Black MetalFeaturesMetalRedifining The Darkness

REDEFINING THE DARKNESS : COMPREHENSIVE STORY OF FRANCE BLACK METAL – PART II (THE PHILOSOPHY)

DISCLAIMER : ARTIKEL INI DIBUAT DENGAN TUJUAN HANYA SEBATAS MEMBERIKAN EDUKASI DAN INSIGHT TIDAK ADA SANGKUT PAUTNYA DENGAN AKSI-AKSI YANG MENDUKUNG DENGAN PEMAHAMAN ATAU IDEOLOGY TERTENTU.

Terjadi perubahan masif yang dialami pada kultur black metal secara general. Black Metal semakin menampakan dirinya ke permukaan. Dimulai dari banyaknya band-band black metal bermunculan dari berbagai pelosok dengan jumlah banyak. Sebuah sampel kecil dapat membuktikan bahwa scene black metal ini memang berkembang pesat dari segi kuantitas. Menurut Metal Archives pada tahun 1992 tercatat hanya 42 album full length black metal yang dirilis sepanjang tahun tersebut. Tetapi 1 dekade berlalu yaitu pada tahun 2002 jumlahnya meningkat pesat menjadi 253 album full length black metal yang dirilis selama satu tahun penuh. Lalu maju 1 dekade lagi yakni tahun 2012, angka perilisan album full length black metal dalam setahun jauh lebih fantastis hingga menyentuh angka 1500 lebih album yang terdaftar.

Tidak hanya mengalami perkembangan secara kuantitas, tetapi atensi masyarakat terhadap black metal pun semakin terlihat berkembang dan antusias. Identitas “keangkeran” dari musik black metal justru dijadikan daya tarik oleh mereka sehingga menghasilkan sebuah gimmick yang dapat dijual. Gimmick tersebut memang tidak mengantarkan musik black metal untuk menjadi langganan masuk top chart pada bilboard ataupun chart musik lainnya. Tetapi setidaknya gimmick ini sukses mengantarkan Watain untuk meyabet gelar grammy sebagai pemenang pada kategori “Hard Rock” di Swedia. “Gimmick” yang sama juga kemudian bisa mengantarkan Inquisition untuk menghelat konser di atas kapal pesiar dalam pagelaran festival 70000tons of metal.

Image black metal juga kemudian mulai diadopsi ke dalam bentuk film hollywood. Film yang berjudul “Pop Redemption” sebagai contohnya, yang mengangkat kisah tentang sebuah band black metal dengan persoalan-persoalannya. Paling baru ada film “Lord of Chaos” yang merupakan film semi-biopik bercerita tentang band black metal legendaris asal norwegia Mayhem. “Lord of Chaos” terbilang cukup sukses untuk menciptakan audience black metal baru. Banyak orang akhirnya penasaran dengan kisah-kisah dari Mayhem meski sebenarnya kebanyakan dari mereka hanya tertarik pada kisah kasus kontroversinya saja, tetapi setidaknya film tersebut mengenalkan sebagian kecil dari kultur black metal.

Life After Les Noires Legions

Pergeseran yang terjadi pada scene black metal secara global juga terjadi pada scene black metal di Perancis. Kehidupan scene black metal di Perancis berubah selepas Les Legion Noires meredup dalam kesunyiannya pada pertengahan dekade 90’an. Semakin banyak band-band black metal bermunculan di tanah Perancis. Memang sudah tidak ada sebuah komunitas atau organisasi lagi yang menaungi pergerakan black metal di Perancis. Tetapi jumlahnya semakin banyak dan tersebar di berebagai pelosok Perancis.

Fenomena yang sama juga terjadi pada scene metal Perancis, dimana Mütiilation penghuni Les Noires Legions yang masih aktif dan produktif hingga 2017 pernah mengisi untuk line up Hellfest. Terlihat memang seperti bukan sebuah masalah berarti. Namun apa yang dilakukan Mütiilation mungkin terdengar kontradiktif dengan ideologi awal mereka ketika mendirikan Les Legion Noires. Masih ingat ketika Vlad Tepes mengatakan pada sebuah sesi wawancara bahwa mereka tidak mau merilis sebiji pun album full length karena dianggap sebagai langkah yang sell out. Sehingga langkah yang diambil Mütiilation untuk mengisi line up di salah satu festival metal terbesar di dunia seperti terdengar bentuk sebuah “pengkhianatan”. Tetapi mau bagaimana lagi nyatanya kultur dan identitas scene black metal sudah 180 derajat berbeda dari awal mulanya.

