Otoboke Beaver, Ketika Punk Rock Membebaskan Diri Dari Agenda Politik
Otoboke Beaver, quartet punk asal Kyoto yang terdiri dari Accorinrin (Vocal), Yoyoyoshie (Gitar, Vokal), Kahokiss (Drum), dan Hiro-Chan (Bass) mencoba mengekspresikan diri dengan seruan musik punk bertegangan tinggi, melaju sekilat cahaya, dan meninggalkan kerusakan yang begitu fatal.
Band punk rock asal Kyoto, Otoboke Beaver sepertinya memahami betul fungsi utama dari musik punk adalah tentang ekspresi diri. Band yang beranggotakan 4 gadis remaja ini menuangkan seluruh pengalaman serta perasaan pribadinya ke dalam setiap lirik yang mereka tulis.
Otoboke Beaver terbentuk pada tahun 2009 ketika masing-masing anggota aktif dalam klub musik ‘Rock Commune’ di sebuah Universitas Ritsumeikan, Kyoto. Saat itu band beranggotakan Accorinrin (Vocal), Yoyoyoshie (Gitar, Vokal), Pop (Drum), dan Nishikawachi (Bass).
Nama Otoboke Beaver yang diambil dari sebuah hotel dewasa di Osaka sudah menejelaskan bahwasanya band ini bukanlah band punk serius yang dikendarai oleh kepentingan dan agenda politik tertentu. Melainkan murni sebatas kebebasan berekspresi dan tempat untuk menyalurkan kesenangan.
Mereka memulai karir sebagai band cover. Tetapi pada Juni 2011, mereka resmi melepas sebuah demo berisi 3 lagu hasil pemikiran kolektif sendiri. Semenjak saat itu, mereka semakin giat mengeluarkan materi-materi sendiri baik berbentuk album live, mini-album, ataupun single-single yang dikemas dalam bentuk limited-edition.
Pada tahun 2013 sang bassist, Nishikawachi memutuskan keluar dari Otoboke Beaver. Posisinya digantikan oleh seorang fans mereka sendiri bernama Hiro-Chan yang dihubungi melalui email.
Cepat, keos, agresif, imut, kompleks, dan membingungkan, sejumlah kata yang tepat untuk mendeskripsikan setiap elemen musik yang coba mereka sajikan. Mereka datang tidak hanya sebatas memainkan elemen-elemen fundamental punk rock, tetapi merevolusi dan menembus batasan-batasan yang akan terdengar seperti sebuah penyimpangan bagi para penikmat punk orthodox konvesional garis keras.
Otoboke Beaver secara cermat mengganti percepatan tempo serta ritem hanya dalam hitungan detik. Membuat kompleksitas instrumen kian rumit dan terasa keos disaat bersamaan. Departmen vokal lengkap dipersenjatai dengan berbagai pola berbeda. Jeritan, gang vokal, hingga pelafalan berakselerasi cepat mirip teknik rhyming hip hop semuanya digunakan untuk dapat mengekspresikan emosi dalam berbagai upaya.
Semuanya dikemas dalam lagu berdurasi mikro, yakni kurang dari 2 menit. Sehingga memaksa untuk menggarap musik lebih serius, effisien, dan matang, karena tidak banyak ruang kesalahan yang bisa mereka gunakan. Keunikan Otoboke Beaver dalam mengolah nada dan mengoperasikan instrumen sebetulnya bukanlah sebuah fenomena rocket sciene yang mengherankan.
Setiap member datang dengan pengaruh dan background musik bebeda. Tugas setiap member hanyalah datang membawa pengaruh musiknya dan meletakkannya pada setiap library musik Otoboke Beaver.
Yoyoyoshie merupakan penggemar berat J-rock. Hiro-Chan tergila-gila dengan distorsi dan kemarahan dari hardcore punk. Sedangkan Accorinrin sangat rajin menggali musik J-POP hingga pada tingkatan band yang terbilang obscure.
Dalam beberapa kesempatan wawancara, mereka mengungkapkan bahwa band-band Riot Grrrl barat dan Number Girl menjadi inspirasi utama mereka dalam membentuk musik punk rock dengan tingkatan amarah meledak-ledak tak terkendali sesuai dengan penerapan dalam musik mereka.
Selain itu pengaruh dari beberapa grup band seperti Yapoos, Hikasyu, P-Model, Momoe Yamaguchi, dan Afriarampo meyakinkan mereka untuk tetap mempertahankan unsur j-music dalam bendera Otoboke Beaver.
Dedikasi, kerja keras, serta konsistensi yang mereka perlihatkan selama bertahun-tahun akhirnya membuahkan hasil. Meski Otoboke Beaver tidak terlalu diterima luas oleh negaranya sendiri, justru mereka mendapat apresiasi lebih dari masyarakat lintas benua.
Tahun 2015 mereka dipercaya untuk berpartisipasi dalam acara musik tahunan di Benua Amerika, Record Store Day. Menyusul setahun kemudian, label asal Inggris, Damnably Records menyodori mereka lembar kontrak kesepakatan untuk menjalin kerja sama. Tur internasional yang dilakoni oleh Otoboke Beaver menyisakan berbagai pengalaman menarik.
