UTOPIA – DYSTOPIA – Teknologi, Masa Lalu, & Masa Depan – 01
“UTOPIA – DYSTOPIA : Sebuah seri baru yang akan membahas mengenai perkembangan musik elektronik bawah tanah dari berbagai dunia”
Dalam bukunya yang bertajuk “Tonality, Atonality, & Pantonality: A Study of Some Trends 20th century Music”, seorang komposer yang dikenal juga sebagai pianis dan analis musik, Rudolph Reti mengemukakan 2 pandangan sebagai indikator untuk dikatakan bahwa musik mengalami perkembangan. Pandangan pertama, dia menyarankan bahwa musik diatur sedemikian rupa oleh prinsip yang bersifat universalitas dan mengikat, demi menjaga kualitas si musik itu sendiri.
Sebaliknya, pandangan kedua yang disodorkan Rudolph, justru membiarkan bahwa tidak ada kontrol apapun yang dapat membatasi kemunculan estetika, pemikiran, dan teoritas kebaruan dalam musik, membiarkan total katastropi menghiasi perkembangan musik.
Merefleksikan kembali ke-2 pandangan yang disodorkan Rudolph, pada masa sekarang yang pasca-moderenis dengan tidak lagi mengkultuskan sebuah kebenaran sebagai satu-satunya dogma yang menyelematkan, pandangan pertama dari Rudolph hanyalah tampak seperti Utopia, alias imajinasi kebahagiaan sempurna yang tidak akan pernah terwujud.
Yang tersisa hanyalah pandangan total katastropi dari Rudolph. Musik elektronik dapat dikatakan menjadi salah satu episentrum yang lahir dari pemikiran ini, bagaimana manusia bahkan pergi pada konsep menuju trans-humanisme, semata menemukan berbagai kualitas suara, irama, maupun unsur musikalitas yang terus dijelajah.
Rasanya sudah tidak terhitung, berapa ratus jenis turunan musik elektronik yang muncul (baik dilegtimasi menjadi keilmuan genre yang baku, atau hanyal sebagai klaim psuedo-genre dari sekelompok komunitas yang hanya berlaku diantara komunitas lokal saja).
Akan tetapi tidak semua orang menerima ini sebagai langkah relevan demi menjaga semangat pertumbuhan seni ini. Tidak jarang orang menyebutnya ini sebagai kiamat dystopia, sehingga dapat dikatakan musik elektronik seolah menjadi penghalang wacana utopia mereka yang memberikan dystopia sebagai realitas bagi mereka.
UTOPIA / DYSTOPIA akan segera hadir sebulan sekali yang fokus membahas mengenai perkembangan musik elektronik, dan mencoba mendalami kebudayaan, filosofi, dan nilai-nilai yang terkandung dalam musik elektronik.
Teleportasi Masa Lalu

Tofflerisme memandang kajian teknologi sebagai tempat investasi masa depan dan mesin perubahan. Namun, atribusi dari kemampuan teknologi juga tidak hanya dilihat dari aspek perkembangan eksponensial satu arah dari lensa masa depan.
Teknologi justru dapat bisa membuka masa lalu selebar-lebarnya dan sejernih-jernihnya, mempertajam ingatan dan memori baik secara individu atau kolektif, untuk kembali mengunjungi secara pikiran dan emosi pada sebuah fenomena dan rangkaian kejadian yang telah usang. Tidak perlu membayangkan diciptakannya konsep teleportasi dan mesin waktu yang hampir dipastikan tetap menjadi fiksi. Menghidupkan masa depan bahkan terasa lebih sederhana dari kedengarannya.
Misalnya Luke Laurila seorang musikus, pendiri label, dan pembuat lagu. Dengan segudang proyeknya, Laurila telah “bertanggung jawab” untuk membawa kembali ingatan pada koleksi memori acak masa lalu yang tercacah secara mosaik dan misterius, membangkitkan kenangan periode gelembung ekonomi Jepang, kejayaan teknologi visual berbasis VHS Tape, hingga tempat-tempat nostalgia yang menghantarkan stimulus deja-vu pada neuron.
