20 Album Dalam 5 Menit – Showa Pop
Mengapa kami memutuskan untuk menggunakan istilah “showa pop” alih-alih memakai istilah “city pop” yang terasa lebih familiar dan umum? Apakah untuk menunjukkan betapa hipster dan edgy-nya kami? Tentu tidak demikian, karena beberapa saat yang lalu kami juga sempat menulis sebuah artikel mengenai para pahlawan pop kota era 80’an di Jepang yang sempat kembali viral dan digandrungi oleh masyarakat modern. Tetapi kami merasa bahwa istilah city pop justru merupakan istilah yang terlalu sempit untuk menggambarkan secara lengkap mengenai betapa luas dan beragamnya aktivitas industri musik pop yang terjadi selama periode Showa di Jepang.
Belakangan hal itu justru menimbulkan perdebatan mengenai apakah city pop mendefinisikan jenis genre musik tertentu atau hanya sebatas istilah untuk lagu-lagu pengiring yang biasanya dikonsumsi oleh masyarakat yang tinggal di perkotaan Jepang saat itu? Fakta mengatakan bahwa setiap penyanyi dan musisi mampu membawakan jenis musik yang saling berbeda, dimana artis tertentu mengambil elemen R&B, jazz, dan funk, sementara yang lainnya mencoba untuk meniru musik new wave, atau musik elektronik sejenis techno.
Itu hanya sepersekian bukti akan keberagaman musik yang lahir di periode yang berlangsung dari 1924 hingga 1987 tersebut. Atas dasar itu kami menggunakan istilah showa pop agar seluruh daftar album yang tertera setidaknya mampu merangkul sebagian besar jenis musik pop yang sempat lahir dan berkembang di masa tersebut. Itu termasuk membahas mengenai jenis musik seperti kayōkyoku (sebutan untuk vocal pop jazz versi Jepang), idol kayō (Kayōkyoku berkonsep idol), techno kayō (synth-pop versi Jepang), hingga musik-musik tradisional Jepang seperti enka yang sempat direvitalisasi menggunakan pendekatan teknologi rekaman dan aransemen yang lebih modern dan maju pada saat itu.
Akiko Nakazato – Mr. = メル
Meski sebagai solois ia pernah tampil di salah satu majalah gravure bernama Goto dan merilis beberapa edisi photobook, tetapi Akiko Nakazato sama sekali tidak berhasrat menjadi gadis idol remaja yang lugu. Imej terkesan lebih dewasa seiring dengan tarikan vokalnya yang lebih matang serta menanamkan pemikiran bersifat futuristik jangka panjang dari bagian instrumen yang banyak terelektrifikasi oleh new wave. Terkadang Nakazato juga menjadi seorang wanita yang begitu haus terhadap romansa dan melampiaskannya pada balada yang tenang.
Ichiko Hashimoto – Vivant
Hashimoto memiliki target pasar yang luas. Ia pernah membuat satu album penuh yang mendedikasikan untuk permainan piano bernuansa neoclassicism. Sementara pada “Vivant” akulturasi budaya konservatif dan progresif tercermin dari dirinya membentangkan elemen techno-pop, jazz, rock, dan neoclassical dalam satu pelataran yang sama. Chord gitar yang dialiri arus listrik, dapat melompat dalam improvisasi bar piano dan lekukan vokal yang begitu artistik.
Kei Marimura – Elegance
Sebuah langkah yang cukup nekat, dimana Marimura melawan arus city pop dengan menciptakan pop / vocal Jazz era 50’an lengkap menggunakan bahasa campuran Inggris dan Jepang. Ini seperti memberikan pandangan keadaan hiruk pikuk malam perkotaan Chicago dan Newsport. Marimura tampil seperti Ella Fitzgerald namun dengan vibrato yang terkesan lebih kemayu dan timbre vokal yang lebih genit.
Taeko Ohnuki – Sunshower
Sebuah album pop untuk merayakan pesta musim panas yang sempurna. Semuanya bergerak tampak begitu mulus dengan sokongan daripada tarikan garis bass yang hangat, gebukan drum yang terasa renyah dan tidak over-power, serta tone vokal bersinar yang menari-nari bersama percikan elemen synth yang begitu meriah.
