Traum’er leben – Dualisme Yang Tak Pernah Usai
“Dengan dekorasi musik dark folk, Traumer’ leben melakukan pendekatan retrospektif yang menelisik kembali pada masa-masa suram agar dapat menyikapi perihal dualisme secara lebih bijak.”
Terjebak dalam realitas, dimana selalu teroambang-ambing oleh hal-hal bersifat dualisme. Mulai dari jiwa dan raga yang saling tidak berikatan hingga pada pilihan-pilihan sulit bersifat dikotomi yang selalu mengelilingi sekitaran kehidupan. Tanpa kesadaran dan kemawasan diri yang tinggi sulit untuk menghindari jerat mematikan, karena ini secara tidak langsung sudah ditanamkan sejak lahir, yang diperparah oleh lingkungan sekitar. Lihat bagaimana kurikulum selalu menghukum “si bodoh” yang berusaha mencari kebenaran paradoks dengan memiliki pemikiran mandiri, sementara mereka selalu mengagung-agungkan sang “pemikir cemerlang”, yang berlagak sesuai kemauan otoritas yang menjalani. Apabila persimpangan ini dibawa pada titik krisis eksistensial dapat berpotensi memicu perasaan skeptis terhadap kebebasan individual.
Masalah ini penting untuk dicongkel ke luar, karena apa yang dibahas oleh Traum’er leben erat kaitannya dengan substansi masalah tersebut. Proyek neo folk / dark folk yang berlokasi di Hannover, Jerman ini menguliti perihal mengenai rasa tanggung jawab setiap individu dalam menyikapi dualisme yang silih-berganti menghampiri setiap sudut dan sela kehidupan. Secara simbolis mereka ingin mengutarakan, bahwa ini hanyalah masalah mengenai perspektif tanpa mempertimbangkan sudut pandang mana yang lebih valid. Gambar tentara Jerman PD II dalam album cover-nya, bisa jadi menimbulkan rasa amarah dan trauma, karena di masa lampau mereka telah banyak menimbulkan kekacauan dan orang menganggapnya sebagai simbol sesuatu yang jahat. Namun mereka juga telah berjasa besar bagi anak-anak di Afrika Utara, karena telah melindungi anak-anak tersebut dari peluru-peluru besi yang berupaya melakukan penetrasi terhadap kulit serta organ dalam mereka.
Secara sonik, agak-agaknya Traum’er leben mencoba mengatasi masalah ini dengan menggunakan pendekatan retrospektif yang menelisik kembali pada masa-masa suram. Hal tersebut terdengar jelas dari fungs-fungsi utama musik dark neofolk seperti iringan akustik gitar minor, decitan manis suara accordion, hembusan vokal yang diproyeksikan pada nada-nada suram, serta tata lansekap atmosfer yang begitu getir menjejali setiap lapisan aransemen musik mereka. Dalam beberapa situasi tidak menentu, aransemen kerap diintervensi oleh gaungan musik rock yang dipersenjatai dengan daya gedor drum dan bass menggelegar. Barangkali pemanfaatan 2 warna vokal dengan karakteristik saling bertolak belakang pada sepanjang album, mencoba menerjemahkan dualisme dari sisi aural. Saya menangkap begitu banyak momen deja-vu di sini, seperti percampuran elemen musik dari Empyrium, Type O Negative, Saturnus (bagian akustik), Ulver, yang dinarasikan oleh dialog-dialog orisinal berbahasa Jerman.
Baca Juga : Marma – Meadows and Untold Things – Review