Musik Asal Eropa Yang Identik Dengan Kultur Balapan & Jepang
Setelah dunia berhasil merangkak keluar dari peristiwa kelam perang dunia ke-II, negara-negara menata ulang kestabilan dan kembali membangun kesejahteraan bangsa mereka masing-masing dari kondisi yang compang-camping. Dengan banyaknya negara sebagai anggota yang terlibat dalam peperangan, membuat bangsa Eropa mengalami turbulensi dan pemulihan yang lebih lambat dari belahan dunia lainnya. Kini mereka bukan lagi menjadi bangsa pedagog yang memimpin peradaban melalui kemajuan teknologi, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan seni seperti ribuan tahun yang lalu di era keemasan Yunani.
Amerika justru terlibat secara langsung untuk membantu pemulihan kembali ekonomi pada 17 negara di wilayah Eropa Barat dan Selatan melalui program Rencana Marshall. Tahun 1957, Negara-negara Eropa berkongsi untuk membuat sebuah organisasi bernama European Economic Community (disingkat EEC). Beberapa negara seperti Jerman Barat, Prancis, Italia, Belgia, hingga Luksemburg bekerja sama untuk mengurangi hambatan aktivitas perdagangan dan berniaga, sembari mengusung dan mempromosikan semangat persatuan.
Akibatnya negara-negara di Eropa Barat, mengalami laju pertumbuhan perekonomian lebih pesat dibanding dengan wilayah Eropa lainnya. Beberapa negara bagian Eropa Selatan seperti Yunani, Portugal, dan Spanyol masih bergerilya melawan rezim otoritarian menuju pemerintahan demokrasi, selama dekade 70’an hingga 80’an, sementara negara-negara di wilayah Eropa Timur masih berada dalam genggaman kekuasaan Soviet. Pemerintahan Soviet memberlakukan kebijakan yang ketat pada setiap wilayah yang dikuasainya, hingga ada sebuah cerita yang mengatakan bahwa artist-artist di Polandia (salah satu Negara yang jatuh ke tangan Soviet) mengalami resesi kreativitas, pasca kebebasan berekspresi mereka direpresi oleh pemerintahan. Soviet berupaya untuk menutup diri dan menyingkirkan segala bentuk pengaruh kebudayaan yang berasal dari Barat.
Perkembangan Musik Elektronik Eropa Barat
Hal ini yang akhirnya menjadi kunci perkembangan dan pertumbuhan adegan musik elektronik wilayah Eropa Barat terasa lebih cepat dan subur, dibandingkan dengan wilayah Eropa Lainnya. Negara-negara di Eropa Barat telah melahirkan banyak kelompok musisi dan sosok seniman musik elektronik penting, seperti Kraftwerk (Jerman), Brian Eno (Jerman), Klaus Schulze (Jerman), Jean Michel Jarre (Perancis), Luigi Nono (Italy), Pierre Henry (Prancis), dan nama-nama penting lainnya yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Ledakan ekspansi pertumbuhan musik elektronik di Eropa hingga menghasilkan multi sub-genre berlangsung sekitar dekade 60 hingga 70’an. Itu juga bertepatan dengan bangkitnya kultur-kultur anak muda di beberapa wilayah Eropa Barat yang menyuarakan anti kemapanan dan perlawanan antar kelas, hingga akhirnya menghasilkan kultur baru untuk mewadahi aspirasi counter-culture yang mereka amplifikasi. Inggris terkenal dengan aksi punk seperti Ramones, The Sex Pistols, hingga The Clash, namun wilayah Belanda, khususnya di Rotterdam memiliki adegan hardcore punk yang terdengar lebih brutal, kasar, dan berapi-api dalam melontarkan kritik dan perlawanan terhadap status quo. Jejak resistensi itu ditinggalkan oleh kolektif-kolektif seperti Rondos Sovjets, Tode Wig, dan Tandstickorshocks yang membentuk aliansi bernama Red Rock Collective dan mencetak serdadu-serdadu militan yang berasal dari penggemar mereka sendiri.