Mioko Yamaguchi – 夢飛行 (Yume hikо̄)
Album debut Yamaguchi sebelum ia benar-benar menjadi terdengar begitu artistik dan eksentrik. Tetapi sejak dini telah terlihat bahwa Yamaguchi memiliki pemikiran yang lebih ruwet dan tidak ingin semuanya terlihat serba sederhana. Melodi vokalnya terdengar lebih licin dan berliku, serta synth yang seringkali dibengkokkan secara konveks maupun konkaf. Akan tetapi pergerakan instrumentasi terdengar begitu ringan dan melayang.
Mariko Ashibe – Street Scandal -Machikado wa Kiken ga Ippai-
Sebuah album standar city pop dalam konotasi yang positif. Terdapat begitu banyak potongan bassline yang memiliki aksen funky beradu dengan gitar dengan tone yang lebih tipis dan clean mengayun dalam progresi akor jazz. Mariko Ashibe juga pernah mengisi soundtrack pada sebuah anime lawas berjudul “Glass No Kamen”.
Meiko Nakahara – Mint
Salah satu ratu city pop yang begitu prolifik dan bersanding dengan nama-nama top lainnya seperti Miki Matsubara, Mariya Takeuchi, Akina Nakamori, dan Tomoko Aran. Begitu terdampak oleh westernisasi dari elemen disco dan terkadang bergerak dalam keeleganan musik smooth soul yang mulus. Gebukan drum yang terasa lebih gemuk dan meninju begitu ketat.
Kingo Hamada – Midnight Cruisin’
Hamada mungkin segelintir vokalis pria yang dapat mencuri perhatian melalui jenis musik yang tampaknya begitu feminim. Vokalnya yang menawan juga dapat menampilkan garis-garis melodi yang begitu ekspresif dan handling kenaikan suara yang luar biasa. Produksinya begitu stellar dan luar biasa untuk seukuran pop tahun 1982. Layering synth, gitar, dan perkusi yang terdengar jelas membuat album ini terdengar begitu ikonik.
Yoshiko Tanaka – 好子
Tanaka lebih dikenal sebagai aktor dan salah satu anggota dari grup pop, Candies. Dia hanya melepas sebiji album studio dalam karirnya, tetapi bukan berarti album ini dapat dipandang sebelah mata. Diproduksi dengan begitu cermat, moog synth yang secara tipis-tipis hadir dan nuansa musiknya yang begitu moody namun memiliki vokal yang begitu bersinar terang.
Rie Murakami – Sahara
Murakami meningkatkan lonjakan kesenangannya dengan menciptakan instrumentasi musik disco up-beat, sedikit mengingatkan gaya mega disco dari beberapa catalog lagu ABBA. Synth funk dan ritem boogie bergerak begitu sibuk seolah melambangkan suasana kehidupan urban malam yang terburu-buru untuk segera meninggalkan kantor demi pergi menuju bar dan klub dansa terdekat untuk bersenang-senang.
Mitsuko Komuro – 見知らぬ恋人
Sebuah album yang mungkin jarang tersentuh oleh penggemar showa pop musiman. Bagaimanapun kualitas produksi suaranya terdengar begitu mumpuni. Vokal komuro berayun-ayun dengan lembut di antara tata instrumen dengan arsitektur yang megah dan menjulang tinggi.
Makoto Matsushita – Quiet Skies
Mungkin ini terdengar seperti antitesis dream pop yang selalu dikaitkan dengan imej yang cerah dan berseri-seri. “Quiet Skies” mengawang-ngawang dalam keadaan malam hari dan penuh ketenangan. Vokal terdengar lebih redup dan bass yang menggaris susana semakin mendalam dan retrospektif. Elemen lead gitar yang beraroma psychedelic mengudara seperti komet yang meninggalkan ekor cahaya yang menjuntai.
