momen bersejarah ini. Berkat Gaye, Stevie Wonder diberi kebebasan untuk menulis lagu-lagu bertemakan kesadaran sosial. Formula ini sekali lagi terbukti berhasil, album “Talking Book” yang dirilis Wonder pada tahun 1972 menuai kesuksesan masif. 

Ketika saya berjuang untuk setiap hak artis Motown untuk mengekspresikan dirinya, Stevie Wonder tahu saya juga berjuang untuknya.

Marvin Gaye

Keluarnya Sang Pangeran Soul Dari Motown

In-Our-Lifetime-Album
In Our Lifetime Album

Selepas album “What’s Going On” rilis, Gaye melanjutkan karirnya dengan merilis banyak single dan album hit. Sayangnya kondisi personal Gaye yang naik turun membuat dirinya tidak lagi mampu merilis album-album bertemakan kritik dan kesadaran sosial. Dia harus kembali dihadapkan pada masalah perceraian, ketergantungan kokain yang kembali menjangkit, hingga perasaan traumatis yang silih berganti menghampiri. Kecanduan kokain sempat membawa Gaye pada masalah finansial di penghujung dekade 70′. 

Dirinya sempat berhasrat membuat album bertemakan kesadaran sosial lainnya dengan judul ‘In Our Lifetime’. Sayangnya album tersebut tidak sesuai harapan, Gaye menunding pihak Motown terlalu mendorong dirinya agar album secepatnya dirilis, yang mengakibatkan jebloknya performa album. Dia pun memutuskan untuk tidak lagi membuat musik untuk Motown dan berencana pindah ke Belgia, hiatus sejenak dari aktivitas musik. 

Sexual-Healing-Marvin-Gaye-Grammy-Awards-1982

23 Maret 1982 CBS records dan Motown bernegosiasi untuk membuat kontrak pelepasan Gaye. Bersama CBS records, Gaye merilis sebuah album berjudul “Midnight Love” Dan sebuah single fenomenal bertajuk “Sexual Healing“. Single tersebut menghantarkan Gaye untuk meraih 2 penghargaan grammy sekaligus pada tahun 1982.

Sang Pemimpin, Pelindung, & Pembunuh

Berita-Kematian-Gaye

Ketika tur dunia “Midnight Love” usai pada Agustus 1983, Marvin Gaye memutuskan pulang ke rumah kedua orang tuanya untuk merawat ibunya yang baru saja menjalani operasi Ginjal. Pada saat itu Ayah Gaye sedang berada dalam perjalanan bisnisnya di Washington. Oktober 1973, Ayahnya tiba ketika Gaye sedang mengurusi berkas dokumen asuransi tempat tinggal kedua orang tuanya yang lama. 

Suatu hari kedua orang tua Gaye bertengkar mengenai dokumen polis asuransi yang salah menyebutkan tempat. Pertengkaran keduanya begitu hebat, hingga suaranya menyebar ke seluruh sudut ruangan di rumahnya, termasuk kamar tidur Gaye. Tidak terima atas perlakuan sang Ayah yang terus memarahi sang ibu, Gaye berteriak pada ayahnya dan meminta agar meninggalkan ibunya sendirian. Sembari meninggalkan sang istri, Ayah Gaye terus melontarkan kekesalannya. 

1 April 1984 pukul setengah 1 siang, pertengkaran keduanya kembali meledak. Masih dengan persoalan serupa, ayah Gaye kembali mengomeli istrinya mengenai dokumen polis asuransi. Dari kamar pribadinya di lantai atas, Gaye berteriak pada Ayahnya untuk mengurus dokumen itu sendiri dan dia memperingati ayahnya untuk tidak menghampiri istrinya yang juga sedang berada di lantai atas. Namun kali ini sang Ayah tidak mengindahkan perkataan anaknya. Ia malah naik dan menghampiri istrinya dan menyerang istrinya dengan kata-kata kasar. 

