2021Death MetalMetalReviews

Cannibal Corpse : Violence Unimagined Review

Ditengah gempuran beragam band death metal yang semakin canggih dan menawarkan perubahan musik yang revolusioner. Cannibal Corpse lewat album Violence Unimagined masih bersikeras untuk terus tetap berada di pakemnya tanpa terpengaruh sedikitpun untuk menjadi band yang terdengar lebih eksperimental.

Band death metal legendaris asal Florida, Cannibal Corpse menginjak usianya ke 33 Tahun di tahun ini. Cannibal Corpse secara tidak sengaja merayakan eksistensinya selama 3 dekade lebih dengan merilis album studio ke-15 nya yang berjudul Violence Unimagined. Sudah selama 1 dekade lebih Cannibal Corpse mulai terbebas dari peristiwa-peristiwa yang merugikan pihak band seperti pencekalan artwork album karena dinilai terlalu vulgar dalam mengekspresikan sisi kebrutalan dan kekejaman manusia. Tetapi menjelang proses pembuatan album Violence Unimagined untuk pertama kalinya Cannibal Corpse kembali diterpa masalah, Kali ini masalah datang dari sisi internal band. Sang gitaris utama, Pat O’Brien harus mendekam di penjara karena sang gitaris dituduh terlibat dalam kasus penyerangan terhadap seorang polisi. Selain itu Pat O’Brien juga dituduh melakukan penyusupan yang disertai dengan tindak kekerasan. Sontak kejadian ini cukup mengganggu sesi pembuatan album Violence Unimagined dan sekaligus Cannibal Corpse harus mencari pengganti gitaris. Namun beruntung Cannibal Corpse mencari pengganti yang sangat sepadan , adalah Erik Rutan (Hate Eternal, Ex Morbid Angel) yang mengisi posisi gitar di album ini.

Secara keseluruhan album Violence Unimagined tidak memiliki perubahan yang signifikan jika dibandingkan rilisan mereka sebelumnya seperti Red Before Black (2017), Skeletal Domains (2014). Lagi pula untuk band sekelas Cannibal Corpse yang sudah memiliki fan base besar. Mereka tidak perlu meyakinkan para fans nya untuk membawa sesuatu perubahan secara masif pada konsep music mereka. Cannibal Corpse sudah mengetahui apa yang dapat dijadikan tolak ukur serta ekspetasi utama para pecinta musiknya, yaitu menghasilkan musik Death Metal dengan riff-riff agresif serta memiliki tempo dan kebisingan tingkat tinggi yang dihasilkan dari perpaduan impulsif antara gebukan drum, betotan bass, dan ledakan vokal growl. Sisi baiknya Semua elemen tersebut terangkum penuh dalam album Violence Unimagined ini.

Baca Juga : Gerogot : Heading to Eternal Review

Cannibal Corpse masih mampu menyajikan riff riff dengan daya tampar yang keras dan menyakitkan. Namun daya tampar yang dihasilkan bukan hanya terasa sakit, tetapi juga membekas dengan jangka waktu yang lama. Karena setiap riff yang ditulis juga memiliki tingkat memorable yang tinggi. Riff bertempo mid paced yang dibungkus dengan distorsi crunchy dan tigh masih dijadikan senjata andalan mereka untuk meluncurkan serangan-serangan gaungan distorsi yang memekakan telinga dan mematahkan leher para penikmatnya. Namun harus diakui hadirnya Erik Rutan di album ini cukup memberikan sedikit suntikan berbeda pada segi riffing. Lewat ciri khas permainannya, Erik menginjeksikan fill gitar yang terdengar teknikal bila dibandingkan dengan materi album Cannibal Corpse lainnya. Erik secara kreatif mampu mengisi bagian-bagian pada lead gitar dengan berbagai lick jeniusnya dan terdengar extra ordinary. Trademark ketika Erik melantunkan interval nada “kematian” nya bersama Hate Eternal dan Morbid angel diboyong ke dalam album ini. Sehingga Erik membuat departemen riff di album ini tidak hanya terdengar cadas, dan brutal semata. Tetapi aspek teknikalitasnya juga bisa dibicarakan lebih mendalam.

Sementara geraman growl vocal Corpsegrinder masih terdengar garang, dan familiar seperti biasanya. Track “Murderous Rampage” dan “Cements of the Flayed” bisa dijadikan bukti nyata akan keganasannya vocal seorang Corpsegrinder dalam memuntahkan frasanya ke dalam bentuk growling vocal yang garang. Peran Paul Mazurkiewicz (Drum) dan Alex Webster (Bass) tidak bisa dianggap remeh. Alex Webster mampu memeragakan bassline dengan daya punchy yang cukup kuat, seolah tidak mau kalah dengan himpitan distorsi, dan dentuman drum. Sementara di balik kit drum, Paul Mazurkiewicz memberi jawaban antithesis terhadap para drummer death metal modern yang rata-rata memiliki kecepatan di atas 250BPM dan memeragakan beragam teknik blastbeat. Paul Mazurkiewicz masih setia dengan memberikan fill-fill yang sangat kuat beraroma Heavy Metal, Thrash Metal dan Punk era lawas. Sesekali Paul memeragakan teknik traditional blast namun hanya dikeluarkan seperlunya saja dan tidak berlebihan.

Diusianya yang ke-33 tahun, Cannibal Corpse terlihat seperti seorang OG dari skena hip hop lawas yang berdiri dan berteriak We Are Original Gangsters!!! kepada para mumble, trap rapper. Ditengah gempuran beragam band death metal yang semakin canggih dan menawarkan perubahan musik yang revolusioner. Cannibal Corpse lewat album Violence Unimagined masih bersikeras untuk terus tetap berada di pakemnya tanpa terpengaruh sedikitpun untuk menjadi band yang terdengar lebih eksperimental. Violence Unimagined memang tidak masuk sebagai katalog album influential bagi Cannibal corpse seperti karya-karya classic mereka, The Bleeding (1994), Tombs Of The Mutilated (1992). Tetapi kesebelas track dari album ini sudah cukup untuk memenuhi ekspektasi dan dahaga para jemaat death metal, terutama kalangan fans mereka sendiri.

Baca Juga : Whispered : Shogunate Macabre Review

Rating : 8/10

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share via
Copy link