Data SonifcaitonGuide List

Apa Enaknya Musik Data Sonification?

“Data sonification merupakan sebuah fenomena unik dalam industri musik. Lantas apa itu data sonification, dan apa yang membuat kemunculannya disebut sebagai suatu keunikan tertentu dalam industri musik?”

Stereotip masyarakat seringkali berpandangan bahwa seni musik dan ilmu pengetahuan merupakan 2 ranah yang saling bertolak belakang dan menjadi semacam dikotomi yang selalu berseberangan. Sebuah pemahaman primitif yang menyatakan bahwa seni musik yang memiliki spontanitas dan keacakan bersifat abstrak dan metaforis, dengan pengetahuan ilmiah yang terlalu dikekang oleh formula dan model matematis dengan tuntutan rasionalitas dan empiris, menjadi landasan berpikir terkait mengapa keduanya tidak mampu bersinergi.

Stereotip yang kemudian berubah menjadi semacam ideologi atau dogma ini, sudah melekat pada lapisan masyarakat sejak lama, dan bukti paling remeh temeh yang dapat dirasakan oleh masyarakat awam sekalipun, seringnya bermunculan meme yang memparodikan stereotip tersebut. Anda mungkin sering melihat sebuah meme yang memperlihatkan 2 reka adegan profesor yang sedang mengajar.

Adegan pertama memperlihatkan seorang profesor musik yang sedang mengajarkan para mahasiswanya yang tampak kebingungan, dan sambil berceloteh dan mengumpatkan kekesalan pada mahasiswanya professor itu berkata “ayolah, ini tidak sesulit mempelajari matematika dan fisika!”. Lalu pada adegan berseberangan, seorang profesor lain, yang sedang mengajarkan mengenai ilmu fisika menghadapi persoalan serupa, dan sembari menyindir para mahasiswanya yang tidak mengerti pembahasan, ia berceloteh: “ayolah ini tidak sesulit mempelajari teori musik!”. 

Sedikit intermezzo mengenai meme tersebut, mengingatkan bahwa di mata masyarakat musik dan ilmu pengetahuan memiliki hubungan yang dekat dan jauh secara bersamaan. Mungkin mereka lupa bahwa ada penjabaran dan alasan yang sangat ilmiah dan empiris, dibalik mengapa terdapat begitu banyak jenis perbedaan nada yang mengeluarkan bunyi berbeda. Dengan mengamati sifat suara, gelombang, dan menghitung tinggi rendahnya frekuensi, itu dapat menjadi semacam jawaban terhadap adanya pengapplikasian teori ilmiah berbeda-beda dalam musik. 

Ditambah dengan kemajuan teknologi yang terus menanjak dan berkembang pesat, prosesi daripada pembuatan musik seperti merekam, kompresi audio, mengatur tatanan instrumen, hingga hal yang paling kasual sekalipun seperti mendengarkan musik melalui peralatan – seluruhnya terdapat campur tangan ilmu pengetahuan yang sangat mendalam di sana. 

Namun dikarenakan ilmu pengetahuan berkontribusi di balik layar, menjadikan hubungan antara musik dan ilmu pengetahuan tampak kabur bagi sebagian orang yang hanya mengamati musik berasal dari kulit luarnya saja. Akan tetapi hadirnya sebuah fenomena yang disebut sebagai data sonification dapat menjadi jembatan penghubung yang mampu menguatkan relasi yang renggang ini. Fenomena tersebut mampu menonjolkan peranan dari kedua unsur ini dengan beriringan dan sama kuatnya, sehingga keduanya bersifat seperti unison yang tak dapat terpisahkan. 

Lantas apa itu data sonification, dan apa yang dilakukan oleh data sonification sehingga mampu membuat hubungan antara ilmu pengetahuan dan musik menjadi lebih dekat dan menyadarkan banyak orang? Berikut pembahasannya. 

Apa Itu Data Sonification? 

