Virtual Dream Plaza – Perwujudan Imperium Slushwave Yang Tak Ada Habisnya
“Menandakan albumnya yang ke-29, Virtual Dream Plaza berada dalam kuadran slushwave yang menganggungkan loop sampling tunggal tanpa akhir, hamparan elemen ambient, dan pukulan beat groovy yang mengalun dengan ketenangan dan meditatif”
Sungguh sebuah pemandangan yang sangat jarang, melihat seorang seniman dan musisi, mampu memberikan pengaruh bersifat monopoli yang seolah-olah anda tidak dapat membahas genre musik tanpa melibatkan namanya. Faktanya, itulah yang terjadi melihat Luke Laurila yang begitu mendominasi genre slushwave sebagai sub-mikro dari vaporwave. Perannya tidak dapat didiskreditkan, seperti layaknya para anak-anak deathcore myspace yang mengolok-ngolok band thrash metal generasi 80’an, karena dirasa tidak memberikan dampak dan signifikansi musikalitas secara langsung pada band pujaanya. Alasannya karena, Luke Laurila baru muncul 1 dekade belakangan ini, dan musisi slushwave yang berada di generasi bawahnya, mengaku terpengaruh langsung, sehingga melalui penerawangan sudah dipastikan posisi Luke Laurila masih senantiasa aman untuk terus menjadi payung panutan bagi beberapa generasi mendatang.
Ia mendirikan label Dream Catalogue, menciptakan begitu banyak proyek, dan menggunakan pseudonim berbeda mulai dari Trinity Infinity, Shinkou, Tianhoujian, hingga 2 proyeknya yang paling dikenal dan prolifik yakni t e l e p a t h テレパシー能力者 dan Virtual Dream Plaza. t e l e p a t h テレパシー能力者 masih menyimpan kenangan semasa ia menciptakan musik vaporwave, sedangkan Virtual Dream Plaza adalah bentuk pertobatan dan kesungguhannya untuk menyelami berbagai ceruk ambient dan slushwave secara mendalam. “犠牲を愛” merupakan satu dari sekian album Virtual Dream Plaza yang berada dalam kuadran slushwave yang menganggungkan loop sampling tunggal tanpa akhir, hamparan elemen ambient, dan pukulan beat groovy yang mengalun dengan ketenangan dan meditatif. Sempat pada awal pembukaan, terdengar desisan noise yang terdengar menyerupai ombak dibiarkan malang melintang tanpa ada gangguan. Setelah 3 menit momen statis tersebut, barulah secara menggunakan transisi fade-in, satu-per satu elemen inti musik mulai memasuki pelataran.
Secara pengamatan makro, terdengar begitu jelas dan gamblang bahwa dari keputusan mengkurasi dan pemilihan melodi yang bersifat mellow dramatis dan mengambang di antara sekat-sekat noise dan hentakan beat, menjadi penarik perhatian. Rangkaian melodinya yang sederhana, namun berhasil menaikan tendensi setiap jengkal emosi memastikan untuk dengan mudah diresapi kenikmatannya hanya dalam beberapa menit saja, tetapi mengingat bahwa album ini hanya terdiri satu lagu tunggal berdurasi 31 menit, dan bagian inti melodi yang terus berputar hingga akhir lagu, memungkinkan menjadi sebuah tantangan apakah seseorang mampu bersedia menginvestasikan waktunya, untuk bertahan dan mengikuti alurnya hingga selesai, atau merasa puas dan mematikan lagu pada setengah perjalanan. Tetapi jika dilihat dalam skala mikro, sejatinya Virtual Dream Plaza menyisipkan beberapa detail yang cukup menawan. Seperti menyisipkan semeliwir suara suling, horns yang anda tau seperti memberikan efek bambu yang ditiup oleh angin : menusuk, namun memberi melodi tipis merdu. Pada pertengahan lagu, melodi utama sedikit dirubah strukturnya, dan jejak bass yang sengaja diberikan arah berlawanan daripada lintasan utama melodi musik.
Baca Juga : Apa Enaknya Musik Slushwave?