Terkhusus salah satu proyeknya, yakni t e l e p a t h テレパシー能力者 (sebuah proyek yang bertanggung jawab melahirkan jenis turunan musik baru bernama slushwave), Laurilla secara konsisten membanjiri visual album dengan karikatur periode emas Showa Jepang, dan keindahan yang dapat dikagumi dari model-model iklan wanita di Jepang.
Tetapi dalam beberapa tahun belakangan, Laurilla sempat mengistirahatkan t e l e p a t h テレパシー能力者, dan beralih menghubungkan sesuatu yang abstrak mengenai singularitas antara kosmik dan persemian ke-2 entitas yang meleburkan diri dalam keabadian kekuatan cinta, melalui proyek musik barunya Tianhuojian. Itulah yang menjadi alasan fundamental, tentang perubahan pendekatan Laruila dalam Tianhuojian yang lebih banyak beralaskan soundscape ambient panjang, timbre ramping, dan melayang-layang tanpa bantuan tubuh fisik dari musik, yakni ritme.
Setelah kepulangannya melakukan pencarian cinta sejati di ujung langit sana, Laurila menghidupkan kembali t e l e p a t h テレパシー能力者 setelah 6 tahun lamanya tertidur. Residu-residu dari romansa dan cinta mempesona dalam Tianhuojian turut terbawa. Pemilihan sampling dan pemotongannya sengaja ditempatkan pada bagian yang memberi semacam melodi-melodi yang terasa merona, anggun, dan seperti sebuah lagu pengiring untuk adegan romantis atau bermesraan bukan dalam konteks erotisme.
Mari perjelas keanggunan di sini, bahwa pemilihan sampling memungkinkan untuk mempertimbangkan memilih timbre yang lebih lembut seperti piano, hingga interval nada yang serumpun antar lagu, dan tidak memperlihatkan rentang yang lebar, antara bermain dalam nada rendah atau interval dengan nada meninggi.
Tentu meski ada pengaruh dari Tianhoujian secara estetika, t e l e p a t h テレパシー能力者 tetaplah otonom dalam sifat fisiknya. Efek phaser dan reverb yang berseliweran kembali dinyalakan, sebagaimana karakteristik utama slushwave, lalu lagu dengan beat-driven seperti pada lagu “君のもとへ還るその日を夢見て” atau “愛が導くかぎり、決して諦めない” kembali terinstalasi.
Penekanan pada gaya pemotongan dan pengambilan loop sampling yang diolah dalam tingkat medium rare mengingatkan kembali orisinalitas dari teknik produksi musik vaporwave dan sebagian besar jenis musik yang terafiliasi dengannya. Tapi rasanya, album keluaran terbaru koleksi Laruila kali ini, menjadi karya yang tidak dilupakan begitu saja.
Faktor pemilihan sampling yang dijadikan sebagai tulang punggung aransemen maupun tema melodi utama setiap lagu jelas menjadi faktornya, seperti iringan piano yang penuh haru dalam “愛の光にきらめく涙” meleleh di atas lapisan astral dari ambient synth dan deru bass dipastikan akan menempel dalam memori otak dalam waktu tertentu.

Kembalinya t e l e p a t h テレパシー能力者 ke dalam pangkuan, dapat memberikan alasan mengapa masa lalu, menjadi domain yang vital dan tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Masa lalu dapat membawa kenangan romansa dan memori yang indah terus bermunculan. Sama halnya dengan apa yang ditawarkan Windows96, yakni sebuah kenangan sekaligus harapan masa lalu terkait wacana teknologi dan masa depan yang optimistik.
“Akward Dance Music” menyambut dengan gaya yang paling eksploratif dan kaleidoskopik yang pernah dibuat oleh Windows96 sepanjang karirnya. Ada memori indah yang berserakan dari antara kejayaan musik idm Warp records, ketukan energik drum ‘n’ bass, keglamoran synth casio yang melintang, hingga ketukan snare dan simbal dari rekaman sampling musisi jazz legendaris art barkley yang disematkan dalam sampling boom-bap hip-hop.

