Urthshroud – Eternal Forecast of Sorrow – Review
“Urtshroud dalam album debutnya, “Eternal Forecast of Sorrow” menumbuhkan kesadaran dan upaya pencarian kebenaran tersembunyi dengan cara menyatukan stimulus-stimulus bersifat dualisme yang hinggap dalam tubuh musik depressive suicidal black metal.”
Colin Marston merupakan sosok paradoks dalam kancah extreme metal saat ini. Dia selalu memiliki cara pandang tersendiri untuk mencari celah tentang menciptakan karya yang dilatarbelakangi oleh pendekatan elaborasi daya penciptaan sonik dengan cara menyatukan pakem-pakem tradisional terhadap visi eksentriknya. Metode ini secara tidak langsung telah berubah menjadi sebuah bentuk kesadaran sekaligus melontarkan pertanyaan kritis terhadap para fanatik gerakan extreme metal untuk mempertanyakan loyalitas mereka terhadap persatuan budaya ini.
Apakah mereka masih rela bersedia dan sudi mendengarkan penuturan Marston dengan ekstra kesabaran dan penuh perhatian, sementara dalam pola pikirnya dia lebih memilih menyusuri berbagai kemungkinan yang bahkan belum pernah dilakukan dan terbukti berhasil secara empiris dalam kitab historis perjalanan extreme metal selama ini. Dia mempersuasi sembari menunjukkan ini adalah saat yang tepat untuk kembali memikirkan dan memahami ulang fungsionalitas daripada terminologi extreme sesungguhnya yang menempel pada sebuah entitas seni.
Cara ini setidaknya berhasil untuk meretakkan cakrawala atau membelah langit-langit yang berusaha membatasi dirinya berekspresi secara independen dan totalitas. Beberapa proyek avant-metal esensialnya semacam Krallice, Behold the Arctopus, Dysrhythmia, Encenathrakh, serta Indricothere banyak mendapat sorot perhatian dan Colin secara tidak langsung berusaha untuk membangun citra sebagai salah satu figur extreme metal paling produktif.
Pemaknaan moniker Menegroth (1000 Thousand Caves) yang digunakan sebagai julukan studio rekaman yang didirikannya bukanlah suatu ungkapan berlebihan. Dengan banyaknya proyek yang tengah digarap saat ini, serta kemungkinan lebih banyak band yang muncul akan datang tidak memupus harapan bahwa Marston lebih dari sanggup menciptakan dan mengkomposisi 1000 keping lagu ke depannya.
5 proyek teratasnya barangkali hanyalah sebatas gerbang awal, untuk mengantarkan pada semesta lebih luas yang semakin dipenuhi oleh absurditas. Salah satu benda kosmik yang mengorbit dalam semesta ketidakmenentuan itu ialah Urthshroud, salah satu proyek yang dicetus pada tahun 2021 dan merupakan hasil pemikiran turunan dari Indricothere serta Xazraug. Setidaknya itu yang Marston ungkapkan, ketika kami mencari tahu mengenai hubungan Urthshroud dengan proyek lain yang dia garap.
Urthshroud sendiri banyak merepresentasikan perilaku serta kepribadian berbeda dari Marston. Ini merupakan satu-satunya proyek hasil kreasi dirinya yang berorientasi pada ruang lingkup musik DSBM / dark ambient. Dia memberanikan diri untuk duduk di balik kit drum, dimana ia mengetahui percis bahwa kemampuannya dalam menghasilkan nada-nada ritmis tidak menentu memiliki angka konversi keberhasilan relatif rendah.
Dia mengakui bahwa selama 20 tahun lebih tidak pernah bermain drum. Momentum tersebut justru dimanfaatkan untuk mempertahankan esensi amatirisme sekaligus merekatkan perasaan bahwa nilai kecerobohan justru menjadi pillar dan mampu merangkul kemungkinan adanya kesan progresif yang ditimbulkan dari caranya merancang arsitektur musikal.