Melihat perkembangan yang terjadi pada scene black metal mungkin terlihat “menyehatkan” bagi industri ini. Tetapi tidak sedikit yang menentang akan perubahan yang terjadi pada scene black metal. Konflik ini pun hampir terjadi di seluruh dataran scene black metal di dunia tak terkecuali di Perancis. Para purists dan elitis menilai bahwa mereka yang “mempopulerkan” black metal seolah mencoreng identitas asli dari musik black metal. Mereka menilai bahwa black metal sekarang sudah tidak lagi berbahaya dalam artian sebenarnya. Spirit kegelapan & okultisme yang ada dalam tubuh black metal sekarang hanya dipercayai sebagai sebuah simbolik & gimmick belaka bukan lagi dipercaya sebagai sebuah bentuk kekuatan metaphysical.

Tetapi masih ada segelintir kelompok orang yang tidak hanya menentang secara lisan, tetapi juga menunjukan secara konkrit bagaimana seharusnya musik black metal dimainkan. Mereka membentuk band-band baru seolah kembali menyalakan obor api yang padam selepas ditinggal oleh komplotan Les Legion Noires dan ingin mengembalikan filosofi black metal di tanah Perancis ke bentuk semula. Sebagaimana mesti yang mereka anggap sebelumnya bahwa black metal harus terdengar berbahaya dan jauh dari hiruk-pikuk kehidupan orang-orang pada umumnya.

Peste Noire & The Rise of Nationalist France Black Metal

Selepas bubarnya pergerakan Les Legion Noires. Muncul berbagai band baru di Perancis yang melanjutkan perjuangan ekstrimis dari LLN. Setidaknya ada beberapa band penting yang mengawali pergerakan ini, diantaranya Peste Noire, Deathspell Omega, Celestia, Antaeus, Blut aus Nord, dan masih banyak lagi. Peste Noire mungkin sudah banyak dikenal oleh kalangan fans black metal. Tetapi musik dan ideologi daripada Peste Noire masih mencerminkan bentuk black metal yang orthodoks, dimana tidak hanya menyajikan musik yang mengerikan tetapi juga turut menyisipkan lirik dengan tema subjek yang sensitif dan kontroversial. Sebelum membahas lebih jauh Kita harus mengetahui darimana semuanya ini berasal.

Peste Noire tentunya tidak bisa lepas dari sosok figur seorang Famine (Ludovic Faure). Famine awalnya bertemu dengan Argoth & Neige (Stéphane Paut) dan kemudian membentuk sebuah band bernama Alcest. Selang berapa lama Famine kembali membentuk sebuah band lainnya bernama “Dor Daedeloth”. Nama “Dor Daedeloth” hanya sanggup bertahan selama seminggu. Karena Famine memutuskan untuk mengganti namanya menjadi Peste Noire. Famine menginginkan sebuah konsep black metal yang terdengar lebih raw, dirty, dan mengandung unsur-unsur lirik hateful yang dibungkus dengan tema politik yang kontroversial. Tetapi ide tersebut tidak disetujui oleh kedua temannya tersebut hingga akhirnya menyebabkan berpisahnya Famine dengan Neige & Argoth.

Aryan Supremacy

Tidak perlu lama-lama agar Famine menuangkan ide-ide “gilanya”. Peste Noire kemudian merilis sebuah album demo pertama yang berjudul Aryan Supremacy. Demo album yang menyulut kontroversi dari berbagai pihak dan menggangap album ini menyuarakan aksi pro pada kebangkitan nazi. Famine memang menuangkan paham politiknya dengan menarasikan tema liriknya secara frontal dan vulgar. Tetapi album ini lebih menyuarakan perlawanan terhadap adanya pergeseran terhadap budaya Perancis di era sekarang. Sehingga Famine menentangnya lewat album ini.

Secara musikalitas Famine mengakui bahwa dia sangat terinspirasi langsung dengan musik-musik black metal Perancis pada era Les Legion Noires. Sehingga tidak heran musik Aryan Supremacy memiliki karakteristik sound & kualitas produksi yang serupa seperti menggambarkan bahwa Aryan Supremacy bisa dimasukan ke dalam katalog dari LLN seandainya LLN masih ada ketika album demo ini dirilis.