Kolase daripada rentetan kejadian masa lalu yang terangkai menjadi sebuah sejarah juga dapat didokumentasikan, seperti yang diperagakan Anthony Naples dalam album studio ke-6 miliknya yang terdiri atas 10 lagu.
Anthony menjaga hubungan platonis terhadap nilai filosofis musiknya menciptakan musik elektronik seimbang antara fungsionalitas yang ditekankan pada penghasil irama dansa tanpa beban pikiran, atau memperlihatkan kejelian teknis produksi dan menyulam beberapa keping pengaruh musik elektronik yang berderet dari era downtempo, ambient techno 90’an menuju gaya musik house pada akhir periode 2000’an.
Setiap tampilan ritmenya begitu stabil dan berdiri kokoh dalam sub-bass yang bergetar, meski Naples seringkali merangkai melodi berkelip yang terdiri dari iringan minimalis akor piano, atau gaya arpeggio synth yang menyerupai manik-manik dan hiperaktif dalam memainkan kontras tone yang gelap sekaligus berwarna.
Gaya bass nya akan terasa dari musik disco hingga club yang memompa pada keselarasan birama, dan itulah mengapa alasan meski warna musik dan harmoni yang ditawarkan terasa kaleidoskopik dan beragam, masih terdapat ruang yang kosong dan menggema yang dapat digunakan sebagai tarian energik dari musik yang racikan Naples.

Dariacore menjadi sejenis teleportasi auditori untuk memindahkan visual ingatan masa lalu pada masa kini dan bagaimana emosional bercampur aduk antara memikirkan kesenangan masa lalu dan realita pahit era sekarang.
xaev yang telah menunjukkan dedikasinya bertahun-tahun pada jenis musik ini mengambil pendekatan sedikit berbeda tanpa melenceng jauh dari alur setelah mengakhiri saga “Berdlycore”. Gaya mashup dan pemilihan peluru sifat elektroniknya terasa lebih tajam, agresif dan berbahaya. Kali ini xaev mensubittusikan gaya Hardcore [EDM], Digital Fusion, hingga hardstyle.
Kecepatannya memang tidak mengimbangi gaya gabber dan speedcore, tapi itu cukup meledakan kepala dengan teleportasi kelokan musiknya yang gesit, sembari tetap mempertahankan muatannya yang overweight terdiri dari ritem yang berat, synth yang seperti meriam laser, hingga progressi nada yang rumit.
Sebagian besar sampling vocal yang diambil tentunya berasal dari musik pop awal 2010’an yang mungkin dianggap sebagian orang sebagai “era musik pop internet terbaik”, yang menyimpan koleksi memorabilia indah.

Jika ada yang beranggapan bahwa teknologi termutakhir yang pernah diciptakan manusia adalah komputer, ponsel pintar maupun kecerdasan buatan, anggapan itu sebuah kekeliruan. Ciptaan terhebat justru telah ada selama berabad-abad dan berada di sekeliling kehidupan, yakni kemampuan berbahasa dan tulisan.
Bahasa adalah akar permulaan dari terbentuknya gagasan, perundingan, peradaban, hingga mampu mengkonkritkan persepsi mengenai apa yang ada dalam ranah abstrak dan metafisis. Lalu tulisan, bukan sekedar menjadi medium transkrip belaka, tetapi bisa menjadi pelampiasan medium ekspresi, fenomena, hingga tragedi masa lalu yang bisa mentransfer salinan yang serupa terjadi di masa mendatang.
Temuan fundamental menjadi teknologi yang memajukan peradaban jauh ke depan, begitu juga dalam industri musik, ketika teknologi rekaman adalah, peralatan yang paling canggih yang pernah dibuat. Merzbow menjadi salah satu proyek yang merasakan keunggulan kumulatif bunga majemuk yang dihasilkan teknologi rekaman. Mereka menemukan kembali kumpulan suara hasil rekaman usang pada pertengahan dekade 80’an hingga 90’an, lalu merangkainya hingga menjadi kesatuan album.
