2009Doom MetalMetalReviews

EA – EA II – Review

EA-Album-Cover

EA terus mencengkram anda agar selalu berpusar pada lingkaran keputusasaan, kesedihan, dan kesendirian. Tidak peduli seberapa keras anda berusaha untuk keluar dari itu semua, anda akan semakin terperosok jauh. Satu-satunya cara untuk lepas dari segala kondisi tersebut, adalah penebusan nyawa yang mengantarkan anda pada sebuah siksaan abadi.

Extreme metal, banyak orang beranggapan bahwa jenis musik ini selalu berkaitan dengan alunan musik bertempo cepat dan begitu bising di telinga. Anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Bagi saya, musik extreme metal terbagi menjadi 2 bagian, menurut cara penyampaian dan sifat daripada karakter musik itu sendiri.

Jenis pertama memiliki karakter musik ekspresif, dan disampaikan melalui permainan musik yang cepat, intens, dan agresif. Biasanya extreme metal jenis seperti ini sering dijumpai pada turunan musik metal seperti death metal, black metal, dan thrash metal (jika kalian mengaggap thrash keluarga dari extreme metal). Band seperti Marduk, Slayer, Sarcofago, Deicide, Blasphemy sangat cocok dikategorikan sebagai jenis extreme metal ekspresif.

Sementara jenis extreme metal kedua memiliki karakter musik emosional dan disampaikan melalui permainan musik bertempo lamban, mengalun-alun, dan tidak jarang melibatkan tekstur suara lebih beragam. Disamping mengunakan instrumen konvensional seperti gitar, bass, dan drum. Instrumen pendukung seperti keyboard, synth, dan piano dilibatkan untuk menambah rasa dan ekspresi dari segi tekstur musik. Doom metal, post-metal, dan beberapa turunan black metal saya rasa dapat masuk ke dalam kategori musik extreme metal satu ini.

Dari kedua jenis extreme metal tadi, dimanakah posisi EA sebenarnya?. Saya rasa band pengusung funeral doom metal satu ini sagat cocok bila dikategorikan sebagai jenis extreme metal tipikal emosional. Karakter musik EA secara garis besar, sangatlah klop dengan ciri dari extreme metal berkarakter emosional yang sudah saya jabarkan sebelumnya.

Sedikit informasi, EA merupakan band funeral doom metal yang sudah berdiri sejak tahun 2005. Nama EA sendiri diambil dari bahasa Akkadian dan Babylonia yang memiliki arti Dewa. Sayangnya investigasi mengenai informasi EA hanya berhenti sampai disitu. Mereka memutuskan untuk merahasiakan seluruh identitas anggota, termasuk juga tempat dimana mereka pertama kali dibentuk.

EA juga kerap memalsukan keberadaan asli mereka, ada yang berkata bahwa EA berasal dari St. Petersburg, Russia. Tetapi ada yang beranggapan bahwa mereka berasal dari Wyoming, Amerika Serikat dan Antartika.

Terlepas dari minimnya informasi, EA merupakan band funeral doom yang cukup disegani dan sejauh ini sudah melepas 6 album penuh. EA II merupakan album studio ke-2 EA dan sekaligus menjadi ajang pembuktian konsistensi, setelah EA melepas album debut yang cukup diterima dengan hangat oleh pecinta funeral doom metal.

Baca Juga : Saint Ali : From the Seashore of Barus to the Firmament of Debata Review

EA-Funeral-Doom-Metal

EA II terbagi menjadi 2 bab besar, dimana masing-masing bab direpresentasikan dengan sebuah lagu berdurasi 20 menit lebih. Inilah tugas dari EA, untuk memastikan agar menikmati musik mereka bukanlah sebuah pekerjaan berat bahkan bagi para awam sekalipun. Saya rasa, EA menjalankan tugas tersebut dengan lebih realistis dan tidak terlalu memaksakan hal tersebut terjadi.

Namun yang jelas, EA tidak membiarkan raungan riffage berat bertempo lamban mengalun sendirian dalam luasnya samudra durasi kedua lagu dialbum ini. Iringan piano, alunan melodi synth melankolis yang berputar-putar di beberapa segmen memastikan atmosfir terdengar lugas dan begitu ketara. Rasa antara kesedihan, ketakutan, dan kesendirian menyatu dan seolah menjadi teman paling akrab untuk menelusuri lorong tiap lorong keseluruhan album ini.

Narasi vokal yang diterjemahkan dalam bentuk growl murni representasi dari teriakan keputusasaan dan penderitaan atas konsekuensi menjalani hidup dalam siklus emosional yang dirudung dengan aura negatif. Suka atau tidak, EA hanya menyampaikan pesan tersebut pada keseluruhan jalannya album, yakni untuk merasakan kesedihan ini dengan perlahan namun menyakitkan.

EA sendiri seolah tidak memiliki perbendaharaan kata pas untuk mendeskripsikan situasi kiamat kecil yang mereka ciptakan, sehingga mereka memutuskan untuk tidak memberi nama pada kedua lagunya.

Lagu pertama dibuka dengan dentingan piano bernuansa gloomy menjadi tanda awal masuknya ke dalam pusaran gerbang keputusasaan. Perasaan semakin menguat ketika geraman distorsi gitar menjadi konfirmator dimulainya siksaan ini. EA menggunakan metode vokal bersahut-sahutan. Rasanya seperti mendengarkan suara-suara yang terus membuat perasaan bertanya-tanya “suara apakah ini semua?”.