Phalènes et Pestilence — Salvatrice Averse

Pada tahun 2003, Peste Noire merilis album demo ke-3 nya yang berjudul Phalènes et Pestilence — Salvatrice Averse. Album ini menampilkan sesuatu yang berbeda dibanding kedua demo sebelumnya. Famine berniat memasukan unsur-unsur elemen musik abad medieval yang lebih melekat dalam tubuh Peste Noire. Famine pun membenarkannya dalam sebuah sesi interview dan berkata.

Sejatinya ini semua hanyalah masalah konteks. Saya menempatkan diri saya layaknya seperti sebuah spons, yang selalu menyerap dan mengamati tempat dimana saya tinggal. Saat itu saya sedang sedang belajar mengenai literatur kehidupan abad medieval di sebuah universitas. Akhirnya hal tersebut kemudian tercermin dalam musik saya. Orang-orang tidak menyukai musik yang baru ini karena mereka mencari apa yang tidak ada di sana karena musik ini menceritakan secara langsung mengenai lingkungan tempat saya tinggal saat ini yaitu daerah kumuh dan pinggiran kota Kiev, yang merupakan bekas daerah dari tanah Ghetto Soviet. Album terbaru dari Peste Noire bagaikan sebuah soundtrack untuk menggambarkan kondisi dan keadaan alam seperti ini, getaran industri dan perkotaan dengan nuansa yang suram, kotor, dingin dan dipenuhi sesak pemukiman-pemukiman. Kondisi-kondisi tersebut jika diibaratkan sebagai sebuah arsitektural terlihat seperti brutalisme.

Famine

Album ini seperti memberi sebuah insight bahwa ada sebuah sudut pandang baru yang membuka tabir sisi lain dari Peste Noire, dimana mereka tidak hanya menceritakan tentang musik-musik dengan tema lirik paham ekstrimis tetapi sangat concern dengan tema-tema lirik yang depresif, dan suram.

La Sanie des siècles — Panégyrique de la dégénérescence

Famine mengumpulkan beberapa track yang direkam pada saat sesi rekaman demonya dulu. Mengambil beberapa bagian, memodifikasinya, dan merekut personil anyar yaitu Winterhalter (Drum) & Indria (Bass). Hingga akhirnya album studio debut Peste noire berjudul La Sanie des siècles — Panégyrique de la dégénérescence dirilis pada agustus 2006. La Sanie des siècles — Panégyrique de la dégénérescence sebenarnya sudah selesai ditulis pada tahun 2005, namun Famine kemudian memutuskan untuk memanggil Neige, karena Famine menggangap dia merupakan sosok yang penting di balik Peste Noire. Akhirnya Neige mengisi Organ, bass, drum, dan vokal pada beberapa track di album ini.

Panégyrique de la dégénérescence masih dianggap oleh sebagian besar fans dari Peste Noire sebagai album terbaik dari mereka. Karena album ini menampilkan kombinasi songwriting antara materi-materi demo terdahulunya dipadukan dengan gaya penulisan sound yang lebih dinamis. Album Panégyrique de la dégénérescence masih memiliki cita rasa sound yang raw, lo-fi, dan abrasif seperti biasa, tetapi Famine menampilkan gitarwork serta pattern-pattern sound yang terinspirasi dari band-band classic metal dan rock seperti Van Halen atau Iron Maiden. Dalam sebuah sesi wancara, Famine menjelaskan bahwa album La Sanie des siècles — Panégyrique de la dégénérescence bercerita tentang peristiwa bencana alam mematikan yang terjadi pada abad medieval yang ternyata juga secara tak sadar perlahan kejadian tersebut secara paralel terjadi juga pada era modern.

Album ini bercerita tentang sebuah peristiwa paralel antara bencana yang terjadi pada abad pertengahan dan dunia modern saat ini. tema utama album ini memperlihatkan sebuah kemunduran dunia dan hasrat untuk melihatnya mati karena tidak dapat diselamatkan, balas dendam serta fantasi tentang Our Own (Our Own: merupakan seorang bangsawan yang jatuh dan dipermalukan secara sosial, psikis dan fisiologis). Memusnahkan dunia yang telah memusnahkan kita. Hal ini juga dapat mengundang orang untuk melakukan hal yang serupa.