Mulai dari foto bersama dengan Don Letts di 100 Club London, di-ban pada sebuah venue, tampil di SXSW menggunakan hasil crowd funding dari penggemar, menyaksikan langsung seorang nenek dengan kursi rodanya berada di barisan terdepan konser mereka, hingga berhasil tampil di Coachella Festival merupakan serangkaian pengalaman yang tidak hanya berkesan bagi mereka. Namun meninggalkan jejak dan memberikan rasa euroforia pada penggemar musik mereka yang berada di luar jangkauan mereka.
Baca Juga : Band Noise Rock Jepang, 385 Mencoba Mendalami Emosi Manusia
Tahun 2018, Pop memutuskan keluar dan posisinya digantikan oleh Kahokiss. Formasi Accorinrin (Vocal), Yoyoyoshie (Gitar, Vokal), Kahokiss (Drum), dan Hiro-Chan (Bass) masih bertahan sampai saat ini. Tur dibeberapa venue besar hanya dengan bermodalkan segelintir ep dan single tentunya membuat orang bertanya-tanya potensi menjanjikan apa yang mereka bawa, sehingga dapat dipercaya memikul tanggung jawab sebesar itu. 26 April 2019, hari pembuktian telah tiba, Otoboke Beaver melepas album debutnya berjudul ‘Itekoma Hits’.
Sekali lagi Otoboke Beaver mendapat sorot publik dengan penerimaan begitu hangat. Kali ini giliran media-media musik seperti Pitchfork, Popmatters, The Needles Drop secara bergantian memuji mereka. Terhitung saat ini salah satu single mereka, ‘Don’t Light My Fire’ tembus 1,2 juta views di Youtube.
Sebuah angka fantastis bagi band yang memulai semuanya dari 0 tanpa disokong koneksi-koneksi kuat yang bekerja di balik layar. Keberadaan mereka bahkan disadari oleh beberapa tokoh musik dunia mulai dari Emi Morimoto (Shonen Knife), Paul Thomson (Franz Ferdinand), Alain Johannes (PJ Harvey/ Queen Stones of Age), hingga Lars Ulrich (Metallica).
Tidak ada kontroversi, serta agenda propaganda tersembunyi di balik lirik-lirik yang ditulis ke dalam gabungan bahasa Inggris dan bahasa slang Kyoto. Sejak Otoboke Beaver terbentuk dengan formasi gadis remaja seluruhnya, mereka tidak sedikitpun menunjukkan secara eksplisit sisi feminism mereka. Mereka tidak berhasrat meneriaki penggemarnya siang dan malam di depan muka hanya untuk mengingatkan betapa pentingnya hak kesetaraan gender.
“Kami tidak pernah mencoba bernyanyi tentang hak wanita ataupun isu-isu wanita dalam musik kami” kata mereka ketika diwawancara oleh The Japan Times 2018 lalu. Sementara sang vokalis kembali melontarkan pernyataan senada ketika diwawancara oleh Rooftop2020 lalu. “Aku tidak peduli disebut sebagai feminist. Aku akan terus bernyanyi dengan perasaan pribadiku, dan aku tidak akan bernyanyi dengan perasaan bahwa aku ingin berbicara atas nama perwakilan wanita atau bersimpati dengannya”.
Tetapi melihat 4 gadis remaja dengan lantangnya mengekspresikan diri ke dalam bentuk musik ekstrim dan mendapat apresiasi lebih dari warga dunia, sudah cukup memberikan inspirasi bahwa pada dasarnya kekuatan, kebebasan, serta keamanan bersifat universal dan siapapun dapat memilikinya asalkan terus berjuang untuk meraihnya.
Awal 2020, keempat personil memutuskan mundur dari pekerjaan tetapnya guna mencurahkan seluruh fokus dan tenaganya pada band. Mereka sudah menyiapkan agenda tur internasional berikutnya, namun ketika tur Eropa baru berjalan 2 minggu, pandemi mulai melanda dan tur terpaksa berhenti total.
Tanpa tur dan dibayang-bayangi dengan rasa kekhawatiran masa depan band, mereka memutuskan untuk menulis materi baru dan menggelar acara live virtual melalui akun resmi Instagram Otoboke Beaver. ’I am The Maternal’ dan ‘Dirty Old Fart is Waitng For My Reaction’ 2 single yang mereka rilis di awal tahun 2020. 4 Maret 2022, terjawab sudah bahwa 2 single tersebut masuk ke dalam bagian dari album kedua mereka, ‘Super Champon’ yang dirilis 6 Mei 2022 lalu.
Dalam genggaman Otoboke Beaver, musik punk rock dapat menyucikan diri dari segala bentuk perlawanan, kepentingan politik, dan peperangan untuk sementara waktu. Meskipun masih tersimpan amarah di sana, tetapi mereka menegaskan bahwa amarah tidak selamanya berhubungan dengan hal negatif.
Asalkan rasa amarah bisa diimbangi dengan perasaan kuat lainnya seperti kecerian, keberanian, dan rasa cinta. Ini akan menjadi sebuah tontonan parade emosi yang mengasyikan untuk mengenal lebih dalam lagi setiap bilik emosi dari manusia.
Baca review ekslusif Otoboke Beaver – Super Champon di sini!
Baca Juga : Hitsujibungaku Merubah Keresahan Menjadi Musik Shoegaze Sentimentil