2023Experimental Hip HopHip HopReviews

JPEGMAFIA X Danny Brown – Scaring the Hoes – Review

JPEGMAFIA-and-Danny-Brown-Scaring-The-Hoes-Review

JPEGMAFIA terlanjur menaruh tubuhnya berada di ambang tepi jurang, membiarkan siapapun yang membencinya dengan sigap mendorongnya agar segera terperosok. Ia memang seperti bola api liar dengan segenap adrenalin tinggi dalam hal mengkritik, menyerang, dan mencemooh beragam perihal sosial politik, keestetikan artistik hip-hop, hingga kebudayaan yang kerap dipuja oleh segenap masyarakat moralis.

Celotehan bertensi tingginya diimbangi oleh kepiawaian memproduseri secara mandiri musiknya, menyelewengkan ragam genre musik, mengkurasi instrumen secara out of the box, hingga merakit rima dalam suguhan energi dan ironi kasar yang terbungkus flow intens dan agresif. Mendengar karya terbarunya “Scaring the Hoes”, ia semakin melebarkan rongga-rongga eksperimennya untuk menyentuh areal yang jauh lebih bersifat kaustik, ketidakseimbangan tonal, dan memberikan komplikasi akut pada berbagai kolase sampling ragam elemen musik.

Danny-Brown-Jpegmafia

Ia tidak sendiri kali ini, karena rapper asal Detroit, Danny Brown menjadi tandem yang pas, dimana keduanya sama-sama memiliki pemikiran eksentrik serta liar dalam hal eksekusi. Sekarang, Peggy (JPEGMAFIA) seperti pergi menginstal Tor Browser, mengakses situs-situs tergelap dan banyak mengambil sampling musik obscure, glitchy, dan memiliki sifat aggro tingkat tinggi dalam menarget kekacau-balauan.

Tujuan Peggy dalam mendaur ulang “sampah-sampah” tersebut tidak untuk mendapat nilai apresiatif dalam waktu dekat, melainkan mengharapkan pertumbuhan secara capital gain, yang didapat setelah 10-20 tahun ke depan. Dengan begitu orang mulai memahami esensinya sebagaimana remaja Tiktok era sekarang yang senang memutar lagu-lagu era terdahulu yang dianggap remeh pada masanya.

Secara instan akan ditemukan banyak lonjakan musik sirkuit chiptune korslet, tempo yang mengucurkan keringat dingin kegelisahan, break-beat dengan pixel terpecah, sengatan elektro bertegangan tinggi, dan distorsi kencang dari garis bass. Itu langsung terdengar pada pembuka, “Lean Beef Party” yang menaruh suara bisikan skizofrenia pada latar terhalus dan suara chipmunk soul yang ditingkatkan level BPM-nya. Membiarkan gelombang layer synth berdecit dalam memberikan rasa anonimitas terhadap latar suara yang deja-vu. Peggy sudah menancapkan luapan energinya di sini, sementara Brown masih tampak melakukan pemanasan dan hanya membredel dengan konteks lirik kabur dan tidak tertuju.

Ya, “Scaring the Hoes” memang tidak terlalu mempropaganda suatu misi dan hanya tampak seperti proyek kesenangan yang tetap ditimpali dengan ironi dari sentimen mereka terhadap topik tertentu. Judul album yang diperuntukan untuk merespon mereka yang mengejek dan menghina karya Peggy, karena dinilai terlalu ekstrimis dan absurd dalam menembus batas. Tetapi pada judul lagu yang serupa dengan album, Brown melontarkan kritikannya terhadap kedigdayaan hip-hop era sekarang, yang tidak lagi berlandaskan pada semangat kreatifitas, melainkan terkesan hanya sebuah komoditas.

Hal tersebut disuarakan dalam lengkingan saxophone yang menyiksa, dan vokal yang menggema dan terpecah menjadi tusukan beling lebih tajam. Ini juga berkaitan dengan alasan mendasar mengapa Peggy, secara holistik melakukan pendekatan gaya hip-hop sekolah lama dalam hal produksi, ia bahkan rela menghabiskan waktu 1 tahun untuk mempelajari menggunakan mesin SP-404 secara tunggal, sehingga dengan terpaksa ia harus merubah semua instrumentasi pada teknik sampling dan tidak ada decitan scratch turntable maupun sesi rekaman instrumen lapangan secara langsung.