Data-Sonification-illustration
Image by : Jeremy Leung

Secara pemahaman paling sederhana data sonification merupakan sebuah metode atau tata cara untuk mengubah dan mengkonversikan berbagai jenis data dan informasi menjadi kumpulan suara atau bebunyian. Awalnya data sonification seringkali digunakan pada berbagai bidang ilmiah seperti astronomi, biologi, radiologi, dan berbagai bidang domain ilmiah lainnya. 

Fungsi utamanya tidak lain untuk membuat visualisasi dan pemahaman data lebih mudah diterima dan menguatkan sebuah narasi, hingga proses ini juga mampu mendeteksi pola-pola data tersembunyi yang tidak dapat ditangkap secara sadar oleh pemahaman manusia. Tetapi kami melihat bahwa adanya pergeseran yang terjadi daripada cara pandang terhadap data sonification belakangan ini.

Kemampuannya untuk mengkonversi berbagai data ke dalam bentuk suara, dimanfaatkan lebih jauh oleh sejumlah ilmuwan maupun komposer untuk membuat struktur suara yang lebih kompleks atau lebih tepatnya musik. Bahkan, dalam situs basis data musik terbesar saat ini, Rate Your Music, menyatakan bahwa data sonification merupakan salah satu turunan genre musik yang diakui dan berasal dari turunan genre musik elektronik. 

Tidak ada informasi yang jelas mengenai siapa yang pertama kali menemukan nama dan istilah data sonification, dan kami rasa istilah itu juga lahir bukan dari semacam jargon-jargon yang secara sengaja dibuat oleh media untuk melabeli suatu fenomena pergerakan musik tertentu, seperti penemuan istilah istilah semacam grunge, shoegaze, city pop. Istilah data sonification itu lahir dari makna asli dari serapan kata sonification itu sendiri yang menurut kamus diartikan sebagai penggunaan audio yang bersifat non-ucapan untuk menyampaikan sebuah informasi dan persepsi terhadap suatu data.

Data-Sonifcation-Hugo-Benioff-with-two-Electro-Violins
Source img : https://deltaviolin.com/benioffs-musical-instruments/

Seorang seismolog dan profesor asali institut teknologi California, Hugo Benioff merupakan salah satu perintis paling penting yang mengusahakan bidang visualisasi audio ini. Benioff yang juga merupakan seorang penggemar musik  berusaha menyatukan bidang intelektualnya terhadap musik dengan menciptakan seismograf dan mengembangkan teknik untuk menangkap aktivitas seismik dan membuatnya mampu terdengar di telinga manusia.

Eksperimen ini dikerjakan oleh Benioff sekitar dekade 30’an. 2 dekade berselang tepatnya pada tahun 1953, Benioff kembali mengeluarkan karya yang tak kalah pentingnya untuk perkembangan dunia visualisasi audio. Ia merekam serangkaian kejadian gempa bumi yang kemudian dimasukkan ke dalam sebuah piringan hitam berformat LP dan kemudian diekspor ke berbagai dunia sebagai bentuk dokumentasi yang dapat diakses dan menjadi bahan pendidikan untuk khalayak umum.

Penemuan alat Benioff yang mampu mendeteksi terjadinya gempa menjadi terkenal, dan bahkan penemuan tersebut kini digunakan seluruh dunia untuk merasakan terjadinya guncangan. Akan tetapi, jika merujuk pada kegunaan awal daripada data sonification, apa yang diupayakan oleh Benioff dalam memanipulasi data menjadi suara untuk mendeteksi terjadinya guncangan, merupakan sebuah bentuk pengapplikasian yang terjadi dalam bidang yang lebih ilmiah dan bukan merupakan sebuah kepentingan untuk menciptakan nilai-nilai seni dan artistik.

Setidaknya, eksperimen dan penemuan Benioff sudah menjadi semacam gerbang pembuka untuk memunculkan kemungkinan yang lebih dahsyat bahwa adanya potensi yang sangat memungkinkan untuk membuat gubahan audio dan suara yang dihasilkan dari data-data yang bersifat otentik dan tertulis. 

