Gerogot : Heading to Eternal Review
Gerogot seperti seekor predator yang tengah berkamuflase dan sedang mengintai mangsanya. Hingga tibalah saat seekor predator itu mencabik mangsanya secara brutal dan mematikan.
Saya melihat scene brutal death metal di tanah air semakin berkembang seiring berjalannya waktu. Tetapi saya justru malah kesulitan untuk mencari review komperhensif mengenai album brutal death metal lokal. Saya sudah banyak mencoba mengulas album brutal death metal bersama Soulreaper sebelumnya dan bersama Indonesian’sMostWanted saya memutuskan untuk melakukan hal yang sama bahkan lebih. Saya memang bukan siapa-siapa di komunitas IDDM dan tidak pernah memberikan kontribusi di sana. Mungkin saya juga tidak pantas untuk memutuskan album brutal death metal mana yang enak didengar atau tidak. Tetapi saya punya 2 telinga dan feeling tajam untuk merasakan apakah sebuah album layak atau tidak didengarkan.
Seperti sedang mencicipi sebuah makanan, anda tidak perlu menjadi koki handal untuk menentukan apakah sebuah masakan enak atau tidak. Lantas apa yang anda lakukan selanjutnya? apakah anda hanya berdiam diri dan terus memakan makanan busuk itu hingga tubuh anda terinfeksi racun. Atau anda akan berteriak memanggil koki tersebut, dan berkata sejujurnya bahwa makanannya tidak enak dan minta dibuatkan baru? Pilihan hanya ada dua, yaitu si hipokrit yang tidak berani mengemukakan pendapatnya, atau si realisme yang siap dibenci karena opininya. Dua-duanya memliliki rasa sakit, tetapi rasa sakit mana yang dipilih itu tergantung pilihan.
Tetapi untungnya memilih musik tidak harus seperti itu. Ada banyak pilihan musik di luaran sana, dan anda bisa mencari musik sesuai selera masing-masing. Terutama musik brutal death metal lokal yang saya yakini stoknya akan terus bertambah setiap tahunnya. Label Brutal Mind menurut saya cocok untuk dijadikan navigasi utama untuk mencari rilisan brutal death metal lokal dengan garansi kualitas exceptional. Karena sepengamatan saya beberapa tahun ke belakang ini, Brutal Mind selalu konsisten merilis album dan band brutal death metal baru nan berbahaya. Disamping itu juga tim marketing dari brutal mind juga yang menurut saya memiliki kinerja dan performa paling baik dalam mempromosikan setiap rilisannya. Tahun 2021 juga sepenuhnya masih milik brutal mind.
Beberapa rilisan berbahaya dari brutal mind di tahun ini diantaranya Perverted Dexterity, ULO, Immense, Turbidity, dan masih banyak lagi. Tetapi trio brutal death metal asal Surabaya, Gerogot paling menarik perhatian saya dari jajaran band lainnya. Apalagi jika bukan karena artwork gambarnya yang menurut saya paling mencolok perbedaanya diantara band lainnya. Disaat band lain menggunakan tema artwork gore dan berdarah-darah. Gerogot tampil lebih elegan dengan tema horror sci-fi nya dengan kesan futuristik. Cover polesan Aghy R. Purakusuma memiliki konsep yang sepintas mengingatkan saya pada salah satu karakter video game Warhammer 40,000: Dawn of War. Sedikit trivia, Heading to Eternal merupakan album studio ke-2 Gerogot selama mereka berkarir 7 tahun, terhitung setelah mereka mengganti namanya dari Crematoria pada tahun 2013. Sejujurnya saya belum pernah menyimak materi Gerogot sebelumnya, jadi album Heading to Eternal adalah impresi pertama saya terhadap Gerogot
Baca Juga : Twitch of The Death Nerve : A New Code of Morality Review
Saya berpikir Heading For Eternal memiliki musikalitas dengan kepribadian berbeda jika dibandingkan tumpukan brutal death metal lokal. Bersama dengan permainan teknikal riff yang lebih mencolok, Gerogot bukanlah tipikal band brutal death metal yang hanya melemparkan kebisingan dan kebusukan pada frame teratas dari musiknya. Meskipun gore masih menjadi tema utama di album ini, tetapi Mr. Aditya dan kolega mampu membuat musiknya terdengar lebih eksplisit. Cover album yang sengaja di kamuflase mungkin mencoba untuk memberikan gambaran berbeda kepada para audience mengenai brutal death metal. Strategi tersebut nampaknya berjalan dengan sempurna dan album ini seperti memberikan imajinasi mengenai musik brutal death metal bertemakan sci-fi yang sejalan dengan Wormed, Infecting the Swarm, dan banyak lagi.
Riff-riff kompleks dengan motif spiral seperti membuat pusaran galaxy yang siap menyedot ke dalam kebisingan, kebrutalan, dan kekejaman komposisi musik Gerogot. Sangat mudah untuk melakukan screening yang membedakan Gerogot dengan 85% band brutal death lokal lainnya. Permainan teknikal yang lebih menonjol tetapi mampu menyatukan entitas brutallity dan technicallity agar tidak terdengar kaku, mechanical, dan menyatu secara solid. Gerogot tetap mampu menghasilkan elemen musik yang ganas, mengacaukan dengan effort menakjubkan meskipun fokus mereka terbagi ke dalam 2 fragment.