Famine

L’ordure à l’état pur

Selepas merilis album La Sanie des siècles — Panégyrique de la dégénérescence, Peste Noire lebih rajin untuk mengeluarkan album full-length dibandingkan dengan materi-materi demo. Album Folkfuck folie, & Ballade cuntre lo Anemi francor dirilis dalam waktu berdekatan yaitu pada tahun 2007 & 2009. Tetapi yang menjadi menarik perhatian utama adalah ketika Peste Noire melepaskan album studio ke-4 nya yang berjudul L’ordure à l’état pur.

Lewat album L’ordure à l’état pur, Famine bersama Peste Noire sukses membebaskan pemikirannya untuk bereksplorasi dan menuangkan ide-ide gilanya secara maksimal sesuai yang diinginkan tanpa batas baik dalam konteks musik maupun lirik. Untuk mendukung idenya yang eksploratif, Famine kemudian memutuskan mendirikan label sendiri yang diberi nama L’ordure à l’état pur yang awalnya diperuntukan untuk menaungi Peste Noire merilis album L’ordure à l’état pur ini.

L’ordure à l’état Secara komposisi masih memperdengarkan signature black metal sound ala Peste noire yang raw namun porsinya sudah tidak sedominan dulu. L’ordure à l’état memiliki racikan taste yang lebih menjurus ke ranah Avant-garde. Perpaduan dari persilangan antar beberapa genre mulai dari Punk, Hardrock, Industrial, Techno, Eurobeat, hingga menyentuh musik-musik folk sejenis France accordion folk, Traditional gallic, Opera dan Musik kabaret. Sebuah perpaduan elemen musik yang kontradiktif namun Famine sukses menyulapnya menjadi sebuah senjata impulsif yang mematikan.

L’ordure à l’état mengubah role dan sudut pandang Famine. Jika pada beberapa album sebelumnya Famine seolah bertindak sebagai seorang reporter yang secara jujur dan brutal memberitakan sisi kebobrokan dunia, kesuraman kehidupan, serta kekhawatiran yang berlebih. Tetapi pada album ini, Famine berubah seperti menjadi seorang Aktifis Politik yang menyuarakan dan mendukung pandangan politiknya secara terang-terangan. Lirik-lirik dibungkus dengan metafora dan stretotipe mengenai kesengsaran dan depresif sudah berkurang dan digantikan dengan lirik-lirik yang bersifat politis, dan nasionalis. Album ini juga turut mengundang kontroversial bukan hanya dari segi musiknya, tetapi segi konsep serta liriknya. Artwork-artwork pada album ini ditunding mengandung karikatur dan gambar yang mengarah pada pemahaman anti-semitic, anti-feminist dan anti-immigration.

Peste Noire — Split — Peste Noire & The Controversy

14 Desember 2018, menjadi tanggal yang ditetapkan oleh Peste Noire untuk hari perilisan album studio ke-7 nya. Peste Noire — Split — Peste Noire mengusung sebuah konsep album yang unik, dimana Famine menempatkan Peste Noire seperti tengah membuat sebuah album split dengan band lainnya yang tidak lain dan bukan adalah Peste Noire itu sendiri. Alasan Famine memboyong konsep seperti ini karena di album ini, Peste Noire seperti membawa 2 entitas musik yang berbeda dan kontradiktif antara satu dengan lainnya. Side-A Peste Noire — Split — Peste Noire berisi lagu-lagu dengan formula standard konvensional black folk metal ala-ala Peste Noire seperti pada materi-materi terdahulunya. Side-B Peste Noire — Split — Peste Noire berisi lagu yang lebih eksperimental, dimana Famine turut memasukan elemen-elemen spoken word, dan beat-beat hip-hop trap yang memang sedang membludak peminatnya berapa tahun kebelakang ini. Famine menambahkan bahwa selama proses membuat album ini, Famine cukup sering mendengarkan berbagai artist trap hip-hop seperti Gzuz, 6ix9ine, dan beberapa rapper asal slavic. Hal tersebut yang menginspirasi Famine untuk memasukan elemen trap hip-hop ke dalam album ini.