Eksperimen tersebut kemudian dikembangkan dengan baik oleh salah satu komposer avant-garde era 60’an, Alvin Lucier. Dengan latar belakangnya sebagai seorang seniman dan musikus yang murni, Lucier membawa aplikasi data sonification ke ranah yang lebih artistik dan salah satu karyanya, “Music for Solo Performer” yang dirilis tahun 1965 menjadi karya terkenalnya. 

Dalam album tersebut Lucier meminta seorang relawan (tidak jelas apakah dirinya sendiri yang menjadi relawan atau orang lain) agar kepalanya dihubungkan dengan sebuah alat Elektroensefalogram (EEG) yang berfungsi untuk merekam aktivitas listrik yang terjadi dalam otak manusia. Data daripada aktivitas listrik dan gelombang yang berada dalam otak tersebut, kemudian diterjemahkan oleh Lucier sebagai sinyal untuk memicu ansambel instrumen perkusi untuk bekerja dan merancang nada-nada.

Pada masanya, Lucier masih memerlukan bantuan tenaga manusia lainnya untuk membantu menerjemahkan pola sinyal otak yang ingin diterjemahkan ke dalam musik, tetapi eksperimen ini sudah lebih dari cukup untuk memberikan kesadaran akan semakin banyaknya cara yang dapat digunakan untuk membuat musik dengan memanfaatkan pola-pola fenomena yang terjadi di sekeliling lingkungan, bahkan aktivitas yang terjadi dalam raga sekalipun mampu dikonversikan menjadi bentuk musik. 

Ciri-ciri Data sonification

Sound-wave
Image by Freepik

Seperti yang menjadi pembahasan sebelumnya, data sonification hanyalah merupakan sebuah metode atau proses dalam mengkonversi data menjadi berbentuk audio. Di sana tidak ada embel-embel prasyarat bahwa harus ada elemen musik atau penggunaan efek manipulasi suara tertentu yang terlibat untuk menyimpulkan bahwa suatu karya musik dapat tergolong jenis musik data sonification atau tidak.

Klasifikasinya tidak se-kaku ketika genre-genre lain memberi batasan yang tegas dan jelas terkait unsur dan elemen musik apa yang harus dilibatkan, seperti musik rock yang harus selalu menyertakan gitar listrik berkarakter distorsi, atau dream pop yang harus banyak bermain dalam ruang lingkup efek reverb. Bahasa musikal dari data sonification tidak terbatas, tetapi secara paradoks definisinya di atas kertas terlihat sempit dan ruang gerak yang sangat dibatasi untuk harus selalu membuat musik dengan menggunakan sumber-sumber data yang ada.

Tetapi harus dikatakan sebagian besar atau mungkin hampir seluruh produser dan pembuat musik data sonification, mengaplikasikannya ke dalam bentuk berbagai turunan musik elektronik. Seringkali dikonversikan ke dalam bentuk semacam chiptune, bit-music, noise, glitch, ambient, IDM, dan berbagai musik elektronik yang condong memberikan padanan atmosfer yang lebih kuat dibandingkan mengaplikasikannya ke dalam bentuk irama dan beat yang bersifat danceable.  

Ada berbagai faktor dan alasan mengapa kebanyakan dari komposer mengolahnya kembali ke dalam bentuk musik elektronik, dibandingkan mengubahnya dengan menggunakan bantuan alat musik konvensional (gitar, bass, biola, dan lainnya). Mengenai masalah fleksibilitas dan kontrol, instrumen musik elektronik dan perangkat lunak yang digunakan menawarkan tingkat fleksibilitas dan kontrol yang tinggi atas suara dan musik yang dihasilkan.

Data-Sonifcation-Chiptune-Music

Mereka dapat dengan mudah mengubah parameter suara, memanipulasi efek, dan menggabungkan berbagai jenis suara untuk menciptakan suara yang unik dan tepat sesuai dengan tujuan interpretasi dan keinginan mereka. Secara kuantitas daripada timbre atau jenis suara yang dihasilkan, Instrumen musik elektronik menyediakan akses ke berbagai suara yang tidak mungkin dihasilkan oleh instrumen musik tradisional. Ini memungkinkan para pembuat lagu untuk mengekspresikan data dalam cara yang lebih kreatif dan beragam, serta menciptakan atmosfer dan perasaan yang sesuai dengan karakteristik data yang dipresentasikan.