Karya ini menjadi salah satu pencerahan sekaligus pengingat bahwa Merzbow, tidak selalu berada dalam koridor yang nihilistik terhadap irama, melodi, maupun dinamika. Bahwa basis mereka yang merentangkan noise putih dengan kebisingan monolitik yang kusut dan irama industrial menghimpit aransemen pada perasaan pengap dan sesak, dengan minimnya ruang pengosongan suara memang keterampilan dasar mereka. Hal itu mereka tunjukkan seperti pada beberapa karya dalam album terbarunya ini: “Untitled IV”, “Untitled V”, “Untitled XIII”.
Tetapi kali ini, Merzbow membuat celah lebar dan ruang kosong yang begitu banyak, entah dengan motif sebagai mempertebal kedalaman variasi, atau masih sebagai langkah antinomi mereka terhadap romantisme akan estetika keindahan, keselarasan, dan kebentukan nada.
Itu langsung tergores dalam lagu pembuka “Untitled I” dengan interval nada sub-bass drone yang dipasangkan bersama decitan linear dengan pitch menusuk, atau “Untitled VI” yang seperti mengambil nilai filosofis dari musik Onkyo, menganggap bahwa keheningan adalah bagian integral dari musik itu sendiri. Sekali lagi rekaman, juga bisa berfungsi untuk meresonansikan dengan apa yang terjadi di masa lalu, dan Merzbow menariknya dalam pita magnetik dengan suara yang tergores-gores.
Mereka mengambil pendekatan rekaman dari gaya musique concrete, dimana menggunting berbagai sampel suara acak, kemudian ditambal sulam untuk mengalienasi asosiasi yang terhubung dari suara asal untuk menghasilkan interpretasi baru yang dikehendaki oleh sang konseptor itu sendiri.
Dengar bagaimana “Untitled VIII” menggabungkan kegelisahan suara alarm, suara goresan plastik yang membuat linu, atau “Untitled XI” yang membuat teriakan rekaman rock ‘n roll’ dan hiburan-hiburan pop menjadi semakin maniak, ketika suara diperbesar hingga menghasilkan distorsi clipping menusuk dan kemudian melebur bersama white noise yang mereka kembangkan. Mendekonstruksi asosiasi yang melekat, hingga kembali pada kesadaran musikal dari Merzbow itu sendiri, yang bising, dan bersifat kaustik.
“Untitled X” menampilkan irama tribal bergelombang dengan tembakan elemen suara menyerupai laser beam yang lambat laut menjadi serangan jarum tipis yang menghasilkan suara glitch. Merzbow secara cermat memanfaatkan teknologi rekaman hingga pada akarnya. Mereka menyalin, memotong, mendekonstruksi mendaur ulang, bahkan hingga menempelkannya kembali menjadikan musik kembali pada pengalaman paling kecil dan dasarnya, yaitu fenomena dari bunyinya itu sendiri.
Mengapa Orang Menyebut musik Elektronik sebagai EDM?

Maraknya penggunaan istilah EDM yang mengglobal sekitar era 2010’an awal hingga sekarang meninggalkan sebuah pertanyaan yang mendasar namun selalu muncul ketika setiap kali membicarakan mengenai musik elektronik, bahwa apakah semua jenis musik elektronik itu dapat dimasukkan ke dalam ekosistem atau labelisasi EDM?
Nampaknya istilah EDM itu sendiri kini telah menjadi sinonimitas dalam definisi musik elektronik itu sendiri. Bahkan kebanyakan dari pendengar kasual, tidak lagi memandang EDM sebagai sebuah payung besar yang memiliki fungsionalitas untuk mengelompokkan jenis-jenis musik elektronik yang berfokus pada merancang irama, transisi, dan melodi yang memicu tarian (katakanlah Trance, House, Jungle, dan lainnya). Penggunaan kata EDM secara langsung digunakan, tanpa lagi melihat adanya perbedaan pengaruh suara, penempatan pola ritme, dan transisi.
Tetapi jika menguak faktanya, sudah jelas bahwa tidak semua musik elektronik termasuk ke dalam kategorisasi EDM. Hal ini bisa dijawab dengan mengintip sedikit kilas balik, bagaimana teknologi masuk ke dalam ranah industri musik dan awal mula perkembangan musik elektronik.