Konsep keseluruhan yang saya suka dari album ini juga Gerogot membuat keseluruh lagu dengan durasi pendek. Dalam perspektif saya hal ini bisa membuat songwriting Gerogot terdengar lebih efektif. Tidak perlu mengulang bagian-bagian yang boring as hell dan waktu eksekusi juga menjadi lebih cepat untuk serangan bertubi-tubi dari bagian-bagian musik dahsyat. Album ini hanya memiliki durasi 24 menit, tetapi departemen gitar nampaknya tidak kehabisan vocabulary untuk mengeluarkan riff-riff kaya akan kreatifitas. Tidak hanya memberikan ritem energik, tetapi juga mampu mendesain groovy riff catchy dan sangat friendly untuk digunakan headbang.
Just in case jika anda seperti saya yang tidak familiar dengan materi Gerogot sebelumnya. Heading for Eternal memiliki perpaduan konsep sound mulai dari Defeated Sanity, Disavowed, Suffocation, Putridity, dan beragam band brutal death groovy lainnya. Tetapi eksekusinya yang seimbang akan membuat anda bergumam dalam hati “ya sedikit terdengar seperti disavowed, tetapi lebih technical seperti defeated sanity, namun nuansa old-school suffocation juga berperan vital disini.“.
“Neel” sebuah lagu intro instrumental dengan durasi 1 menit. Lagu ini membuka dengan sampling sci-fi vibes yang horor namun seketika instrumensasi langsung mendobrak dengan kecepatan maksimum. Tetapi tidak bertahan lama kemudian elemen breakdown seperti menghempaskan kembali tempo dengan build-up yang pelan. Perlahan namun pasti perkenalan musikalitas Gerogot secara instrumensasi akhirnya ter-cover semua di track ini.
“The Diabolic Savagery” masih membuka dengan amarah dan kecepatan serupa, tetapi itu hanya sesaat ketika tiba-tiba elemen breakdown masuk tanpa permisi. Terkesan sedikit mishmash bagi saya namun untungnya lagu ini dilanjutkan dengan kegilaan lainnya. Variasi riff di lagu ini begitu banyak, bahkan setiap bagian serupa diberikan jarak interval dengan bagian berbeda sebelum kembali masuk ke dalam bagian serupa. Membuat lagu ini tidak terdengar membosankan meskipun lagu ini semakin chaos dan total berisik. Lagu “Stimulation Rupturing” & “Cry of Despair” memiliki pendakatan serupa yang alangkah baiknya dipadukan menjadi sebuah lagu dengan masing-masing diambil bagian pentingnya saja.
Kedua lagu memamerkan skill Gerogot bagaimana mereka bisa meracik lagu brutal, groovy, namun semuanya dibungkus dengan bagian-bagian catchy. Sektor vokal juga semakin liar tak terkendali di kedua lagu ini, menyemburkan amarahnya secara total dan dibungkus dengan vocal ultra-guttural esque maha dahsyat. “Heading for Eternal” memiliki sensibiltas musik brutal death metal modern. Gempuran riff-riff crunchy ala Putridity berani disatu padukan Gerogot dengan part breakdown yang akan membuat elitis geram mendengarnya. Sektor gitar kali ini juga lebih banyak memberikan riff pinch harmonic menambah kedalaman dari sisi warna sound pada gitar.
“The Satanic Verses” adalah lagu paling bercita rasa progressif di album ini. Banyaknya perubahan tempo yang secara tiba-tiba dan permainan teknikal yang secara paksa dimainkan dengan kecepatan tinggi dan kompleks. Gerogot juga berhasil menciptakan momen-momen terbaiknya pada lagu ini dan mampu menampilkan sisi virtuosity dari setiap personil. “Necrosadistic” kembali mengangkat sisi keganasan dari Gerogot. Lagu kembali bergerak dengan kecepatan maksimal yang terkadang diselipi bagian breakdown sebagai cooling down. Lagu diakhiri dengan suara-suara elektronik disturbing dan suara manusia tersiksa yang sekaligus mengakhiri kebrutalan lagu ini dengan klimaks. “Suffocating Words” lagu yang paling saya tidak sukai. Beberapa bagian terdengar monoton, vokal pattern tidak semenarik beberapa lagu sebelumnya, dan tidak ada wow faktor yang dimasukan ke dalam lagu ini. Untungnya album ditutup dengan lagu “Wrathful Hate” yang kembali berapi-api. Sedikit plot twist juga dihadirkan pada penghujung lagu, bagian groovy stop’n’go yang diimplementasikan terbesit mengingatkan saya akan Soreption sejenak.
Jika disatukan secara kolektifitas, keseluruhan album ini menampar dengan sangat keras. Sektor gitar melakukan dekomposisi riff dan kemudian diulang secara berkala dengan penambahan improvisasi berbeda. Tetapi sayangnya hal tersebut tidak bisa diterapkan pada bagian drum. Saya rasa bagian drum tidak terlalu banyak bergerak untuk melakukan eksplorasi. Lebih bermain aman dengan menaruh style blasting yang sudah terbukti ampuh tetapi tidak mencoba untuk menaruh varian baru. Permainan bass juga sejatinya bisa lebih bersinar lagi seandainya bisa lebih dilibatkan lagi untuk mengisi part-part solo mendampingi gitar. Tetapi secara keseluruhan album ini cukup untuk memanjakan telinga para brutalheads yang haus dengan komposisi death metal ultra bising.
Gerogot seperti seekor predator yang tengah berkamuflase dan sedang mengintai mangsanya. Hingga tibalah saat seekor predator itu mencabik mangsanya secara brutal dan mematikan.
Rating : 7.5 / 10
Baca Juga : Cannibal Corpse : Violence Unimagined Review