Metal Ndas Garis Keras (Part II)
4 Album musik metal lainnya yang wajib Didengarkan oleh para pecinta musik metal garis keras. Meliputi Take Over and Destroy, Demon Eye, Zgard, Odradek Room
Selain memberi saya ruang untuk menulis album-album metal yang sudah lewat masa euroforianya. Rubik ini saya gunakan untuk merubah perspektif yang sudah terlanjur tertanam pada mindset segelintir metalhead. Sebuah perspektif bahwa turunan musik extreme metal merupakan satu-satunya juruselamat yang menyelamatkan seluruh garis keturunan musik metal menurut saya adalah sebuah kekeliruan.
Mungkin dampaknya tidak terlalu berpengaruh dan mengerikan. Namun bila mindset ini terus tertanam dan dipupuk oleh doktrin serupa, saya rasa akan muncul suatu kecenderungan untuk mengundang reaksi penolakan terhadap musik metal turunan lainnya diluar konteks daripada extreme metal. Reaksi penolakan mungkin hanya merugikan pihak individu dan tidak berdampak pada komunitas. Tetapi jika sudah berlanjut pada tingkat pendiskreditan, saya rasa akan semakin banyak pihak lagi yang dirugikan oleh midnset yang merusak ini.
Dengan hadirnya rubik ini, saya berusaha untuk memberikan “panggung” pada semua jenis musik metal, tidak peduli bagaimanapun bentuk hasil akhir daripada eksekusi musiknya. Jika dirasa, sebuah album tersebut, menarik dan pantas untuk dibahas, saya akam membahasnya di sini. Saya menyadari untuk melakukan itu semua, butuh yang namanya sebuah proses. Semuanya tidak serta-merta direalisasikan hanya dalam waktu sehari semalam.
Namun setiap langkah kecil rubik ini akan menjadi tindakan konkrit yang pada akhirnya akan membawa saya pada tujuan tersebut. Tanpa panjang lebar lagi, mari kita lanjutkan pembahasan ini langsung pada rekomendasi album di bawah ini setuju?
Take Over and Destroy – Vacant Face (Black / Sludge Metal)
Quintet pengusung sludge metal asal Arizona, Amerika Serikat ini menawarkan sebuah perspektif baru dalam sludge metal. Lewat album studio ke-2 nya berjudul ‘Vacant Face’, Take Over and Destroy memberi isyarat, mereka dapat membuat musik sludge metal yang dapat sepenuhnya lepas dari bayang-bayang para titan sludge dari New Orleans.
Take Over and Destroy, tidak terpaku untuk menghasilkan riffage berat bertekstur kotor, dan memiliki tempo menjengkelkan. Alih-alih menghasilkan repetisi riff serupa, mereka melakukan subtitusi dengan memasukan elemen black metal, traditional heavy metal, speed metal, dan gothic rock. Melodi-melodi NWOBHM, gelombang melodi synth bercora gothic, dan tremolo riff juga menjadi penunjang utama keseluruhan jalur musik album ini.
Saya sedang membayangkan gimana jadinya Tribulation berkolaborasi dengan Khemmis, Cobalt dan Sleep membuat proyek kolektif bersama, mungkin hasil akhirnya tidak jauh dari album ini. ‘Vacant Face’ juga mampu menjaga performa dan style musiknya agar memancarkan ekspresi bernuansa retro metal, tetapi masih terdengar relevan disaat yang bersamaan.
Sebuah album sludge metal dengan visi lebih lebar, apalagi didukung dengan penulisan lagu matang, membuat materi keseluruhan album hampir dapat dinikmati dari sudut manapun. Sekedar informasi, bahwa Take Over and Destroy juga ternyata pernah menjadi tempat transit dari sang gitaris Nate Garrett (ex-Gatecreeper, Spirit Adrift). Take Over and Destroy sendiri memiliki diskografi cukup solid, dimana album-album lainnya seperti Endless Night (2013) dan self-titled (2016) menjadi seri album legit lainnya dari mereka.
Demon Eye – Tempora Infernalia (Hard Rock / Heavy Metal)
Didirikan di North Carolina, United States, Demon Eye menjadikan elemen hardrock dan traditional metal pegangan utama dalam meracik nada-nada. Lewat album ‘Tempora Infernalia’, Demon Eye mengenalkan banyak perpaduan konsep dari band-band rock lawas yang sebelumnya mustahil untuk dilakukan pada era keemasaanya. Sedikit banyak, Demon Eye terpengaruh dari band-band sejenis Budgie, Rainbow, Uriah Heep, Black Sabbath dan Thin Lizzy.
Jika Demon Eye lahir di era tersebut, mungkin akan menjadi jembatan perantara antara band yang dianggap pengusung proto metal dengan band-band yang dianggap representasi dari metal gelombang baru.
Memiliki tempo lebih menghentak, dan menggebu bila dibandingkan dengan hard rock sejenis, dan dibungkus dengan melodi-melodi gitar bernuansa occult. Jika dilihat dari perspektif sebuah album full heavy metal serupa, alur keseluruhan ‘Tempora Infernalia’ memiliki banyak sudut beragam.
