AbstrakJazzProgressive RockRockZeuhl

ZWOYLOD – Zeuhl Sebagai Musik Penghubung Kesinambungan & Keacakan

“Kolektif asal Prancis, ZWOYLOD menggunakan musik zeuhl sebagai alat kognitif untuk menghubungkan kesinambungan & keacakan. Berselancar pada elemen jazz, psychedelic rock, classical, dan tribal untuk mencari keacakan secara corak artistik lalu memadukan keseluruhan unsur agar nuansa album, secara holistik memiliki alur ber-kesinambungan.”

Kehadiran progressive rock menangguhkan diri sebagai seni yang “mengolok-ngolok” musik pop yang dianggapnya memiliki nilai artistik bersifat inferior. Asumsi itu muncul dikarenakan struktur keseluruhan segmen musik pop terlampau simpel, kaku, dan seragam. Sementara zeuhl yang lahir sebagai subset turunan progressive rock mengeluarkan statement bercetak tebal yang kurang lebih berisi: “Saya sama sekali tidak peduli apa yang terjadi di atas sana, biarkan telingaku hanya mengalir musik dan pemikiran artistik ku sendiri.

Atas pernyataan tersebut membuat pekerja seni yang berkarya di bawah bendera pengaruh zeuhl ter-segregasi dengan hiruk pikuk kehidupan musik arus utama & ini menjadi alasan mendasar mengapa penganut zeuhl seringkali dikaitkan dan diasosiasikan terhadap pergerakan RIO (Rock In Opposite) – Sebuah seruan ideologi yang kurang lebih senada dengan propaganda D.I.Y ala kultur punk yang memilih jalur secara independen dan tidak memperdulikan kualifikasi selera pasar musik utama. 

Mendengar ZWOYLD kolektif asal Clermont Ferrand, Prancis yang berdiri sejak 2012 & masih bersikukuh mempertahankan nilai filosofis erat zeuhl, merupakan sebuah lonjakan ekspresi kaget sekaligus ketidakpercayaan. Tetapi setidaknya ZWOYLD melalui catatan debutnya bertajuk “200 000” berupaya untuk memudahkan akses dalam hal penghayatan dengan cara mengurangi unsur ritualistik serta tribalistik dari nilai otentik zeuhl & banyak menaruh lapisan unsur yang tampak lebih familiar yakni fusi antara jazz dan rock.

Tentu upaya ini bukan bermaksud menyulap sayuran paria menjadi buah anggur manis yang dapat dinikmati oleh semua orang, akan tetapi kadar kepahitanya setidaknya tereduksi di sini. Hal ini secara kontras langsung terlihat pada repertoar pembuka “Sŷs” yang seolah menyatukan beberapa ruang antar dimensi dan waktu dalam durasi hampir menyentuh 10 menit.

Dengan pemanfaatan sonik yang representatif terhadap kultur suatu ruang & peristiwa, memungkinkan untuk aransemen lagu yang satu ini melakukan teleportasi kemanapun sesuai kehendak, mulai dari ritmik berjingkrak-jingkrak pengiring tarian salsa seperti pada pembukaan, menghardik padang pasir kasmir dengan corak nada timur-tengah, menengok sedikit kedigdayaan Deep Purple era 70’an dengan sedikit mencuplik bagian ritmis “Child in Time” yang epik, hingga mampu berhadapan dengan titik singularitas yang berjarak hanya beberapa inci dari pandangan dalam perpaduan elemen synth kosmis dan gitar psikedelik.

Zeuhl-Zwoyld-200-000

Segala kemungkinan fusi daripada jazz-rock dicoba di sini, hingga menghasilkan satu siklus perputaran siang malam, akan tetapi track berikutnya, “Saink” merupakan tanjakan bersifat shock culture yang berenang menjauh dari poros awal album yang bermandikan cahaya dan harmonisasi manis. Medan psychedelic rock pada lagu ini membesar, sehingga semakin leluasa mengorbit di sekitaran aransemen.

“Chaa” secara mendadak memiliki urgensi yang bersifat lebih mencengkram dan mengharuskan para punggawa untuk merubah haluan atmosfir musik menjadi terkesan lebih tribalistik, tegang, dan kegelapan yang lebih berkuasa menyelimuti. Aliran bass memompa dalam jumlah tekanan yang besar, drum berderu dengan dosis adrenalin lebih tinggi, serta gitar banyak mengandung ocehan rewel, kasar, dan nyaring.

“Trwa” memiliki kepingan suara minimalis dan progresi yang kurang lebih bergerak secara mengendap-ngendap. Suasana setiap lagu pun tersegmentasi dengan dunianya masing-masing persis seperti potongan kertas musik klasik abad romantisme. Kemahiran menurunkan dan menaikan nada saling berkesinambungan (kromatis) dipangkas setengahnya & membiarkan kehadirannya pada akhir lagu untuk menciptakan guncangan tektonik bersifat klimaks. “Trwa” secara tidak langsung seperti sekuel “Chaa” dengan kadar elemen musik pedalaman sebagai jantung utama dan ambient yang lebih berkerak serta kotor. 

Secara pandangan kasar, alur keseluruhan album tampak seperti sebuah upaya pergerakan acak dan terputus-putus (diskontinu), dalam arti setiap lagu tercecer pada poros pembangun genre dengan genetik bersifat heterogen. Tetapi jika pandangan lebih diperluas, akan menemukan fakta bahwa nuansa album, secara holistik memiliki alur ber-kesinambungan (kontiniu) yang membentuk sebuah model kurva lonceng. 3 lagu awal representasi eskalasi ekspresi ketenangan menuju rentetan amarah meledak-ledak dan menghantarkan pada rahim ruang angkasa tergelap dan hampa. 3 lagu berikutnya menjadi tanda percepatan emosional yang melandai tetapi tetap berdiri pada perubahan basis permanen terhadap pijakan awal.    

Baca Juga : Dün – Eros, Sebuah Inovasi Musik Rock Yang Begitu Radikal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share via
Copy link