Dungeontroll : Mournful Melodies of Ophior’s Grotto Review
Dungeontroll menutup perjalanan karirnya dengan cukup impresif. Meskipun album “Mournful Melodies of Ophior’s Grotto” tidak terlalu banyak mengandalkan tekstur yang berbeda serta struktur antara lagu beberapa terdengar mirip. Tetapi setiap judul lagu memiliki kesan yang naratif. Masing-masing lagu seolah memiliki storylinenya tersendiri. Ketika kebanyakan band dungeon synth hanya menamai lagunya dengan judul yang mirip dengan diberi penomoran. Dungeontroll rela memutar otaknya agar apa yang disampaikannya dapat tergambarkan meskipun tanpa lirik yang terucap sepatah kata pun.
Musik yang bagus adalah musik yang bisa mengajak para pendengarnya untuk turut larut merasakan nuansa yang dibawakan musik tersebut. Meskipun para pendengar sejatinya belum pernah mengalami apa yang diceritakan musik tersebut secara nyata. Tetapi berkat kekuatan magis dari musik. Hal yang terlihat mustahil seperti ini dapat dirasakan asalkan sang musisi memiliki visi untuk menciptakan musik yang bagus.
Untuk mencapai level spiritual tertinggi dari jenis musik seperti ini. Ada beragam metode dan cara yang dapat digunakan. Seperti membuat lirik yang puitis, dan natural. Mengkonsepsi nuansa, motif, dan latar musik yang sesuai dengan tema yang hendak disampaikan dalam musiknya, dan masih banyak lagi. Tetapi Tidak ada rumus kombinasi yang eksak untuk menciptakan musik indah. Karena pada hakikatnya setiap orang dianugerahi perasaan dan pemikiran yang berbeda-beda. Sehingga ini merupakan sebuah perjalanan spritiual yang dihadapi oleh musisi melalui jalannya masing-masing.
Seorang pria misterius tertarik untuk melaksanakan quest ini dengan mendirikan sebuah one-man band yang diberi nama Dungeontroll. Dungeontroll merupakan bentuk manifestasi dari pemuda tersebut untuk menempuh jalur musiknya sendiri. Menelusuri berbagai lorong pikiran, dan imajinasinya. Akhirnya Dungeontroll menemukan jawaban bahwa jalur musik yang mereka tempuh direfleksikan ke dalam kehidupan dunia fantasi pada abad pertengahan.
Sudah mantap dengan langkah yang diambil, akhirnya Dungeontroll melepas album demo pertamanya di tahun 2019. Petulangan di dalam hutan fantasi Uzhor dimulai pada titik ini. Kemudian Dungeontroll merilis beberapa materi lainnya. Hingga tak terasa 2 tahun berlalu sejak Dungeontroll memperkenalkan petualangan dalam dunia fantasi yang diciptakannya sendiri. Tahun ini Dungeontroll melepas album baru yang berjudul “Mournful Melodies of Ophior’s Grotto”. Album ini bukan hanya merupakan materi terbaru yang dirilis Dungeontroll. Tetapi album ini juga merupakan bab terakhir dari perjalanan Dungeontroll untuk menelusuri jalan spritual musiknya.
Baca Juga : Whispered : Shogunate Macabre Review
Terdapat 6 buah track baru di album ini, dimana keseluruhan track hanya dibuat dan direkam menggunakan peralatan synth Roland Juno-DS. Secara keseluruhan nuansa musik yang dibawakan pada album ini memiliki nada dan melodi yang sedih. Album ini seolah mengisyaratkan bahwa semua yang baik pada dasarnya harus berakhir agar ceritanya bisa dikenang selama-lamanya.
Menyelusuri lorong bawah tanah aldor menjadi awal perjalanan dari bab ini. “The Path to Aldor Crypt” lagu pembuka yang langsung menghantarkan pada nuansa ruang bawa tanah istana yang gelap dan senyap. Nuansa dari elemen synth dengan nada-nada yang sedih, serta bunyi-bunyian sampling flute yang merdu menjadi perpaduan yang cocok untuk menggambarkan suasana di ruang bawa tanah tersebut. Semuanya tampak tenang dan tidak ada elemen-elemen suara yang mengguncang ketenangan pada track ini. Selepas menelusuri lorong paling akhir dari ruang bawah tanah aldor. Terdengar sebuah suara bisikan yang datangnya dari luar lorong tersebut.