Ketika teknologi mulai masuk dan digunakan pada industri musik sekitar awal abad 20’an, musik terbagi 3 berdasarkan pemanfaatan teknologi digital yang tidak melibatkan pada jenis timbre maupun instrumen konvensional. Pertama, musik elektronik yang dibuat menggunakan komputer dan alat pemrosesan digital, kedua musik yang menggunakan synth, dan ke-3 musik yang memanfaatkan pita magnetik pada tape yang disebut dengan tape music atau musique concrete (istilah di Prancis).
Ke-3 nya tetap tergolong musik elektronik karena menggunakan perpanjangan tangan teknologi mesin dan membatasi pengaruh instrumen konvensional. Namun pada saat itu musik elektronik dibuat bukan untuk kepentingan sebagai pengiring irama tarian dansa, melainkan para komposer membuat musik yang lebih mengeksplorasi pada 2 hal.
Pertama terkait dengan pengekplorasian fenomenal spatial dalam sonik itu sendiri. Lihat bagaimana salah satu jenis musik elektronik bernama acousmatic music berusaha melepaskan musik dari interpretasi dan pengalaman mental yang mengasosiasikan bunyi dan suara terhadap keseharian realitas dan emosional.
Sehingga ini seperti mengeksplorasi bentuk yang terasa lebih geometris atau gelombang-gelombang yang seperti terkontekstualisaikan pada ruangan bangun holographic geometri dalam proses mental imajinasi dan interpretasi pendengar.
Kedua, adalah kebalikannya, musik elektronik yang justru berusaha menggambarkan pengalaman mental yang berlandaskan dari realitas dan keseharian yang ada sebagai tanda maupun justru menuangkan fiksi yang menempel dalam imajinatif manusia. Pembuatan musik elektronik yang berada cabang ini, banyak ditemukan pada jenis musique concrete.
Misalnya komposer Italia, Luciano Berio yang menggunakan kepingan naskah teks pidato dari berbagai bahasa, Luc Ferrari yang mencoba menciptakan karakter fiksi dalam musiknya, atau Pierre Henry yang menggunakan pendekatan minimalistik untuk menggambarkan peristiwa remeh temeh yang bersifat mikroskopik seperti suara derit pintu, ketukan meja, dan suara-suara bersifat mikro lainnya.
Seiring berjalannya waktu, eksplorasi spatial sonik semakin menjauh karena kesulitan dan ambiguitasnya untuk mencapai konsistensi interpretasi, sementara jenis musik elektronik yang berpatokan pada menggambarkan pengalaman mental yang berlandaskan dari realitas dan maupun imajinasi pada gambaran nuansa tertentu semakin bertumbuh. Jenis musik seperti ambient, berlin school, dan space synth dapat menjadi contoh yang representatif untuk menggambarkan jenis musik elektronik ini pada gerakan musik elektronik kontemporer.
Jika sebelumnya, sumber suara asli (seperti untuk menghasilkan simbolisasi suara pintu, Pierre Henry harus mencari pita sumber suara yang memiliki hentakan suara pintu sungguhan) dilibatkan dalam komposisi untuk memperjelas tanda dan simbol, pengalaman sinestesia dan kemampuan pendengar untuk berimajinasi dan memetaforakan kondisi emosional dan nuansa yang ingin dibangun dalam musik lebih dominan. Imbasnya, interpretasi musik akan terdengar bebas, abstrak, dan tidak memunculkan keseragaman gambaran mental dan imajinasi antara setiap pendengar.
Misalnya Michael Hoenig melebarkan kanvas imajinasinya untuk menciptakan musik yang menggambarkan bagaimana kehidupan ruang angkasa dan tatanan kosmis. Kehidupan mengenai ruang angkasa dan konsep kosmis memang jauh dari keseharian, tetapi seringkali menempel dalam imajinasi atau gambaran seseorang.
Keberadaan musik elektronik sebagai lagu pengiring tarian baru muncul pada dekade 70’an ketika musik Disko sering diputar dan populer dalam kultur klub hiburan malam. Barangkali musik tarian menjadi pengganti yang sepadan, atas semakin menjauhnya nilai interpretatif seorang dengan memandang musik elektronik hanya sebatas mengimajinasikan gelombang frekuensi acak dan bentuk-bentuk geometris yang tidak beraturan dan sulit dibayangkan.
