Saidan, Black Metal Yang Terobsesi Dengan J-Rock dan Mitos Jepang
Saidan, band black metal asal Nashville, Tennesse memiliki cara tersendiri dalam mengekspresikan musik black metal. Dibanding menghabiskan waktu dengan membalik tiap lembar kitab ‘Satanic Bible’ karangan Anton Lavey, mereka lebih senang menggali cerita-ceritamitos hantu Jepang sebagai referensi utama dari lirik mereka. Saidan terdiri dari Tyler Sellers (vokal, gitar, bass, synth), dan Hunter Valentine a.k.a Shadosai (drum).
Berangkat dari peristiwa ayahnya yang meninggal pada awal tahun 2020, Tyler membentuk Saidan untuk semata menyalurkan amarahnya. Setelah emosi sesaat tersebut mereda, Tyler memutuskan untuk merubah konsep dan gaya penulisan untuk lirik Saidan. Saat itu dia sedang tertarik membaca dan menonton hal-hal yang berkaitan dengan kisah-kisah horror dan hantu Jepang.
Tyler berpikir bahwa kisah horror Jepang terasa lebih seram dan mencekam dibandingkan kisah-kisah horror di Barat. Untuk itu dia akhirnya menjadikan kisah horror Jepang sebagai referensi utama dalam musiknya. Tyler berpendapat bahwa Amerika terobsesi untuk membuat film horror Jepang versinya sendiri, namun mereka tidak dapat menampilkan kisah seseram aslinya. Itu karena mereka mencoba untuk mengadaptasikan kultur horror Jepang dengan kultur mereka sendiri, dimana hal tersebut tidak bekerja.
Tyler tidak ingin band besutannya terjebak dengan hal serupa, maka untuk menyiasatinya dia memadukan struktur musik black metal konvensional dengan elemen-elemen musik J-rock atau bahkan elemen musik yang berkaitan erat dengan kultur musik Jepang. Balzac, Loudness, Passcode, Dizzy Sunfist, YOASOBI, Mrs. Green Apple, DISH//, X Japan, Dog In The PWO, Anthem dan Shinsei Kamattechan menjadi musisi Jepang yang mempengaruhi musik Saidan.
Tentu Tyler tidak melupakan akar asli dari musik rock dan metal. Selain terpengaruh dengan berbagai musisi dan band Jepang, dia mengaku merupakan penggemar berat musik thrash metal. Slayer dan Kreator menjadi band thrash favoritnya yang sekaligus juga memberikan pengaruh signifikan terhadap proses kreatifnya dalam membuat musik.
Malam Halloween di tahun 2020, Saidan melepas demo pertamanya berjudul ‘Onryo: Vengeful Spirits In The Eastern Night’. Sesuai dengan konsep awal, 2 lagu pertama dalam demo tersebut menceritakan kisah hantu di Jepang yakni ‘Teke-Teke’ dan ‘Yotsuya’. Namun lagu ketiga berjudul ‘Eien no nemur’ menceritakkan subjek lebih personal yakni mengenai kesehatan mental dan melewati masa depresi.
Ketika ditanya mengenai makna dibalik nama Saidan, Tyler menjelaskan bahwa kata Saidan memiliki arti Altar jika diartikan dalam Bahasa Inggris. Sedangkan dalam bahasa mandarin, Saidan memiliki arti sebagai altar pengorbanan.
“Saya melihat, altar digunakan dalam berbagai kepercayaan dan masing-masing menggunakaanya dengan cara berbeda. Tetapi saya melihat tempat ini seperti untuk pengorbanan. Bukan dalam hal membunuh, tetapi anda mencurahkan perasaan emosi dan pikiran di sana. Ketika anda pergi meninggalkan altar tersebut, anda menjadi pribadi baru dan mengorbankan sebagian dari diri anda yang lama”.
Baca Juga : Band Noise Rock Jepang, 385 Mencoba Mendalami Emosi Manusia
Tidak disangka racikan musik black metal nyentrik ala Saidan mendapat respon cukup hangat dari kalangan skena underground black metal. Hal tersebut membuat Tyler termotivasi untuk membuat musik-musik Saidan lebih banyak lagi. Tahun 2021, Saidan tidak lagi berstatus sebagai one-man project. Shadosai masuk untuk mengisi posisi drum. Febuari 2021 Saidan merilis album split pertamanya bersama band black metal asal Virginia, Klannen.
Baik Klannen maupun Saidan sama-sama menyajikan materi raw black metal minimalis dibumbui lo-fi vokal dan tremolo riff yang membentuk hamparan melodi emosional sekaligus menyayat. 3 lagu yang dikeluarkan oleh masing-masing band sudah lebih dari cukup untuk membuktian, musik raw black metal yang serba minimalis dan bising dapat digunakan untuk memancarkan estetika emosional dalam musiknya.
Sebulan setelah album split mereka rilis, Saidan melepas album perdananya di tanggal 5 Maret 2021. ‘JIgoku: Spiraling Chasms of The Blackest Hell’ menjadi sebuah bab baru bagi perjalanan musik Saidan. Terdiri dari 4 lagu ditambah 2 lagu bersifat instrumental, Saidan menunjukkan evolusi musik lebih cepat dari perkiraan.
Mulai beranjak dari style produksi lo-fi, mereka sudah berpikir jangka panjang untuk membuat album yang memiliki ketahanan lebih lama untuk didengarkan, dan alur lebih tertata. Thrashy riff, melodi eastern menohok, serta vokal kikir Tyler menjadi penentu suksesnya album ini dalam menciptakan sebuah album black metal outstanding.
Album ‘Jigoku’ hanya digunakan oleh mereka sebagai batu loncatan dalam memperkenalkan gaya musik Saidan yang baru. Album tersebut tidak memiliki konsep lirik terstruktur seperti materi terdahulunya. Namun memasuki tahun 2022, Saidan merilis album studio ke-2 nya dengan menunjukkan pengenalan cerita leibh kuat. ‘Onryo II : Her Spirit Eternal’ menjadi judul album ke-2 Saidan.
Dalam tradisi Jepang, Onryo diartikan sebagai mahluk gaib / arwah penasaran yang muncul dalam alam manusia dan berkengininan untuk membalas dendam. Selain membawa tema lirik lebih terkonsep, mereka juga tidak berhenti melangkah untuk terus membuat sebuah terobosan baru. Untuk mengetahui perubahan apa yang dilakukan oleh saidan, kalian dapat membaca review lengkap album ‘Onryo II : Her Spirit Eternal’ di sini.
Baca Juga : Paydretz – Black Metal, Revolusi Prancis, Peperangan Vendee Part I