Tentu ini sebuah keterbatasan menuju kebebasan dalam melahirkan semangat musik progresif dan experimental yang justru hanya dilandaskan pada kekuatan perangkat minimalis. Tetapi aspek penting selain daripada menteleportasi elemen instrumen secepat mungkin pada nuansa berbeda dan tumpang tindih, Peggy menyediakan akses layer untuk instrumen yang bergerak dalam kekuatan basis melodi lebih kuat, sehingga ini melumasi semua instrumen untuk tidak sekedar bergerak acak, tetapi mampu menampilkan kilauan atmosfer. Sifatnya bisa jadi lebih rukun dan tidak konfrontasional.

“Steppa Pig” yang telah dibombardir dengan patahan lempengan beat baja dan Brown yang semakin maniak. Pada hampir penghujung lagu, Peggy menenun synth yang bergelombang. “Burfict!” salah satu potongan lagu yang menampilkan instrumen inventif dan berbeda dari lagu-lagu sebelumnya, dimana kali ini melodi bersifat kolosal dan kemegahan menjadi entrance soundtrack untuk rima Brown yang lebih memantul, sementara Peggy melonjak dengan kekesalan, umpatan yang membuat ubun-ubun meledak.

“Orange Juice Jones” tampak seperti potongan instrumen paling minimalis dari album yang hanya mengenakan teknik looping pada sampel lagu “You Think You Know Me (Edge)” tetapi rapline yang bertabrakan terhadap sampling vokal sama sekali tidak merobohkan level emosional pada lagu ini. Mengingat keanehan Peggy dalam menuangkan isi pemikirannya, akan sangat menggoda orang untuk segera mengaitkan prasangka Peggy yang tampaknya terobsesi dengan merengkuh peringkat edginess, namun perspektif lain mengatakan ini juga dapat digunakan sebagai daya ungkit untuk kedua rapper melebarkan dimensi kreatifitasnya dan sanggup berpacu dalam berbagai kondisi dan fluktuasi tak terduga.

“Fentanyl Tester” yang digelontorkan dengan serangan canon laser dan beat hiperaktif menjadi sebuah tantangan yang sulit untuk dihadapi, tetapi Peggy maupun Brown justru berhasil mengendalikannya dan menjadi salah satu lagu yang memiliki tingkat banger akut. Sampai sini tercerahkan bahwa Peggy memahami kebutuhannya untuk memilih seorang partner koalisi yang mampu mengatasi segala medan dengan pelbagai persenjataan, dan Brown adalah sosok yang pantas karena selain persona dan imejnya yang tidak terkendali, ia memang dibekali dengan kemampuan teknis dalam melakukan pemberdayaan crafting terhadap variasi flow.

Keduanya dapat berlari kencang, melompat-lompat, namun mungkin yang sedikit menjegal adalah gaya produksi Peggy yang terlalu berapi-api dalam menabrakan segala elemen. “God Loves You” lagu dengan gema vokal sampling soul lawas yang menyentuh spiritual memiliki level clipping yang mengganggu, sehingga antara sampling maupun vokal tumpah ruah dalam tingkat yang tidak seimbang.

“HOE (Heaven On Earth)” sebagai penutupan (bagi versi beberapa platform digital) dengan teknik yang lebih berkesan 90’s hip-hop menutup album dengan perasaan menggantung secara alur. Tetapi jelas di sini, tujuan Peggy berhasil dalam merespon cemoohan dengan reaksi yang lebih frontal dalam berkarya, dan siap untuk menghadirkan banyak cemoohan lainnya yang dapat dijadikan motivasi berikutnya, Peggy dalam mendorong kreatifitasnya lebih gawat dan jauh lagi.   

Rating : 9 / 10

Lagu yang direkomendasikan : Lean Beef Patty, Steppa Pig, SCARING THE HOES, Garbage Pale Kids, Fentanyl Tester, Burfict!, Orange Juice Jones, God Loves You, Jack Harlow Combo Meal.

Baca Juga : Black Thought & Danger Mouse – Cheat Codes – Review

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share via
Copy link