Anda tahu, ini dapat menyelesaikan persoalan klasik seperti seorang yang hendak membuat musik namun tidak memiliki kemampuan untuk membaca not balok, sehingga alternatifnya mereka menggunakan cara yang intuitif atau menggunakan notasi angka. Kekurangannya, mereka tidak akan mendapat informasi se-komprehensif dan se-detail ketika berusaha menginterpretasikan musik melalui not-not balok (seperti informasi mengenai keakuratan melodi, harmoni, indikasi ritme, penjabaran mengenai dinamika dan ekspresi).

Beberapa jenis data yang disonifikasi mungkin bersifat abstrak atau memiliki dimensi yang sulit dipahami oleh manusia dalam bentuk grafis atau numerik. Dalam hal ini, berkat bantuan teknologi berupa instrumen musik berbentuk elektronik, itu dapat membantu mengubah data tersebut menjadi bentuk yang lebih akrab dan mudah dipahami.

Bagaimana Proses Pembuatan Data Sonification?

Mungkin hal terbesar yang membuat orang bertanya-tanya terhadap penemuan metode ini adalah bagaimana bisa seseorang mampu mengubah data-data yang memiliki sifat numerik, dan terdiri dari sekumpulan kode-kode acak dapat ditransformasikan menjadi susunan aransemen musik yang terdiri atas melodi, interval nada, dan aspek musikal lainnya?

Bahkan, belakangan beberapa lembaga keilmuan seperti System Sounds yang saat ini tengah menjalin kerjasama dengan NASA mampu mengkonversikan berbagai gambar dan foto yang dikumpulkan dari fenomena rasi bintang dan galaksi menjadi dengungan musik ambient yang menenangkan, dan terdengar seperti dikomposisi menggunakan partitur atau pembuatan musik dengan cara yang konvensional.

Tentunya cara dan pendekatan yang dilakukan sangat beragam, bisa jadi pendekatan yang dilakukan oleh masing-masing individu seperti komponis Ryoji Ikeda dan para ilmuwan yang bekerja di System Sounds menggunakan gaya berbeda. System Sounds terdengar lebih futuristik dan canggih dengan menggunakan bantuan teknologi sinar X dan menggunakan pengaturan parameter yang lebih kompleks dalam menentukan nada-nada: seperti nada setiap piano direpresentasikan oleh periode orbit relatif suatu planet tertentu, dan volume nada yang ditentukan oleh berapa banyaknya planet serupa yang ditemukan di sekitar titik pada waktu yang bersamaan. 

Sementara untuk komposer individu seperti Ikeda, menawarkan pendekatan yang lebih sederhana, dengan tata cahaya, sinar laser biasa, dan lebih mengandalkan kekuatan intuitifnya sebagai seorang seniman yang memiliki pengalaman musikal yang lebih mendalam secara emosional, sehingga karyanya tidak terlalu menampilkan sisi intelektualitas.

Tetapi ada semacam tahapan yang paling dasariah dan pasti dilalui oleh seluruh orang yang hendak menciptakan musik menggunakan pendekatan data sonification baik dari skala perorangan atau bahkan institusi besar sekalipun yang menggunakan peralatan-peralatan canggih. Proses tersebut secara garis besar harus melalui tahap pengumpulan dan pengambilan sampel data, pemetaan, dan konversi.

Pertama adalah menentukan sampel atau jenis data seperti apa yang ingin dipergunakan. Sejatinya jenis data yang dipergunakan tidak terikat dan dibatasi oleh suatu bidang tertentu, Anda bahkan dapat membuat musik dengan menggunakan data mulai dari grafik pergerakan fluktuasi harga pasar modal, foto, gambar anatomi dna manusia, dan yang sedang tren saat ini adalah beberapa musisi dan produser musik menggunakan data statistik pasien yang terpapar COVID-19 sebagai panduan kertas musik mereka. 