Kami menyadari adanya kesadaran dan upaya pencarian kebenaran tersembunyi yang dilakukan Urthshroud dalam debutnya, dengan cara menyatukan stimulus-stimulus bersifat dualisme yang hinggap dalam tubuh musik DSBM. Mari luruskan dualisme apa yang terkandung di dalam entitas musik DSBM.
Secara garis besar, DSBM disajikan dalam pandangan yang berseberangan dengan ideologi status quo penganut paham keindahan era romantisme yang menyajikan keagungan bentuk untuk menggugah nafsu. Sementara DSBM lebih berdiri pada penganut keindahan berpaham dadaisme dengan lebih menonjolkan sisi realitas melalui pemanfaatan abstraksinya yang dilukiskan oleh hegemoni distorsi bising, gaya produksi lo-fi, serta jeritan siksaan vokal yang penuh derita dan kesakitan.
Nampak seperti sebuah upaya revolusioner untuk menggulingkan makna keindahan yang dianut secara mati-matian oleh pihak totalitarianisme, namun di saat bersamaan DSBM justru menggunakan cara serta pola pikir yang sangat kolot dan konservatif ketika tiba saatnya menuangkan gagasan pada bentuk aransemen.
Ditemukannya repetisi bagian yang terlalu sering serta minimnya improvisasi dalam irama dan suara, secara tidak langsung membentuk kesan dan identitas one-dimensional. Kedua hal bertolak belakang tersebut yang setidaknya kami rasa ingin dirubah Urthshroud dalam memunculkan mindset mampu menciptakan semangat revolusioner secara beriringan baik dari segi idealisme maupun praktik penciptaan musiknya.
Baca Juga : Marma Menangkap Esensi Optimisme Dari Paradoks Eksistensialisme
Tidak mengherankan bila sepanjang “Eternal of Forecast Sorrow”, Urthshroud mampu menghadirkan varietas-varietas nuansa dan nada yang terus tumbuh disepanjang aransemen. Elemen-elemen simfonia menggelegar yang dipahat dalam senandung elemen dark ambient terus disebarkan untuk mengaktivasi perenungan terhadap pergolakan emosional.
Peranannya sendiri tidak untuk merangsang temperamen agar dikuasai oleh keputusasaan dan mendorong itikad-itikad penghancuran diri. Secara tepat fungsinya bagaikan lapisan-lapisan portal yang terus menerus membuka semesta baru untuk menyadarkan setiap individu mengenai realitas di sekelilingnya.
Tentunya elemen dark ambient yang nampaknya dipinjam dari proyek Marston lainnya, Xazraug tidak hanya sebatas kondimen pendukung tanpa melibatkan peranannya lebih jauh. Beberapa bagian dirasa mampu mengambil puncak perhatian dalam menghasilkan melodi kelam yang menimbulkan bekas goresan begitu mendalam, karena tingkat memorabilitasnya yang sulit untuk dihilangkan dari pikiran dengan jangka waktu singkat.
Agregasi dark ambient terhadap karakteristik utama daripada musik depressive black metal yang abrasif dan amatir itu menimbulkan kesan begitu baik dalam hal keseimbangan konstruksi teknis kejernihan suara maupun pemberdayaan keselarasan harmonisasi yang tampak masuk akal dan tidak saling berkonfrontasi.
Gilingan suara gitar yang langsung dihubungkan ke dalam pedal efek Metal Zone tanpa melakukan konfigurasi lanjutan dari amplifier, tidak sedikitpun mengaburkan sinar kilauan melodi atmosferik nan melankolis hasil proyeksi dark ambient. Anda bahkan tidak perlu repot-repot mencurahkan perhatian khusus dan memasang telinga tajam, untuk mencari eksistensinya dalam lapisan aransemen.
Baca Juga : Pure Wrath – Hymn to the Woeful Hearts – Review
Pada bagian pertengahan lagu pembuka, “Disposal of The Soul” ini menjadi salah satu catatan terbesar sebagai bukti situasional di atas. Bagian-bagian bising yang dihasilkan distorsi gitar secara intens tidak sedikitpun menjadi hambatan bagi Marston. Dia tidak menahan diri untuk melempar bagian melodi pada aransemen hanya jika keadaan dirasa sudah lebih surut dan tentram. Sebaliknya, dia mengaktifkan secara paralel, dan mengatur peranan melodis di tempat teratas setelah komposisi ramai itu mengikuti.