Gerakan counter culture yang dipelopori oleh kelompok anak muda di berbagai Negara itu sekaligus menggenapi, bahwa kebebasan berekspresi di Eropa Barat berada dalam kondisi dan semangat libertarian. Titik pertemuan antara kultur anak muda dengan adegan musik elektronik terjadi pada dekade 80’an. Saat adegan musik elektronik dekade 60’an – 70’an sibuk untuk mendobrak batasan nomenklatur teoritis musik yang dibawa dari abad romantisme menuju era modernisme atau bahkan pasca-modernisme, adegan elektronik 80’an justru lebih banyak ditemukan dalam budaya-budaya konsumerisme.
Musik-musik elektronik di Eropa Barat kini lebih banyak hinggap di bar-bar, diskotik, dan tempat hiburan malam, serta sifat dasarnya bergeser menjadi musik hiburan dan pengiring tari-tarian modern yang diperagakan kalangan anak muda. Sontak turunan musik elektronik tarian mulai tumbuh dan populer di Eropa Barat. Para DJ Eropa terpengaruh dari ragam jenis musik populer dan elektronik tarian yang lahir di Amerika (terutama wilayah pantai barat), seperti R&B, techno dan house. Dari situlah mulailah produksi massal musik elektronik yang mengedepankan peran ritmis dengan tanda birama 4/4 konstan, penekanan beat yang semakin keras, dan melodi yang sengaja dibuat mudah melekat dan catchy.
Lahirnya Musik Elektronik Berenergi Tinggi
Giorgio Moroder seorang komposer asal Italia menempelkan elemen synthesizer pada lagu-lagu Donna Summer, seorang diva soul kelahiran Amerika Serikat. Beberapa lagu milik Donna Summer seperti “I Feel Love” dan “Love to Love You Baby”, disulap oleh Giorgio dengan cara menyuntikan steroid pada bassline dan menaruh nitro pada tempo, hingga menghasilkan lagu yang lebih cepat dan bertenaga. Namun apa yang dilakukan oleh Giorgio secara tidak sengaja justru menjadi cetak biru dalam melahirkan 3 jenis musik elektronik baru sekaligus. Lagu-lagu yang bertempo cepat tersebut kemudian dinamakan HI-NRG, sementara elaborasi synth yang dilakukan Giorgio beserta beberapa pengaruh musikus lainnya seperti Didier Marouani, dan Patrick Cowley menghasilkan jenis musik baru yang disebut dengan italo-disco.
Kedua jenis musik ini yang kelak menaruh pondasi dan landasan, berkembangnya jenis musik elektronik eurobeat. Sebuah grup pop asal Inggris, Dead or Alive yang diproduseri oleh Time Stock Aitken Waterman merilis sebuah lagu bertajuk “You Spin Me Round (Like a Record)” pada tanggal 5 November 1984. Penjualannya meledak tidak hanya di pasaran Inggris melainkan di Amerika Serikat. Lagu tersebut mendorong batasan bpm (satuan untuk menghitung seberapa cepat tempo suatu musik) menjadi lebih cepat dari musik-musik elektronik lainnya dan penggunaan synth fm sebagai bassline membuat kontur musiknya menjadi terasa kaleidoskopik dan berwarna. Banyak yang menyebut bahwa inilah awal kemunculan daripada musik eurobeat.
Italo-Disco Hingga Eurobeat : Pengiring Tarian Hiburan Malam Remaja Eropa
Sebuah majalah musik yang terbit di Inggris, “Record Mirror” sering memuat tangga lagu mingguan bernama “HI-NRG CHARTS”. Tangga lagu tersebut menampilkan daftar lagu-lagu HI-NRG terbaik, dimana itu menjadi acuan untuk para DJ memutar playset dan lagu mereka di bar-bar dan tempat hiburan malam. Namun Desember 1985, program tangga lagu tersebut berubah nama menjadi “Eurobeat Chart” dengan alasan semakin meningkatnya kecepatan musik yang diproduksi oleh para Dj saat itu. Sebuah gerakan bernama Second Summer of Love yang dipelopori oleh anak-anak muda Inggris pada musim panas tahun 1988, menyebabkan munculnya berbagai jenis musik elektronik baru seperti eurodance, acid techno, dan house music, sementara di AS gerakan ini memberi jalan bagi genre lain seperti house, R&B, dan New Jack Swing.