Tetapi satu hal yang menjadi catatan penting di sini adalah, anda harus mengubah terlebih dahulu ekstensi data atau jenis atribut data agar dapat terbaca dan dimengerti oleh bahasa pemrograman komputer taruhlah semacam Python, Java, C#, dan lain sebagainya. Karena, aktivitas daripada mapping dalam menentukan parameter musik seperti apa yang digunakan semuanya diolah menggunakan bahasa pemrograman, maka dari itu ekstensi file harus dirubah dan mampu terbaca oleh bahasa pemrograman yang digunakan.

Salah satu ekstensi data yang paling banyak digunakan saat ini adalah .CSV. Ekstensi data tersebut biasanya digunakan untuk memproses data-data yang bersifat numerik untuk dipergunakan dalam hal pembelajaran mesin. Anda juga mungkin dapat mempertimbangkan untuk menggunakan library tambahan yang memiliki kemampuan memvisualisasikan data ke dalam bentuk diagram atau tabel.

Dengan begitu parameter yang dapat anda petakan akan mengalami pelebaran variasi, tidak hanya berdasarkan nominal daripada angka data, tetapi bisa ditentukan menggunakan  jenis warna diagram, persebaran titik koordinat pada diagram, dan lain sebagainya.

Tahapan berikutnya adalah mengkonversi data tersebut menjadi bentuk file MIDI (.mid) dan memetakannya menjadi bentuk notasi-notasi bahasa musik pada umumnya. Di sini anda akan menulis sejumlah script untuk memberikan ketentuan dan keputusan apa yang bisa dipertimbangkan untuk mendesain suara yang sesuai diinginkan. 

Contohnya, anda dapat menulis script berupa ketentuan, jika nominal data angka semakin besar, maka pitch atau interval nada akan bergerak secara paralel dengan menghasilkan suara yang lebih tinggi dan berlaku pada hal sebaliknya. Atau misalkan jika anda menggunakan foto sebagai data yang ingin diolah, 

Anda dapat membuat ketentuan: semakin cerah pallete warna yang tersentuh, maka nantinya volume daripada suara yang dihasilkan semakin tinggi. Teknik seperti ini pernah digunakan oleh NASA ketika mereka mencoba menggunakan gambar fenomena Nebula Bubble untuk mendesain musik Data Sonification mereka sendiri. NASA memetakan interval nada berdasarkan warna. Jika, laser mereka menyentuh warna Biru cerah, maka itu dapat didengar sebagai nada yang lebih tinggi, sementara nada rendah direpresentasikan oleh gambar yang memiliki warna dominan merah. 

Setelah mengkonversi data ke dalam bentuk notasi musik, berikutnya adalah mengolah data hasil konversi tersebut agar menjadi beragam file berbentuk audio (.WAV, FLAC, MP3) agar dapat didengar. Proses ini mirip dengan proses produksi musik pada umumnya, dimana file-file notasi musik yang berbentuk file MIDI dimasukkan ke dalam aplikasi berbasis Digital Audio Workstation (DAW) untuk diberi tambahan-tambahan semacam efek manipulasi suara, pemilihan instrumen yang digunakan, melakukan proses layering, mengatur equaliser, dan aktivitas-aktivitas lainnya yang lebih bersifat mengatur kepentingan aspek produksi musikal. 

Pada tahap ini kendali ada pada sang pencipta musik sepenuhnya, apakah mereka mampu membuatnya menjadi terdengar seperti karya musik sungguhan dengan menambahkan berbagai hal-hal yang lebih bersifat estetis, atau hanya sekedar ingin membuatnya seminimalis mungkin untuk menunjukan sisi dan eksperimen yang lebih bersifat ilmiah dalam memvisualkan data-data ke dalam bentuk audio.

Di Mana Letak Kenikmatan Data Sonification?