Inilah justru menjadi tata letak keistimewaan Urthshroud yang selain daripada menghadirkan varietas sonoritas, tetapi juga berdampak pada kemudahan untuk mencerna bagian-bagian yang menonjolkan kenyaringan tidak lazim sekalipun. Rumusan seperti ini muncul hampir di setiap keping lagu dan semakin mudah untuk beradaptasi seiring dengan perjalanannya.
Tetapi memang ada beberapa momentum, dimana porsi melodis lebih ditampilkan secara terisolasi dan itulah yang menguatkan sisi aransemen untuk mampu memicu lebih banyak neuron yang tersambung dengan jangka waktu singkat. “Miserable Legacy” menjadi bukti bahwa kreativitas Marston tidak hanya sebatas dimanfaatkan untuk meracik riff-riff metalik super kompleks atau mengaktualisasikan keberingasan di dalamnya. Melalui tangan dinginnya, ia mampu menciptakan melodi comfy dan terus ditemukan gesekan-gesekan harmoni yang tidak pernah gagal untuk menaikkan level emosional.
Sementara konsentrasi daripada peranan gitar terpecah menjadi 2 golongan besar, antara menjadi pihak oposisi yang memiliki karakteristik 180 derajat berseberangan dengan elemen synth, atau lebih kooperatif dalam melebarkan aransemen musik menyusuri kemungkinan yang lebih bersifat atmosferik. Dinding-dinding distorsi setebal baja terus-menerus muncul dihadapan lengkap dipersenjatai oleh elemen fuzz serta pergerakan statis dan lambat bereaksi.
Eksistensialisme nya yang terus dijatuhkan pada sepanjang aransemen sebagai pengingat bahwa Urthshroud memang bukanlah sebuah proyek kontemplatif belaka. Hadirnya teror-teror mengerikan, daya abstraksi pada bentuk misterius, serta suara-suara kekacau balauan terus membangunkan kesadaran konkrit bahwa DSBM memang sudah selayaknya tetap menjunjung tinggi nilai absurditas dan menonjolkan realitas yang berhubungan dengan paham pesimisme serta dunia yang begitu kelam.
“The Misanthropic Old” menjadi lagu yang memiliki keakraban untuk memadatkan mentalitas keangkeran elemen riffing sebenarnya. Barangkali inilah aransemen DSBM yang anda harapkan selama ini, dimana porsi emosi yang memekat dan jahat lebih banyak diutarakan pada lagu ini. Bagian riff gitar berpusar pada kemarahan yang berbalut dendam dan dilontarkan dalam sonik yang lebih terkonsentrasi membentuk interval nada-nada demonic serta melodi kematian. Jeritan Marston yang meronta-ronta di sini menjadi instrumen yang cocok untuk mendramatisir perasaan kebencian yang semakin menjadi-jadi.
Pada lagu penutup, “Eternal Forecast of Sorrow”, Hal yang paling kami sorot di sini terletak pada kombinasi dissonant riffing yang beradu dengan dengungan bass yang terus menanjaki dan menuruni lereng terjal secara setapak demi setapak. Sebuah kombinasi yang benar-benar menimbulkan ketidaknyamanan dalam konotasi positif, dimana itu mengukuhkan semacam statement bahwa anda mampu terdengar menyeramkan dan kompleks disaat bersamaan. Ledakan gitar juga diatur pada pertengahan lagu untuk menggambarkan kondisi ketidaksiapan ketika menghadapi realitas yang ternyata lebih menyeramkan dari yang dibayangkan.
Peranan drum juga memiliki fungsionalitas berbeda di sini daripada kecenderungan musik DSBM secara luas. Penempatannya yang sengaja tidak disinkronisasikan terhadap instrumen lainnya, seperti diberi mandat khusus bahwa pukulan nya tidak lagi sebagai daya pengatur ritmis, tetapi juga dijadikan pijakan untuk menyusuri kemungkinan yang akan datang lebih cepat daripada instrumen lainnya.