Noriyo Ikeda – Dream in the Street
Tatsuro Yamashita menulis lagu ‘Dream in the Street’, namun bukan hanya itu saja keunggulan daripada album semata wayang milik Noriyo Ikeda. Instrumen daripada keseluruhan lagu terdengar lebih progresif dan diberi keleluasaan bergerak bebas. Ini seperti lagu penghantar untuk mengelilingi tokyo dengan mobil Toyota Celica Supra, namun sayang itu hanya terdengar seperti bayangan semu dari produk imaji pikiran yang disebut false nostalgia.
Tomoko Soryo – City Lights by the Moonlight
Ada perbedaan cukup mencolok mengenai showa pop era 70’an dengan showa pop era 80’an. Sementara showa pop era 80’an sudah lebih banyak terelektrifikasi dengan suara-suara seperti musik disko, techno, dan new wave, showa pop era 70’an lebih terdengar antar perpaduan dari funky bass dan performa vokal jazz. Tomoko Soryo yang berasal dari era 70’an juga memiliki vokal lebih dewasa, dibanding city pop 80’an yang cenderung lebih imut untuk menyasar pada pasar remaja.
Junko Ohsashi – Point Zero
Salah satu album yang termasuk dalam kategori katalog funk milik Junko Ohsashi. Junko begitu mumpuni menguasai teknik vokal yang lebih luas, bahkan vokalnya terdengar lebih powerful dan menjerit secara eksplosif bak seorang penyanyi diva soul. Di sini Junko juga memiliki koleksi lagu ballad yang kental bernuansa klasik.
Maki Asakawa – Blue Spirit Blues
Seandainya tetap menggunakan terminologi city pop, mungkin nama Maki Asakawa akan tereliminasi. Alih-alih menciptakan musik city pop sebagai lambang selebrasi kehidupan, Maki terlihat seperti orang tua yang termenung meratapi kesedihan dan mengkhawatirkan kematian. Meninggalkan hingar bingar kehidupan urban, Maki Asakawa mengalienasi dirinya dan memainkan musik blues mendayu-dayu sembari sedikit tersenyum menatap kesenangan di masa lampau.
Yuko Tomita – Deux
Yuko Tomita adalah seorang idol yang memiliki karir relatif singkat hanya berumur 7 tahun. Akan tetapi Tomita terbilang produktif karena hampir setiap tahunnya ia melepas album. “Deux” adalah kumpulan formula city pop yang standar namun menggugah. Beberapa lagu ballad nya terdengar powerful dan romantis.
Meiko Kaji – やどかり (Yadokari)
Meiko Kaji merupakan segelintir penyanyi yang berhasrat memberdayakan kembali musik-musik asli Jepang, alih-alih terpengaruh dengan invasi daripada musik barat. Kaji memilih musik bernuansa enka sebuah jenis musik asli Jepang yang berkembang selama periode pertengahan 50’an. Karakter utamanya ada pada penekanan vokal yang lebih ekspresif dan nuansa folk oriental yang begitu kental. Namun Kaji sedikit merubah ramuannya dengan menyelipkan elemen jazz.
Maiko Ito – 麻衣子・ほほづえ
Menurut kabar, Maiko Ito kini dikenal sebagai aktris dan pemain film. Ia memiliki jenjang karir sebagai idol yang pendek dan mungkin harus dikatakan kalah pamor dengan beberapa idol ikonik era 80’an seperti Seiko Matsuda, Kikuchi Momoko, dan Akina Nakamori. Tetapi jika berbicara mengenai artistik setidaknya Maiko Ito melepas album yang layak disimak, namun tidak ada sesuatu yang benar-benar unik di sini.
Akina Nakamori – Bitter and Sweet
Album ini dapat dikatakan menjadi gerbang awal evolusi Nakamori menjadi sosok yang lebih sadar dan terbuka akan rasa luka dan bagian gelap dalam hidupnya, sebelum itu nantinya semakin dihitamkan oleh rilisan-rilisan seperti “Fushigi” & “Crimson”. Beberapa lagu ballad nya terasa perih dan tragis, namun sisi musik new wave nya justru terdengar lebih getir dan menggebrak, seolah sedang memendam kekesalan.
Baca Juga : 20 Album Dalam 5 Menit – Hyperpop