Hembusan angin seolah mengajak untuk keluar dari ruang bawah tanah tersebut dan menuju pada tempat petualangan selanjutnya. Track “whispers of the Gentle Forest” menjadi destinasi selanjutnya untuk melanjutkan petualangan pada bab ini. Sebuah track yang langsung bisa menggambarkan keadaan sebuah hutan pada malam hari. Elemen synth dan flute menghasilkan suara yang lebih merdu, dan simfonik. Jika didengarkan lebih seksama sound synth secara tipis-tipis merangkai layer sound yang mirip dengan deru air. Seperti mengisyaratkan tidak jauh dari hutan tersebut ada sebuah danau yang mengirimkan hawa yang sejuk nan dingin.
Ditengah menulusuri setapak demi setapak perjalanan di gentle forest. Tiba-tiba sebuah anak panah dengan nyala api jatuh dari langit dan menancap di tanah. Mengambil sebilah anak panah yang menancap tersebut dan disana bertuliskan ukiran “Orune”. Menandakan anak panah ini datang dari busur yang bernama “Orune”. Track “An Arrow of Light from the Bow of Orune” langsung berkumandang dengan aura yang lebih gelap dan tegang. Track yang seolah menjadi simbol sebuah pertanyaan darimanakah anak panah itu berasal?
Baca Juga : Groza : The Redemptive End Review
Belum terjawab dari mana anak panah itu berasal. Dari kejauhan terdengar bunyi gemuruh dan teriakan orang-orang. Tanpa berpikir panjang perjalanan pun diarahkan ke sumber bunyi tersebut berasal, sambil berujar mungkin saja anak panah tersebut datangnya dari arah keramaian tersebut. Setelah beberapa menit berjalan sampailah pada sumber keramaian tersebut yang ternyata letaknya di dekat sebuah danau. Sebuah pemandangan mengerikan tersaji di sekitaran danau tersebut, dimana banyak mayat-mayat prajurit bergelimpangan dengan darah yang masih segar.
Rupanya telah terjadi sebuah pertempuran dahsyat di sekitaran danau berkilau tersebut. Track “Battle at the Emerald Lake” sebuah track yang sempurna untuk menggambarkan nuansa tragis pasca peperangan dahsyat. Nuansa yang lebih sedih dibanding dengan track sebelumnya sangat gamblang terdengar pada track ini. Sebuah track yang menyuarakan keprihatinan mengenai danau yang berkilau harus ternodai dengan darah.
Setelah keadaan dirasa aman perjalanan pun dilanjutkan dengan mendekati “kerumunan” mayat-mayat tersebut. Disana tidak hanya bergelimpangan mayat dari para prajurit biasa. Tetapi jendral dan pahlawan yang mengenakan jubah kebesaran dan mahkotanya pun ikut terbaring kaku disana. Track “As Twilight Fades, Our Heroes Fall” seolah sudah memiliki firasat bahwa kejadian ini akan terjadi. Perpaduan elemen synth dan choir vokal menjadi penanda bahwa senja pada hari itu merupakan senja yang paling haru dan memilukan yang pernah terjadi.
Baca Juga : Choria : A Dismal Repertoire Review
Tak terasa fajar kemudian menyingsing menandakan hari baru telah dimulai. Sembari beristirahat di dekat tepi danau tersebut. Suara tiupan suling bersamaan dengan kicauan burung begitu nyaring bunyinya. “An Eternal Threnody for the Dungeontroll” seolah menceritakan nuansa pagi yang berbeda dari hari-hari biasanya. Kejadian semalam yang memilukan masih membekas di benak. Meski matahari berkilau dan burung-burung berkicau dengan nyaring tetapi ini bukan pagi yang menggembirakan.
Dibalik awan terdapat sebuah istana dan ruang bawah tanah yang megah namun senyap dan tak berpenghuni. Meskipun begitu disana masih sesak dipenuhi oleh teriakan dan ratapan abadi dari jiwa-jiwa yang sudah menguap akibat peperangan semalam.
Dungeontroll menutup perjalanan karirnya dengan cukup impresif. Meskipun album “Mournful Melodies of Ophior’s Grotto” tidak terlalu banyak mengandalkan tekstur yang berbeda serta struktur antara lagu beberapa terdengar mirip. Tetapi setiap judul lagu memiliki kesan yang naratif. Masing-masing lagu seolah memiliki storylinenya tersendiri. Ketika kebanyakan band dungeon synth hanya menamai lagunya dengan judul yang mirip dengan diberi penomoran. Dungeontroll rela memutar otaknya agar apa yang disampaikannya dapat tergambarkan meskipun tanpa lirik yang terucap sepatah kata pun.
Rating : 7 / 10
Baca Juga : Tassi : Northland I & II Review