Musik elektronik jenis ini lebih bereksplorasi pada pencarian pola ritme, menemukannya, dan kemudian menggunakannya sebagai stimulus untuk menggerakan setiap anggota badan, berusaha mengikuti irama dan ritmenya.
Sampai sekarang musik elektronik berdiri dalam 2 ranah besar domain ini, satu musik elektronik yang bereksplorasi pada irama dan pola ritme yang menjadi stimulus gerak tarian (sekarang terkategori dalam musik EDM), satu lagi musik elektronik yang bereksplorasi menciptakan proses mental mengenai nuansa, kondisi emosional, dan keadaan realitas tertentu (tidak ada istilah besar yang digunakan untuk mengelompokan jenis musik elektronik dalam domain ini).
Sekarang sudah diketahui bahwa ada domain musik elektronik yang tidak termasuk dalam wilayah EDM, lantas mengapa sebagian besar orang tetap mengasosiasikan musik elektronik sebagai musik EDM sepenuhnya? Pertama harus diakui bahwa popularitas musik elektronik domain EDM jelas menjadi fenomena yang mengglobal, ditandai dengan banyaknya artist, dj, atau produser elektronik EDM yang meledak di pasaran (artist seperti David Guetta, Skrillex, Avicii, Swedish House Mafia, Zedd).
Mereka yang berada di antrian terdepan untuk mendapatkan atensi dan bahkan mengambil momentum sebagian besar peminat pasar pendengar musik kasual atau beberapa tier awal, penggemar musik elektronik (pembahasan tier ini akan dilakukan pada seri artikel berikutnya). Sehingga mereka mendominasi pasar, dan seolah bahwa tidak ada jenis musik elektronik lain yang beredar di luaran sana, karena atensi telah sebagian besar diarahkan pada mereka terlebih dahulu.
Kedua, komunitas dari musik EDM mengglobal, ditandai dengan banyaknya festival-festival musik EDM yang hadir di banyak negara, dengan IP festival yang berbeda-beda, namun tetap menyajikan pengalaman menikmati musik EDM yang fantastis. Ketiga, penguasaan pasar, komunitas yang kuat, ditambah dengan familiaritas masyarakat, memungkinkan EDM untuk melakukan penetrasi dengan cara cross-over pada berbagai industri seperti industri hiburan malam, industri hiburan game, film, dan pertunjukkan musik itu sendiri dengan melakukan shifting branding sebagai industri hiburan sekaligus pariwisata.
Sehingga pada titik ini rasanya sudah tampak jelas, darimana muara statement tersebut berasal, karena EDM memanfaatkan momentum dengan memanfaatkan grabbing attention dari domain pendengar musik mayoritas, lalu kemudian membangun basis komunitas yang kuat dan penetrasi ke berbagai lini, dengan tujuan untuk berada sedekat mungkin dengan para audience nya.
IDM Music Chart

Terjadi disrupsi dalam industri musik dekade 80’an yang merubah cara produksi musik, yakni diciptakannya teknologi Digital Audio Workstations (disingkat DAWs). Singkatnya, DAWs adalah sebuah perangkat lunak yang terinstal dalam komputer yang memungkinkan seseorang mampu menciptakan, menyunting, hingga memproduksi musik tanpa bergantung sepenuhnya pada studio rekaman konvensional.
Kemudahan memproduksi musik yang dibawa teknologi DAWs membuka kesempatan bagi produser rumahan yang tidak memiliki akses studio professional untuk membuat dan memproduksi musiknya sendiri. Hal itu juga terpengaruh dengan bagaimana pemrosesan suara mengalami perkembangan dari sinyal analog menjadi digital, hingga musisi yang lebih leluasa bereksperimen (tanpa memperhitungkan biaya sewa studio), menciptakan beragam teknik produksi musik.