Terlepas dari kontroversi album ini yang menggabungkan unsur black metal, france folk music dengan trap hip-hop. Ada sebuah masalah yang lebih besar lagi yang sedang dihadapi oleh Peste Noire. Untuk kesekian kalinya Peste Noire dituduh mempromosikan isu-isu rasialisme pada karya musiknya. Kali ini artwork dari Peste Noire — Split — Peste Noire mendapat kritikan keras dari beberapa golongan, fans, maupun pengamat musik karena Peste Noire dianggap secara terang-terangan mendukung aksi White Supermacy. Pada sebuah artwork poster kecil di album ini, terlihat Famine mengenakan kostum KKN sembari memegang tali gantungan yang seolah sedang menggantung seorang pria african-amerika. Orang yang menjadi model african-model adalah Famine sendiri yang menggunakan teknik make-up blackface, sebuah teknik make-up yang dulu biasanya digunakan untuk pertunjukan opera. Sementara lirik-lirik dialbum ini juga dikecam karena terlalu vulgar dalam menyuarakan paham-paham nasional anarchism yang dibalut dengan isu-isu rasialis white supermacy yang banyak menimbulkan persepsi bagi sebagian orang bahwa “Peste-Noire” mendukung akan kebangkitan dari Neo-Nazi.

Kontroversi album ini semakin lengkap ketika Famine memutuskan agar labelnya, La Mesnie Herlequin bekerja sama dengan sebuah label asal Ukraina, Militant Zone untuk merilis album ini. Militant Zone merupakan sebuah label black metal yang mendukung pergerakan NSBM di Ukraina sana. Militant Zone juga dikenal memiliki sebuah festival musik black metal Asgardsrei festival. Sebuah festival musik yang mendukung serta menggundang beberapa band yang memiliki pemahaman nasionalist socialist. Festival ini juga digunakan oleh sejumlah aktivis far-right dan neo-Nazi untuk berhubungan ataupun melakukan pertemuan.

Album Peste Noire — Split — Peste Noire bukan satu-satunya peristiwa kontroversi yang dialami Peste Noire. Setahun sebelum album Peste Noire — Split — Peste Noire dirilis yaitu pada tahun 2017. Peste Noire terpaksa harus membatalkan penampilannya pada festival Blastfest di Bergen, Norway. Blastfest terpaksa membatalkan penampilan Peste Noire karena 2 hal. Hal pertama Blastfeast diprotes dan dikecam oleh seorang aktifis Antifa dan Social Justice Warrior. Hal kedua adalah pentolan grindcore asal British, Napalm Death memutuskan untuk membatalkan penampilanya di blastfest karena blastfest mengikutsertakan Peste Noire ke dalam line-up.

Peste Noire juga pernah mengisi line-up dari Asgardsrei festival yang diorganisasi oleh Militant Zone. Peste Noire tercatat tampil sebanyak 3 kali berturut-turut yaitu pada tahun 2016–2018. Memiliki banyak koneksi dan hubungan yang erat dari berbagai scene NSBM seperti Ukranian NSBM dan Finnish Black Terror kerap membuat Peste Noire dituduh sebagai band yang mengusung konsep NSBM. Famine sudah menjelaskan pada beberapa sesi Interview maupun sebuah mini film dokumenter tentang Peste Noire bahwa mereka tidak menganut paham Socialist, dan lebih condong untuk mendeklarasikan dirinya sebagai seorang Nationalism Anarchist. Famine juga mengaku memang orang yang menggangap mereka sebagai band penganut NS tidak sepenuhnya salah, karena pada beberapa bagian lirik Peste Noire, Famine sengaja menyisipkan pesan-pesan tersembunyi yang provokatif untuk menaruh simpati terhadap pergerakan ini.

Band-band NSBM juga tertarik berhubungan dengan Peste Noire karena sisi patriotisme dan sisi identitarian dari Peste Noire. Tetapi Famine dan Peste Noire mengaku tidak sepenuhnya mendukung seluruh butir-butir moral yang ditetapkan oleh pergerakan NS. Sehingga Ironisnya ketika para penganut band NS mengira Peste Noire adalah bagian dari mereka ternyata merasa dikhianati karena Peste Noire sebenarnya tidak mengikuti moral dari pergerakan mereka 100% .

Pandangan orang-orang yang selalu memandang dunia ini hanya memiliki sisi biner, yaitu hitam dan putih selalu berdebat mengenai apakah Peste Noire merupakan band penganut neo-nazi atau tidak, penganut NS atau tidak, band rasialis atau tidak. Sehingga mereka yang terjebak dengan dikotomi-dikotomi tersebut tidak akan pernah bisa menemukan titik tengah dari suatu problematika. Sebenarnya Peste Noire memiliki concern yang lebih jauh dan tidak terjebak dengan sebuah konteks yang biner tersebut.