Keluarga-Marvin-Gaye

Melihat hal tersebut Gaye mendorong ayahnya dari kamar ibunya, lalu memukuli dan menendangnya berkali-kali. Gaye menendang ayahnya terus-menerus secara brutal yang membuat ayahnya pergi ke kamar pribadinya. Sang ibunda, Alberta berhasil melerai pertengkaran putranya dan suaminya. 

Marvin memukulnya. Saya berteriak agar dia berhenti, tetapi dia tidak memperhatikan saya. Dia memberi suami saya beberapa tendangan keras.

Alberta Gay

Sementara sang suami menuju kamar pribadinya, Alberta berada dalam kamar Gaye untuk menenangkan putranya. Tidak lama ayahnya kembali ke kamar Gaye sambil menenteng sebuah pistol 38 smith and wesson di tangan kanannya. Tidak disangka sang ayah menembak Gaye dan peluru mengenai bahu kirinya. Tembakan tersebut membuat Gaye terjatuh, Ayahnya melangkah lebih dekat dan kembali menghujani tubuh anaknya dengan peluru kedua. Kali ini peluru tepat mengenai dada Gaye dan menimbulkan lubang kerusakan pada paru-paru kanan, jantung, diafragma dan organ internal lainnya. 

Penahanan-Ayah-Marvin-Gaye

Ironisnya pistol yang digunakan ayahnya adalah pistol yang dibelikan sendiri oleh Gaye pada malam natal tahun 1983, agar orang tuanya dapat menjaga diri dari ancaman penyusup. Takut menjadi sasaran berikutnya Alberta berteriak memohon pada suaminya untuk tidak menembaknya dan lari ke luar dari kediamannya. Sementara saudara-saudara Gaye, Frankie dan Irene yang tinggal tidak jauh dari rumahnya, bergegas keluar ketika mendengar suara ledakan. 

Kemudian mereka melihat Alberta yang lari berhamburan ke luar rumahnya dengan perasaan histeris. Sembari memeluk Irene, Alberta memberi tahu bahwa suaminya telah menembak Gaye. Frankie berlari menuju rumah orang tuanya dan menelusuri lorong kamar Gaye. Frankie menemukan saudaranya itu tergeletak dan berlumuran darah. Ketika Frankie berusaha mengangkat tubuh Gaye, dia membisikkan sebuah kalimat pada Frankie:

Saya mendapatkan apa yang saya inginkan … saya tidak bisa melakukannya sendiri, jadi saya menyuruhnya melakukannya … itu bagus, saya berlari, tidak ada lebih banyak tersisa di dalam diriku.

Marvin Gaye

Gaye segera dilarikan ke rumah sakit, sementara beberapa menit kemudian polisi datang dan meringkus ayah Gaye yang sedang terduduk di teras rumahnya. Gaye dilarikan ke rumah sakit California Hospital Medical Center, namun pada pukul 01:01 siang, Marvin Gaye dinyatakan meninggal dunia. Dia meninggal pada 1 April 1984 sehari sebelum perayaan ulang tahunnya yang ke-45. 

Marvin-Gaye-Pemakaman

Bagian VII : Warisan

Marvin-Gaye-Legacy

51 tahun pasca What’s Going On dirilis, dampak serta warisan yang ditinggalkan tidak pudar sedikitpun. Terbukti masih banyak musisi-musisi di luaran sana yang membawakan ulang, mengaransemen ulang, bahkan membuat sampling dari album ini. Menurut situs whosampled.com lagu “What’s Going On” telah dijadikan sampling lebih dari 80 kali oleh musisi dan produser ternama seperti: Wyclef Jean, Carl Homes, Big K.R.I.T, Mos Def, Big Daddy Kane, dan masih banyak lagi. Sementara lagu “Whats Goin On” telah dibawakan ulang sebanyak 90 kali lebih, dimana diantaranya dibawakan ulang oleh musisi ternama seperti: Donny Hathaway, Quincy Jones, Joe Cocker, A Perfect Circle, U2, Weather Report, Dara Tucker, dan lainnya. Sementara itu pada 2018 produser sekaligus rapper kawakan Dr. Dre bekerjasama dengan Warnes Bros dan Allen Hughes untuk menggarap film biopik dari Marvin Gaye. Film ini masih dalam tahap proses pembuatan, dimana mereka menghabiskan dana sebesar 80 juta dollar. Ini sekaligus tercatat sebagai film biopic musisi Afrika-Amerika dengan budget terbesar sepanjang masa.