Beberapa lagu ada yang terdengar energik, menggebu-gebu dengan suara gitar lebih terang. Sementara dibeberapa lagu, Demon Eye juga dapat berprogresi menampilkan komposisi musik doom metal / stoner, lengkap dengan nuansa gelapnya.
Sementara sektor vokal juga tidak kalah memikatnya. Perpaduan vokal yang menurut saya terdengar seperti perpaduan dari gaya vokal Geddy Lee (R.U.S.H), dan Ozzy Osbourne (Black Sabbath). Namun sang vokalis memangkas jangkauan range, nya sehingga vokalnya terdengar lebih murung dan gelap, sesuai dengan representasi musik album ini. Sayangnya Demon Eye sudah bubar sejak 2019 lalu, dan meninggalkan 3 buah album penuh selama mereka berkarir.
Baca Juga : 8 Album Musik Terbaru Minggu Ini
Odradek Room – Bardo. Relative Reality (Progressive Melodic Doom Metal)
Biasanya term “melodic” yang diasosiasikan dengan musik berbau ekstrim metal, otomatis langsung menyita perhatian saya. Karena sampai sekarang, saya banyak menemukan album-album metal bagus yang berlabelkan “melodic” dalam tag genre mereka. Insomnium, Red Moon Architect, Swallow the Sun adalah sejumlah nama yang membuktikan itu semua. Konteks disini tidak selalu merujuk pada sub-genre tertentu. Bisa saja tag “melodic” ini disematkan dalam melodic death metal, melodic doom metal, dan sebagainya.
Kebetulan Odradek Room masuk ke dalam koridor daripada melodic doom metal yang diberi bumbu progressive. Band asal Mariupol, Ukraina ini membawa penekanan atmosfir yang penuh dengan nuansa melankolis, kelabu, dan mampu menyayat mereka yang memiliki kondisi emosional dirudung kesedihan.
Sesi instrumen dari album ini, terasa seperti sedang menceritakan sesuatu lewat masing-masing perannya. Lengkinga melodi gitar yang begitu melodius, dan dominan menjadi representasi paling gamblang untuk mencerminkan suatu emosi yang mengundang derai air mata. Sementara gebrakan drum, riff-riff gitar heavy dan teriakan vokal menyampaikan emosi bersebrangan, yaitu menarasikan amukan yang terpendam.
Peran dari melod gitar, synth, dan instrumental pencipta nuansa atmosferik lainnya, dirasa memiliki peran lebih dominan. Mereka banyak meleburkan sisi melodis dari beberapa band seperti Saturnus, Shining, Swallow The Sun, Katatonia era lawas, dan October Tide. Sementara sisi agresi dari musik mereka hanya dijadikan untuk transit sementara saja, bilamana amarah harus diluapkan, maka kegarangan musik mereka baru muncul.
Zgard – Totem (Pagan Black Metal)
one man black metal, Zgard sudah banyak melepas album studio, tetapi jujur saya tidak mengikuti perkembangan band ini. Tetapi album ‘Totem’ yang dilepasnya pada tahun 2015 sukses membuat Zgard bertengger di playlist pribadi berbulan-bulan lamanya. Pada saat itu saya memang sangat tergila-gila dengan black metal terutama yang memiliki pola riff–riff melodius dan tidak terlalu banyak menggempur dengan tempo cepat secara berlebihan.
Zgard lebih sering membentuk riffage nya ke ranah lebih melodius. Iring-iringan suara synth, alat instrumen tradisional, maupun backing vokal kadang muncul dengan perannya sebagai pendukung untuk membuat suasana semakin surreal. ‘Totem’ lebih menggambarkan akan susana pertempuran bangsa nordik yang epik dan heroik, dibandingkan menggambarkan sebuah keadaan hutan angker yang dingin diselimuti salju.
Atas indikator itu, Zgard mampu bertahan dalam playlist pribadi dengan rentan waktu cukup lama. Belum lagi indikator penunjang lainnya, yaitu kepiawaian sang frontman Yaromisl meracik riff-riff dingin dengan melodi yang sangat mudah melekat dalam ingatan. Meski hampir seluruh lagu ditulis dengan durasi 5 menit lebih, tetapi Zgard seolah tidak kesulitan untuk membuat materi yang tidak terdengar stagan dan selalu berhasil memberikan kadar excitment.
Rasanya jika tidak menyebutkan nama-nama band seperti Nokturnal Mortum, Drudkh, dan Kroda, seperti ada sesuatu yang salah. Pasalnya musikalitas album ‘Totem’ ini besar terpengaruh oleh ketiga band tersebut. Positifnya Zgard tidak terlalu menjiplak formula para sesepuhnya itu, sehingga elemen musik Zgard terasa orisinal. Zgard memiliki nuansa musik yang lebih menggelora, dengan dentuman blast-beat yang seolah membentuk genderang perang.
Kualitas produksi keseluruhan album juga menjadi plus poin penting di album ini. Zgard mampu membuat kebisingan rentetan suara drum tetap terkendali dan “ramah” ditelinga, meskipun sedang berada dalam keadaan yang menghasilkan letupan-letupan suara bising.
Baca Juga : Metal Ndas Garis Keras (Part I)