Image by : Jeremy Leung

Untuk mencari titik kesimpulan inti kenikmatan musik data sonification yang dapat diberlakukan secara umum, rasanya hampir mustahil. Dengan sifat musiknya yang ter-desentralisasi terhadap berbagai jenis dan turunan gaya musik, sangat memungkinkan agar orang-orang harus selalu merubah-rubah persepsinya dalam mengapresiasi musik bergaya data sonification.

Satu musisi mungkin datang dengan cara memanipulasi data ke dalam bentuk musik bergaya EDM (house, trance, dan masih banyak lagi). Anda dapat menikmatinya, dikarenakan selain merasa familiar dengan jenis musik EDM, disana terdapat beat dan ketukan energik, pola melodi yang catchy dan mudah diterima. 

Tetapi barangkali anda akan merasa kesulitan untuk mengapresaisi dan mencari dimana letak kenikmatan terhadap beberapa musisi dan komposer data sonification yang membuat musik berbasis ambient, noise, atau drone yang tentu secara karakteristik musik berbeda 180 derajat dengan musik berjenis EDM

Satu-satunya indikator yang mungkin dapat membuat orang merasa tertarik untuk menengok atau bahkan mengapresiasi fenomena ini  secara keseluruhan, ialah bagaimana proses musik itu sendiri diciptakan. Anda sudah mengetahui bahwa data sonification memiliki pendekatan produksi musik yang tidak lazim dan sangat lekat terhadap spektrum keilmuan ilmiah. Rasanya itu dapat membuat orang-orang merasa penasaran akan hal dan fenomena yang tidak lazim seperti ini.

vecteezy-artificial-intelligence-digitl-brain-future-technology-on_6906943_35(1)
Free Stock photos by Vecteezy

Pada dasarnya orang-orang senang atau terkadang mengapresiasi lebih terhadap suatu hal yang dianggapnya memiliki nilai-nilai yang bersifat intelek, ilmiah, dan edukatif. Mereka mungkin akan mencari tahu lebih dalam untuk memperkirakan nilai atau hal apa yang dapat mereka ambil untuk pengembangan diri mereka, atau mungkin hanya ingin sekedar menunjukan bahwasanya mereka berwawasan luas, karena memiliki kecerdasan “berlebih” untuk mengetahui dan memahami hal-hal rumit.

Tetapi itu hanya membawa orang pada sebatas tingkat awareness atau kesadaran. Mereka mungkin menyadari bahwa fenomena data sonification itu eksis berkat tersiarnya kabar pembuatan musik mereka yang tidak lazim, tetapi tidak memberi jaminan bahwa itu dapat mendorong orang untuk menunjukan minat, antusias dan loyalitasnya untuk menjadi penikmat tetap genre musik ini.

Dapat dikatakan hal terbesar yang memberikan rasa kekaguman orang terhadap seni data sonification adalah proses terciptanya musik itu sendiri yang berbeda dan aneh. Tetapi untuk membawa agar orang mampu menikmati dan mendengarkan karya musiknya secara intens diperlukan tambahan preferensi musik lainnya yang sudah melekat dan menjadi suatu keakraban bagi orang tertentu. 

Orang yang memiliki selera musik EDM dan sudah mengetahui bagaimana cara mengapresiasinya seperti menikmati eksplorasi dan inovasi timbre yang tidak terbatas, transisi lanskap musik yang silih berganti, dan tempo yang energik akan memiliki kecenderungan untuk menyukai musik data sonification berbasis EDM. Sedangkan mereka yang sudah terbiasa menikmati musik ambient dengan sifatnya yang lebih mengedepankan atmosfer, nuansa, dan emosi akan dengan mudah menyukai musik data sonification yang memiliki pendekatan ambient dan soundscape semacam itu.  

Darimana Harus Memulai Mendengar Data Sonification?