Keresahan Menjadi Kenyataan

What's-Going-On-Rolling-Stone

Pada tahun 2004 media sekaligus majalah musik ternama, Rolling Stone Magazine menempatkan album “What’s Going On” Pada peringkat 6 dalam daftar 500 album terbaik sepanjang masa versi mereka. Tetapi di tahun 2018, Rolling Stone Magazine menempatkan album tersebut pada peringkat pertama dalam daftar 500 album terbaik sepanjang masa. Tentunya pihak Rolling Stone memiliki berbagai pertimbangan serta penilaian, mengapa “What’s Going On” berada dalam puncak daftar album terbaik versi mereka. 

Salah satu indikator yang digunakan Rolling Stone Magazine dalam menilai “What’s Going On” sebagai album terbaik versi mereka, adalah tingkat relevansi album dengan keadaan sosial dan kehidupan saat ini. Seperti yang dinubuatkan Marvin Gaye tentang aksi kebrutalan polisi pada warga sipil melalui lagu “What’s Going On”. Nyatanya kehidupan Amerika di era sekarang tidak begitu berbeda dengan kehidupan Amerika pada dekade 70’an, dimana aksi kebrutalan polisi masih terus merajalela dan memakan korban. 

The Washington Post mengeluarkan sebuah statistik mengenai seberapa banyak orang yang ditembak secara fatal oleh oknum kepolisian di Amerika. Hasilnya dalam kurun waktu 5 tahun lebih (2015 – 2020), total korban aksi oknum kebrutalan polisi mencapai 5000 jiwa. Tentunya peristiwa penembakan George Floyd pada tahun 2020 lalu masih begitu membekas, dimana beritanya tersebar ke seluruh dunia dan tagar #Blacklivesmatter sempat naik menjadi trending topik di Twitter. 

Kebrutalan-oknum-aparat

Sang Mesias Palsu Perusak Ekosistem

Global-Warming-Industrialisasi

Jika berpikir masalah yang diangkat Gaye hanya terasa relevan dalam sudut pandang kehidupan di Amerika, itu sama sekali tidak benar. Tingkat relevansi album ini juga dapat menjangkau skala yang lebih besar dan global. Masih di lagu yang sama ketika Marvin Gaye menyinggung sedikit mengenai bencana perang atau pada lagu “Save the Children”, dimana ia menyinggung dampak perang yang dapat berpotensi merusak kehidupan generasi berikutnya. Apa yang didapat dari kehidupan di era sekarang? Perang antara Rusia dan Ukraina berkecamuk dan korban-korban terus berjatuhan. Ketika lembaga perdamaian dunia bahkan tidak dapat mencegah meletusnya peperangan. 

Lalu pada lagu “Mercy Mercy Me (The Ecology) ” yang menceritakan kerusakan alam akibat ulah manusia, apakah masalah ini sudah terselesaikan seiring dengan majunya teknologi dan peradaban? Jawabannya tentu saja tidak dan justru semakin memburuk. NOAA mengeluarkan statistik terkait pemanasan global yang terus meningkatkan suhu bumi secara signifikan pada setiap dekadenya. 

Tentunya pemanasan global adalah dampak akhir dari serangkaian aktivitas merugikan yang ditimbulkan oleh manusia seperti penebangan hutan secara liar, penggunaan energi secara berlebihan, industrialisasi, pencemaran lingkungan, dan lainnya. Nampaknya tidak perlu dijelaskan lagi secara komprehensif mengenai efek domino yang ditimbulkan oleh pemanasan global. Namun yang jelas ini dapat berdampak pada Melelehnya es di kutub yang menyebabkan meningkatnya potensi banjir. Sementara panasnya suhu yang tidak stabil juga dapat menimbulkan erosi, kekeringan, dan cuaca ekstrim. 