Seperti pengdiagnosa skitsofernia akut yang terus menerus menerima halusinasi pendengaran yang mengitari disekitaran pikiran dan jiwanya untuk melakukan sesuatu yang bersifat self-destructive. Perubahan nuansa terjadi ketika suara-suara bising itu berlalu, menjadi lebih melankolis, sedih, dan pilu.

Perubahan emosinya tertata dengan alunan lebih perlahan namun pasti, tidak sedrastis pengidap bipolar yang mengalami perubahaan mood begitu drastis. Setengah jalannya lagu ini, saya rasa memiliki arahan musik condong ke ranah teritori atmospheric doom metal. Iringan piano secara berkala sering mengisi posisi instrumen, sementara elemen synth dengan tendensi melodi sedihnya mengambang diantara sekat-sekat distorsi gitar, tabuhan drum, dan geraman vokal.

Setidaknya ada sedikit kesan indah yang dapat ditarik dalam tata instrumensasi antara melodi synth, gitar dan piano. Ketiganya saling melempar melodi-melodi minimalis, tetapi bila dirangkai memiliki kesan instrumental bercorak simfonik dan optimal memberikan melodi-melodi syahdu sebagai katalis nuansa duka yang terus merundung sepanjang pertengahan lagu.

Sadar akan lagu berdurasi panjang, EA membuat checkpoint pada pertengahan lagu, dengan sedikit menyuntikan nuansa berbeda. Elemen atmospheric doom melankolis yang tadinya begitu mendominasi, tiba-tiba diserap dengan keberadaan elemen ambient secara mendadak muncul, meski sifatnya hanya sebagai interlude. Memasuki babak baru ini, EA tidak terlalu intens untuk mengeksploitasi sisi kesedihan manusia.

Suara tetesan air, dan jantung berdegup kencang menjadi sinyal untuk beranjak memasuki kondisi emosional manusia lain, yang tidak kalah berbahayanya. Pertengahan hingga akhir lagu, EA mengalami pergeseran emosi menjadi terdengar lebih marah dari sebelumnya. Semuanya tergambar ketika riff-riff tebal lebih banyak menerjang kali ini, dan masih menggunakan pola serupa, sektor vokal kembali menghantui akhir perjalanan yang penuh dengan nestapa ini.

Lagu ke-2 terasa berjalan seperti bagaimana semestinya musik funeral doom metal bekerja. Sektor melodi tidak lagi ditangguhkan pada peran synth dan keyboard, dimana imbasnya sektor gitar kali ini mengambil alih untuk mengisi peran tersebut. Elemen asli dari funeral doom seperti riff stem-rendah, hantaman drum lebih bertenaga, serta partikel musik ambient kali ini lebih terlibat secara menyeluruh.

Secara kedalaman tekstur musik, lagu ini memiliki keberagaman warna, dan alur lebih bergelombang. Pada pertengahan lagu, EA menempatkan suara ambient, organ bernuansa katedral tua, dungeon synth, dan melodi gitar secara runut. EA seperti tidak ingin kehilangan momentum untuk terus-menerus meletakan elemen bersifat punchy pada setiap ornamen musiknya tersebut.

Dibanding lagu sebelumnya, lagu kedua ini memiliki nuansa lebih tragis meski berada dalam naungan koridor keputusasaan.Terdengar dari peralihan peran synth yang membentuk pola choir vokal minimalis. Ini terdengar seperti sebuah peristiwa redemption, dimana seorang pendosa harus menebus kesalahan dengan ganjaran nyawa.

Nuansa surgawi yang dibuat, menjadi iring-iringan pelepasan jiwa dari tubuh fana yang sudah diselubungi dosa. Peristiwa tersebut sekaligus mengakhiri perjalanan dengan meninggalkan rasa klimaks.

Overall jika dipandang dari sudut penggemar musik sejenis, EA II tidak memiliki celah kekurangan berarti. Kualitas produksi baik dari segi instrumen, meski harus sedikit mengorbankan tekstur vokal yang terdengar kabur dan terkubur. Tetapi jalur dari masing-masing instrumen dipastikan menyampaikan seluruh pesannya cukup maksimal.

Tetapi berkaca pada pandangan musik metal secara keseluruhan, apakah album ini layak sebagai gerbang awal untuk masuk ke dalam kubangan musik funeral doom? Saya rasa tidak demikian, masih banyak band dan album lainnya yang lebih layak berada dalam posisi itu.

Evoken, Ahab, dan Mournful Congregation menjadi nama yang pantas, sedangkan band seperti Clouds, Saturnus, dan Shape of Despair juga dapat menjadi alternatif dengan penekanan melodi bersifat dominan.

EA terus mencengkram anda agar selalu berpusar pada lingkaran keputusasaan, kesedihan, dan kesendirian. Tidak peduli seberapa keras anda berusaha untuk keluar dari itu semua, anda akan semakin terperosok jauh. Satu-satunya cara untuk lepas dari segala kondisi tersebut, adalah penebusan nyawa yang mengantarkan anda pada sebuah siksaan abadi.

Rating : 8 / 10

Baca Juga : Messa : Feast For Water Review

.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share via
Copy link