Menjawab pertanyaan ini cukup rumit dan tidak dapat disimpulkan dalam sebuah jawaban tunggal. Ada banyak variabel yang menjadi pertimbangan darimana sebaiknya seseorang harus memulai mendengarkan jenis musik ini. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, seseorang yang lebih dulu memiliki pengalaman dan informasi mengenai keterikatan dirinya terhadap seni musik edm, akan terasa jauh lebih diterima bila mereka memulai mendengar musik data sonification yang memiliki corak edm secara dominan dalam musiknya. 

Sebaliknya, orang yang lebih akrab dengan musik bergaya ambient dengan lebih mengedepankan aspek estetis dan musik yang mampu mereplikasi suatu nuansa dan emosi dalam pikirannya, kemungkinan besar ia akan merasa lebih terbuka terhadap musik data sonification bergaya ambient dibandingkan musik data sonification berjenis edm

Terkadang pertanyaan bersifat spekulatif muncul untuk mencoba mengambil jalan pintas dan terlihat menggeneralisir agar semua orang memiliki jalur yang serupa untuk ditempuh dengan cara mengajukan usulan seperti: “mengapa tidak memulai mendengar data sonification berdasarkan urutan sejarah dari album pertama yang mendefinisikan musiknya menuju pada generasi-generasi yang lebih modern saat ini?” 

Jika anda ingin mendalaminya secara intelektualitas dan kronologis sejarah, usulan tersebut sangat bisa diterima, tetapi mereka yang ingin merasakan musik data sonification untuk merasa terlibat secara inklusif dan menghayati kenikmatan dalam setiap helai elemen musiknya, rasanya memulai berdasarkan rentetan sejarah adalah sebuah gagasan dan usulan yang sangat buruk, mengapa demikian? 

Anda mengetahui sebelumnya, bahwa motif awal terciptanya data sonification dimaksudkan untuk sebuah eksperimen. Beberapa ilmuwan mencoba memanipulasi informasi dan data ke dalam visualisasi berbentuk audio untuk membantu mereka dalam memahami, mengidentifikasi, dan menginterpretasi suatu pola data yang tidak mampu ditangkap oleh pemahaman manusia.

Singkatnya, awal kemunculan data sonification tidak dimaksudkan untuk keperluan menciptakan suatu seni dan artistik, sehingga jika anda mendengarnya itu hanya seperti sekumpulan suara dengungan bising yang menjuntai tanpa adanya variasi harmoni, chord, motif, dan apapun hal-hal yang menyangkut seni musik. 

Mungkin hanya mereka penikmat musik minimalis atau noise yang mampu memahami secara cepat, tetapi itu sangat terbatas dan tidak bisa semua orang mampu memahaminya. Sekarang yang menjadi lebih penting untuk dipertanyakan adalah bagaimana apabila seandainya seseorang yang tidak memiliki informasi dan preferensi mengenai jenis-jenis musik seperti EDM, ambient, noise, glitch untuk mulai mendengarkan musik data sonification?

Apakah mereka perlu untuk mendengar jenis-jenis musik tersebut lebih dulu sebelum melenggang lebih jauh ke dalam lingkungan data sonification? Ada baiknya seperti itu, tetapi sayangnya orang-orang tidak memiliki waktu yang cukup banyak untuk melakukan itu, maka kami membuat semacam roadmap yang dapat diikuti oleh mereka yang sama sekali minim atau buta terhadap berbagai varian jenis musik, namun ingin mencoba mendalami data sonification 

Data-Sonification-Guide

Sebagai permulaan, kami rasa Diagetic cocok dijadikan sebagai awalan, karena memiliki komposisi musik yang luas seperti ambient, bit-music, hingga terdapat balutan soundscape bercorak post-rock di sana. Di samping itu durasi keseluruhan albumnya singkat, dan ada banyak momen penghayatan melodis maupun atmosfer yang cukup di sana, sehingga Diagetic memang seperti sebuah karya data sonication yang berorientasi pada nilai seni musik sesungguhnya. 

Kemudian selama proses perjalanannya, ketika anda merasa lebih tertarik untuk mendalami sisi yang lebih ambient dari Diagetic, anda dapat mempertimbangkan untuk mencoba karya Crystal Quartz yang lebih sentral dalam menciptakan musik ambient dan soundscape nuansa yang lebih cerah dan meditatif.