Para investor menggelontorkan dana sebesar 50 miliar dolar untuk mendanai perusahaan-perusahaan berbasis cleantech (teknologi ramah lingkungan) dengan tujuan “membersihkan” dunia. Tidak butuh waktu lama untuk mengantarkannya pada bencana, dimana 40 lebih pabrik sel surya menyatakan diri bangkrut pada tahun 2012. Itu semua terjadi karena mereka memang tidak benar-benar berminat memperbaiki ekosistem dunia. Mereka hanya bersembunyi di balik industri cleantech demi memproduksi teknologi tiruan dan murahan, namun berharap dapat mendatangkan keuntungan sebanyak-banyaknya serta menyelesaikan masalah dengan sendirinya. 

Perbudakan-dan-Kapitalisme

Kemudian beranjak pada lagu “Inner City Blues (Make Me Wanna Holler)”, ketika Gaye mengkritik mengenai pemerintahan yang lebih sudi mengeluarkan kocek untuk membangun proyek-proyek “mainan” mereka, dibanding mencoba memberantas dan mengurangi kemiskinan. Dalam lagu tersebut Gaye turut mengkritik para masyarakat proletar yang terus dieksploitasi demi kepentingan pemilik modal dan hanya diberi bayaran yang jauh dari upah standar, dimana mereka seharusnya layak mendapat lebih apa yang dibayarkan sekarang. 

Terdengar familiar? tentu saja karena praktik kapitalisme di era modern seperti ini masih terus merajalela. Lebih parahnya, para pemodal melancarkan kampanye, demi meyakinkan masyarakat bahwa mereka adalah sang juruselamat yang menghindarkan umat manusia pada kehancuran. Mereka sengaja menciptakan dan membesar-besarkan sebuah masalah agar masyarakat mau menggunakan produk dan jasa yang mereka ditawarkan, karena produk mereka menawarkan solusi 

Tetapi justru merekalah yang tengah merusak tatanan sosial kehidupan manusia dengan begitu terstruktur, sistematis, dan masif. 

Persoalan Pribadi Yang Menjadi Epidemi

Adiksi-obat-obatan

Pengalaman personal Gaye mengenai kecanduan kokain pada lagu “Flyin’ High (In the Friendly Sky)” masih menjadi masalah yang serius hingga sekarang. Masalah ketergantungan obat-obatan terlarang menjadi polemik endemik bagi sejumlah negara. Badan lembaga National Institute on Drug Abuse mengeluarkan sebuah statistik mengenai warga Amerika yang meninggal akibat overdosis. Dapat dilihat bahwa setiap tahunnya korban terus bertambah, bahkan pada tahun 2020 angka korban overdosis obat-obatan terlarang mencapai 91 ribu lebih jiwa. Sementara menurut kepala badan narkotika nasional (BNN), Komjen Pol. Petrus Reinhard Golose mengungkapkan bahwa penggunaan narkoba di Indonesia per 2021 mencapai angka 3,66 juta jiwa. 

Tidak butuh imajinasi liar untuk membayangkan hidup di masa lampau agar merasa terhubung dengan pesan-pesan yang disampaikan oleh album “What’s Going On”. Marvin Gaye sudah meninggalkan sebuah catatan penting pada dunia yang dapat memperbarui dengan sendirinya. Dia sudah menubuatkan semua masalah-masalah yang bakal terjadi pada era kehidupan sekarang seolah dirinya baru menulis semua ini kemarin sore. Dengan kata lain, sebuah statement yang dibalut dengan pertanyaan ini selalu dirasa relevan dengan kehidupan sekarang, esok lusa, hingga 2-3 generasi mendatang. 

Saya mulai mengevaluasi kembali seluruh konsep pribadi tentang apa yang saya ingin katakan melalui musik… Saya menyadari bahwa saya harus meletakkan fantasi saya sendiri di belakang, jika saya ingin menulis lagu untuk menjangkau jiwa orang. Saya ingin mereka melihat apa yang terjadi di dunia.

Marvin Gaye

Baca Juga : Album Soul Terbaik Diluar Rilisan Motown & Stax Records

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share via
Copy link