Tidak heran menuju periode 90’an, ada begitu banyak jenis hingga gelombang pergerakan musik elektronik yang muncul. Saat itu, Amerika memiliki pergerakan dan jenis musik elektronik baru yang berkembang dalam kultur rave bawah tanah, yakni Techno. Detroit menjadi salah satu hometown daripada kelahiran musik techno dan kemudian banyak yang melakukan pendekatan unik dan berbeda, sehingga menghasilkan gaya dan kategorisasi sub-baru dalam ranah techno seperti ambient techno, intelligent techno, dan art-techno.
Musik techno yang mengalami perubahan dan eksperimen ini, kemudian menjadi terkenal dan kemudian banyak label-label indie bermunculan untuk mengeklusifkan diri mengambil ceruk pasar potensial ini, diantaranya: Warp Records (1989), Black Dog Productions (1989), R & S Records (1989), Planet E milik Carl Craig, Rising High Records (1991), Rephlex Records milik Richard James (1991), Applied Rhythmic Technology milik Kirk Degiorgio (1991), Eevo Lute Muzique (1991), General Production Recordings (1989), Soma Quality Recordings (1991), Peacefrog Records (1991), dan Metamorphic Recordings (1992).
Saat itu selain musik techno yang berkembang, jenis musik ambient house tumbuh dan berkembang di Inggris. Proyek musik seperti The Orb, KLF, dan Grid menjadi inisiator kebangkitan jenis musik house baru yang berakar dari gaya acid house di era terdahulu. Mereka mengaku bahwa musik seperti Kraftwerk, Yellow Magic Orchestra (disingkat : YMO), Brian Eno, hingga musik-musik krautrock yang menjadi inspirasi mereka.
Bersamaan dengan hal tersebut, salah satu roster dari Rephlex Records, Aphex Twin kemudian mengadopsi gaya musik ambient house dan techno ini. Bahkan salah satu founder, Warp Records, Steve Beckett mengaku bahwa mereka berupaya untuk menargetkan segmentasi pasar yang disebut dengan penikmat “post-club”, sebuah definisi bahwa jenis musik tarian elektronik ini mengalami perbedaan dari musik tarian elektronik yang biasa terpasang di klub hiburan malam. Beckett mengatakan bahwa label mereka sedang menciptakan dan menghimpun musik tarian elektronik yang bisa diputar di home theater.
Pada titik ini sudah nampak jelas, bahwa mulai adanya kesenjangan perbedaan antara musik tarian klub (yang mungkin mengacu pada gaya eurodisco, club, disco) dan musik post-klub jebolan dari label rekaman seperti Rephex, Warp, Applied Rhythmic Technology, dan label-label yang telah disebutkan di atas. Namun titik perbedaan itu belum menyentuh terciptanya terminologi dari “IDM” itu sendiri.
6 Juli 1992, Warp Records merilis sebuah album kompilasi bertajuk “Artificial Intelligence”. Dari Sanalah kemudian muncul terminologi baru bernama intelligent techno menjadi pengganti dari pemanfaatan terminologi ambient techno.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, kompilasi tersebut khusus menaungi musik elektronik tarian post-club yang dicirikan memiliki tempo yang lebih rumit dari musik dansa club biasa yang berirama beat 4/4 statis, penggunaan efek modulasi suara hingga synth yang lebih meluas, serta berupaya untuk menciptakan narasi atau panorama yang hidup, dibanding hanya sebagai musik pengiring tarian biasa.
Rilisan itu sukses besar dan hingga sekarang dianggap album yang bertanggung jawab melahirkan musik-musik yang sekarang disebut sebagai Intelligent Dance Music (IDM). Namun istilah intelligent techno segera tergantikan, ketika seorang bernama Alan Parry menciptakan email berbasis newsletter pada Agustus 1993.
Newsletter garapan Parry tersebut, berfokus pada membahas jenis-jenis musik yang saat itu disebut sebagai intelligent techno, Namun dia menggunakan judul newsletter dengan sebutan Intelligent Dance Music List, yang disingkat IDMlist, dan dari sanalah terminologi IDM lahir hingga saat ini mulai digunakan untuk mendefinisikan spektrum jenis musik elektronik tarian tertentu.