Sepanjang jalur tersebut, jika anda menjelajahi setiap albumnya, anda mulai dapat menjelajah berbagai nuansa dan musik ambient berbeda dari yang terdengar sangat estetis dan berwarna dari Safetenstors, menggenang dalam lautan lepas dari karya Jung DJ, hingga menyebrang pada dunia yang lebih gelap dan kelam dari karya William Basinski yang kemudian dilanjutkan pada perjalanan menuju kegelapan kosmis yang direpresentasikan oleh karya Helen White yang memiliki warna drone misterius dan ritualistik. 

Semetara bagi yang merasa tergelitik dan penasaran, bahwasanya unsur musik elektronik bit itu eksis dalam Diagetic, anda dapat bergerak untuk mendengarkan album M-PeX yang tampaknya lebih berdedikasi sepenuhnya untuk komposisional musik bergaya bit. Akan tetapi M-PeX mungkin hanya sebagian kecil komposer data sonification yang melibatkan instrumen konvensional ke dalam musiknya, yaitu berupa alunan gitar akustik bernuansa barok. 

Sehingga ini membuka ketertarikan berikutnya terhadap jenis data sonification yang terinspirasi dengan elemen musik-musik klasik modern, dan konsep itu disempurnakan oleh karya Alex Orellana. Meski dengan bantuan pendekatan ambient, tetapi Alex Orellana mampu setidaknya menjaga agar nuansa dan elemen musik modern klasik melekat dalam identitas musiknya. Lalu Jim O’Durke membalutnya dalam pendekatan yang lebih suram dan minor, dan Bartholomaus Traubeck sepertinya ingin mereplikasi cara bermain piano Chopin dan Stravinsky ke dalam aplikasi data sonification.

Kembali pada sisi elektronik dari M-PeX, jika semakin bergerak menyusuri album-album berikutnya, itu akan membuka pada penglihatan yang lebih luas mengenai jenis musik elektronik yang semakin variatif. Bazil Musik mencoba gaya instrumental hip-hop dengan dendangan beat yang konstan menghentak dan minim variasi. 

Lalu Jerobeam Fenderson menggunakan alat oscilloscope yang diatur pada mode XY untuk menghasilkan elemen musik techno yang lebih kacau dan bergerak secara progresif. Bentuk kemudian berubah menjadi abstrak ketika Myloco melakukan pendekatan mendalam dengan teknik bio-data sonification yang melibatkan berbagai ekstraksi data, synth, dan tumbuhan jamur.

Anosa merubah bentuknya kembali minimalis, namun tetap meninggalkan esensi yang acak dan abstrak dari musiknya, namun menancapkan beat yang dapat diikuti. Ryoji Ikeda sepertinya kurang menyukai konsep beat, sehingga dia menghilangkannya dan membuat musiknya benar-benar menghormati asas keacakan, yang mana itu juga memiliki garis lurus terhadap fenomena kehidupan manusia yang ditentukan oleh sifat keacakan.

Terakhir Yasunao Tone memiliki pendekatan yang lebih radikal dalam “menentang” ketetapan sisi teorema musik, dan membuat desingan suara yang sangat berdesibel tinggi, bising, dan bagi sebagian orang mungkin akan menimbulkan sensasi disturbing atau gangguan, alih-alih terdengar seperti bentuk maha karya musik. 

Sementara di dalam kotak, terdapat beberapa album esensial dimana awal mula metode data sonification diterapkan yang mana sesuai dengan penjelasan sebelumnya, sebagian besar album tersebut dibuat hanya berdasarkan bentuk eksperimen ilmiah. Anda mungkin akan merasa kesulitan untuk mengapresiasinya secara sudut pandang seni, tetapi barangkali dapat menambah pengetahuan intelektualitas dan informasi literasi anda mengenai jenis musik data sonification

Baca Juga : Apa Enaknya Musik Barber Beats?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share via
Copy link