Misalnya pada album Folkfuck folie yang dirilis pada tahun 2007. Famine menulis lirik-liriknya dengan gaya yang lebih depresif karena kekhawatiran Famine akan kehidupan masa depan di Perancis. Famine melihat Negara Ukraina jauh lebih miskin dari Perancis namun bisa hidup lebih sejahtera, stabil, dan lebih damai dari negara Perancis yang mengusung multikulturalisme. Kedua Famine melihat bahwa di Ukraina para pemuda-pemudinya sangat senang dan antusias ketika mereka memutuskan untuk ikut terlibat pergerakan-pergerakan politik di sana. Sedangkan di Perancis aksesnya sangat terbatas agar pemuda-pemudi dan warga sipil bisa berpatisipasi dengan pergerakan politik di Perancis.

Peste Noire Vs Sale Freux

Pada tanggal 26 Januari 2019 Dunkel frontman band black metal Perancis, Sale Freux membakar T-Shirt Peste Noire pada saat mereka tampil live di Colmar. Sambil membakar T-Shirt tersebut, Dunkel berteriak pada audiencenya : “We are Not Fachos”. Sale Freux merupakan band black metal yang berdiri pada tahun 2008, dimana dulu awalnya menggunakan nama Saatkrähe.

Hal yang terdengar Ironi mengingat pada awal karirnya, Sale Freux sempat mengirimkan sebuah surat pada Peste Noire di tahun 2010. Kemudian Sale Freux pernah dikontrak oleh Peste Noire pada tahun 2013. Tetapi tahun 2014 Famine menjauhkan diri dari Sale Freux. Karena Famine menunding Sale Freux telah mengambil konsep musiknya Peste Noire pada waktu itu. Mendengar peristiwa yang terjadi di Colmar, Famine merespon dengan mengajak Sale Freux menyelesaikannya dengan tradisi asli Perancis yaitu berkelahi agar membuat suasana lebih gaduh. Namun hingga sekarang tantangan dari Famine sepertinya tidak digubris oleh Sale Freux.

New Wave Nationalist France Black Metal

Perkembangan scene ini secara tidak terduga tumbuh dibeberapa daerah region di Perancis, dimana semakin banyak bermunculan band-band yang memiliki pemahaman nasionalis dan sense culture pride yang tinggi. Misalnya di daerah Monnetier-Mornex, Haute-Savoie, Perancis terbentuk sebuah band Baise Ma Hache yang mengangkat lirik Nasionalisme dipadukan dengan unsur sejarah, anti-modernisme, dan menceritakan keaslian kultur dari Perancis. Sedangkan di daerah Ariège, Occitanie, Perancis ada Caverne one-man band yang menggabungkan sisi nasionalisme dengan spirtualitas, alam, dan ideology tradisionalisme. Kemudian Night band asal Metz, Grand Est, France menyuarakan rasa Nasionalisme mereka dengan merefleksikan kehidupan-kehidupan di jalanan, kemarahan, cinta, dan keputusasaan. Terakhir ada Constantinople yang mengekspresikan rasa nasionalismenya dengan menarasikan lirik-lirik tentang kekristenan, anti-komunisme, dan anti-modernisme.

Hadirnya pergerakan ini sudah membawa scene Black Metal Perancis ke tingkatan yang jauh lebih ekstrim lagi jika dibandingkan dengan pergerakan LLN ketika awal mula Black Metal Perancis berkembang. Dari yang awalnya hanya mengangkat tema-tema lirik sebatas okultisme, Pan-Euroepan Satanisme, dan juga Vampirisme. Perpaduan antara karya-karya pusisi Perancis, selera humor, kesadaran politik, musik ekstrim dan concern akan kehidupan negaranya di masa yang mendatang sudah merubah sekumpulan pemuda di Perancis untuk bersikap lebih berani dan kritis dalam mengutarakan pendapat serta pemahamanya. Kita bisa mengambil kesimpulan disini jika secara konteks lirik Black Metal Perancis sudah berkembang dan sudah memiliki banyak sudut pandang berbeda. Tetapi bagaimana dengan konteks Musiknya? Untuk mengetahui jawabanya Kita akan kembali mengarungi sebuah chapter yang baru, jadi persiapkan diri anda akan perjalanan selanjutnya.

Baca Juga : REDEFINING THE DARKNESS : COMPREHENSIVE STORY OF FRANCE BLACK METAL – PART I (LES LEGIONS NOIRES)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Share via
Copy link