Tidak berhenti sampai di sana, istilah kemunculan istilah IDM justru menimbulkan permasalahan dan ambiguitas yang membuat penggemar maupun penggiat musik elektronik merasa terpolarisasi. Salah satu pelanggan newsletter milik Parry mengirimkan sebuah pertanyaan melalui email: “Apakah orang bodoh bisa mendengarkan IDM?”
Brian Behlendorf selaku tim administratif newsletter IDMList mengatakan bahwa, tujuan Parry menciptakan istilah IDM ditujukkan untuk mereka penggemar musik-musik elektronik keluaran Rephex Records yang ingin berdiskusi dan menggali informasi.
Namun seiring dengan kesuksesan Rephex yang membuat banyak musisi maupun label meniru gaya musikalitas yang dibawa label dan para roster Rephex, Parry memperluas ruang lingkup pembahasan yang juga ditujukkan untuk musik-musik elektronik yang terpengaruh dari Rephex records.
Sehingga, proyek elektronik yang muncul dalam diskusi pertama rubik newsletter milik Parry ialah Autechre, Atom Heart, LFO, roster dari Rephlex Records itu sendiri, seperti Aphex Twin, y-zig, dan Luke Vibert, ditambah artis seperti The Orb, Richard H. Kirk, dan Future Sound of London. Jika dilihat dari pada masa sekarang, proyek-proyek tersebut juga yang sampai sekarang seringkali didefinisikan sebagai musik IDM.
Parry menyentuh ranah filosofis terkait pemilihan kata intelligent (kecerdasan dalam bahasa Indonesia). Itu tidak serta-merta berupaya untuk mengelitiskan jenis musik elektronik tertentu sebagai suatu barang yang luhur dan ber-intelektual dibanding musik elektronik lainnya. Parry beranggapan, pemilihan kata “kecerdasan” diasosiasikan dengan rumitnya kodifikasi yang terdiri dari berbagai pengaruh musik elektronik pendahulu, ditambah dengan kemampuan musik elektronik IDM ini yang dapat berkembang menciptakan nuansa dan dunianya yang baru.
Sehingga kesimpulannya, Parry membuat sebuah pengandaian bahwa musik IDM seakan memiliki kecerdasan sendiri untuk berkembang, sehingga menghasilkan jenis suara dan pola ritme yang lebih beragam.
Namun terminologi itu terlanjur disalahartikan, ironisnya bahkan oleh Richard D James selaku penemu label Rephex yang juga dikenal dengan musik elektronik sensasionalnya, Aphex Twin (juga disebut sebagai pionir IDM). Dalam salah satu wawancara, Aphex Twin pada September 1997, Aphex Twin mengomentari dengan pedas mengenai kemunculan labelisasi IDM:
“Saya pikir sangat lucu untuk memiliki istilah seperti itu. Pada dasarnya itu seperti mengatakan ‘jenis musik ini cerdas dan sementara yang lainnya terlihat bodoh.’ Itu tentu sangat tidak menyenangkan bagi mereka yang merasa tidak diikutsertakan. Hal Itu hanya membuat saya tertawa Saya tidak menggunakan nama. Saya hanya mengatakan bahwa saya menyukai sesuatu atau tidak.”
Pernyataan Aphex Twin sendiri turut didukung oleh beberapa musisi dan proyek elektronik lainnya. Penemu label, musisi, sekaligus produser Kid606 dengan sinis mengatakan :
“Saya benci IDM dan para pendukung elitnya. IDM membuat musik terdengar jauh lebih baik daripada yang sebenarnya. Label ini diciptakan oleh perusahaan PR yang membutuhkan slogan. Saya suka suara, tetapi benci apa yang orang kaitkan dengan suara!”
Cylob, alias Chris Jeffs, berkata dengan gaya sarkastik dan tegas: “Sapa pun yang menerapkan istilah IDM pada musik saya, pantas ditembak!”
Rephex sendiri juga menciptakan istilah tandingan untuk mendefinisikan musik keluaran label mereka yang disebut dengan braindance. Namun termin tersebut tampaknya tidak terlalu luas digunakan, terutama wilayah Amerika yang justru lebih banyak menggunakan IDM sebagai terminologi yang lebih umum.
Baca Juga : Inilah Jenis Musik Tercepat Di Dunia!