Tentu ini menjadi sebuah siasat jitu untuk merubah kecerobohan dan ketidakstabilan permainan drum menjadi elemen yang lebih dulu mendobrak kemungkinan tanpa terikat oleh aturan keselarasan struktural. Kami juga sangat menyukai pengaturan drum yang terus diupayakan untuk menciptakan suara lebih alami dan organik, dengan pemanfaatan suara-suara yang memantul di sekitar ruangan tanpa efek reverb sekalipun. Ini menimbulkan output suara kick yang lebih menggelegar dan bertumbuk dengan keras mengingatkan semacam gaya produksi drum pada musik rock classic era 70’an.
Jika berkaca pada pengamatan keseluruhan aransemen album, Marston kali ini memang lebih mengedepankan perancangan musik dengan basis atmosfer yang kuat dibanding menggali ide lebih dalam untuk mencari ramuan-ramuan kompleks. Tentunya selain karena Urthshroud memang berdiri pada jenis musik yang memang mengesampingkan kompleksitas, Marston saat ini memang menampilkan kecenderungan tren untuk menciptakan aransemen yang lebih mengeksplorasi terhadap rasa emosional.
Tercermin dari beberapa proyek baru lainnya seperti Xazraug, Groeth, Driftloss, bahkan Krallice dengan salah satu karya terbarunya “Crystalline Exhaustion” menampilkan kecenderungan serupa. Sehingga seharusnya anda tidak perlu merasa kaget, jika Marston sama sekali tidak merasa canggung atau kaku dalam menuangkan isi kepalanya yang berbeda kali ini.
Kendati demikian upaya Marston selayaknya seperti seseorang yang mencoba menjelaskan penyederhanaan fungsi trigonometri. Meski lebih disederhanakan dari bentuk aslinya, orang belum tentu memahami secara jelas apa yang sedang diperbuatnya. Barangkali pemahaman Marston yang sudah lebih disederhanakan bentuknya melalui Urthshroud juga masih dianggap transendental bagi pemahaman umum dalam ekosistem musik DSBM itu sendiri.
Kami tidak menemukan kekeliruan fatal yang dapat merusak tingkat penghayatan setiap keping musik, jika timbul keluhan mungkin harus dikatakan keresahan yang muncul lebih bersifat opsional dan spekulatif. Seperti misalnya durasi setiap lagu yang memang terlihat mengintimidasi bagi sebagian orang, dimana kelima lagu yang muncul menciptakan total durasi album mencapai 1 jam 44 menit.
Memang rasanya sulit untuk mendengarkan album satu siklus penuh tanpa harus terdistraksi, bahkan beberapa kali kami harus mendengarnya secara terpisah karena keterbatasan waktu luang. Tetapi itu bukan masalah berarti, karena Urthshroud mampu membayarnya dengan aransemen-aransemen DSBM yang justru tampak lebih mudah diterima, karena komposisi musiknya jauh dari kesan monoton dan seperti yang dijabarkan sebelumnya, eksekusi dengan perhitungan rinci berdampak pada hasil aransemen exceptional bagi musikalitas seukuran DSBM.
Keluhan minor lainnya berupa sebuah hal yang mempertanyakan peranan vokal yang tidak tampak begitu essential. Harus diakui peranan instrumen dan orkestrasi atmosfer di sini memang terlalu overpower terhadap daya vokal yang memang tidak menampilkan improvisasi dan pola berbeda setiap kemunculannya.
Sehingga ini menimbulkan sebuah pertanyaan bagi kami, seandainya vokal dicabut dalam mix, apakah itu memberikan pengaruh berarti terhadap stabilitas aransemen Urthshroud? Kami tidak dapat menjawab itu sekarang, namun setidaknya secara mimik vokal dirasa mampu mengkomunikasikan kecemasan dan kegelisahannya secara jelas meski tanpa memahami konteks perkataannya sekalipun.
Rating : 8.5 / 10
Baca Juga : Urthshroud – Proyek DSBM Yang Mengagungkan Nilai Spontanitas dan Absurditas