Meski eurobeat begitu terkenal di Eropa, namun nyatanya eurobeat tidak menerima tingkat popularitas yang sama di Amerika Serikat. Kembali ke Italia, Giacomo Maiolini mendirikan sebuah label bernama TIME Records dan merekrut Mauro Farina serta Giuliano Crivellente, sebagai produser artis. Pada saat itu, musik italo-disco sedang marak di Italia, ditandai dengan begitu banyak artis yang merilis lagu-lagu italo-disco dan seringnya lagu-lagu tersebut diputar di berbagai tempat hiburan malam.
Para penyanyi maupun artis italo-disco tidak memiliki budaya merilis lagu dalam format album penuh, membuat TIME Records merilis album kompilasi untuk menampung lagu-lagu bergaya italo-disco dari berbagai penyanyi yang tercecer. Rilisan kompilasi pertama terbit 21 Januari 1990 bernama “Super Eurobeat Vol. 1 “. Ada keambiguan terjadi di sini, meski kompilasi tersebut dinamakan “Super Eurobeat”, nyatanya beberapa rilisan awar seri kompilasi tersebut sebagian besar didominasi oleh musik-musik italo-disco. Secara sederhana yang membedakan italo-disco dan eurobeat terletak pada tempo dan melodi. Eurobeat memiliki tempo yang lebih cepat, sedangkan italo-disco memiliki struktur tempo selayaknya musik-musik synth-pop orisinal dengan kekuatan bass yang diberi ekstra ruang untuk menghasilkan suara yang menggelegar.
Garis Batas Eurobeat, Euroadance, dan Italo-DIsco
Dalam penggunaan melodi, eurobeat cenderung menggunakan oktaf suara tinggi, tone yang cerah, dan pergerakan yang lincah akibat penerapan arpeggio (memainkan nada chord secara terpisah) dan legato (nada-nada yang tidak diberikan penekanan) dengan repetisi yang intens. Sedangkan melodi italo-disco lebih tersusun dengan alunan yang lebih tenang, dan terfokus dalam membangun atmosfer dan menjadi tulang punggung aransemen musik, karena memprioritaskan pembangunan tema utuh daripada sensasi repetisi.
Sebagai perbandingan silahkan dengarkan salah satu lagu berjudul “Sun in the Rain” yang dibawakan Manuel sebagai perwakilan dari eurobeat dengan lagu “Supersonic Level” milik Antonella sebagai perwakilan dari musik italo-disco.
Apabila terdapat kesenjangan distingtif antara genus yang tertanam dalam italo-disco dan eurobeat, eurodance memiliki kromosom yang terdiri dari gen persilangan antar ke-2 nya. Eurodance mengadopsi tempo yang lebih cepat, tetapi tidak sekilat eurobeat, namun mereka juga fokus merias struktur musik yang terkadang membuat seseorang mengalami ambiguitas ketika menari mengikuti irama, sembari melakukan pemikiran retrospektif mendalam yang dipicu oleh dekorasi melodi yang terasa serius dalam melukiskan panorama suasana tertentu. Selingan rapalan rima (rapping) terkadang meliuk dalam sela-sela konjungsi antara verse dan chorus sebagai bridge.
Perjalanan Eksodus Eurobeat Menuju Jepang
Fenomena musik disko, eurobeat, dan italo-disco menyebar ke berbagai penjuru dunia dan Jepang menjadi salah satu negara yang merasakan hingar bingar dan euforia dari kemunculan musik-musik elektronik tarian Eropa Barat. Tercatat sepanjang dekade 80’an, terdapat lebih dari 100 diskotik yang dibangun hanya di Tokyo saja, terutama di beberapa distrik seperti Shinjuku, Shibuya, dan Roppongi.
Jepang berada dalam kondisi mapan saat itu, ditandai dengan laju pertumbuhan ekonomi negara terbesar ke-2 setelah Amerika, kemudian mampu menjadi salah satu market leader dalam menghasilkan berbagai temuan teknologi mutakhir dari berbagai industri seperti transportasi, pembangunan, manufaktur, telekomunikasi, barang konsumsi, dan lainnya. Dengan memimpin berbagai sektor primer dan pertumbuhan ekonomi yang sehat, berbagai industri mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak, menghasilkan kesejahteraan bagi pekerja.
Persoalan kesejahteraan perekonomian bukan hal substansial bagi mayoritas masyarakat urban Jepang saat itu, sehingga mereka merujuk pada pencarian aktualisasi diri pada kebutuhan sekunder bahkan tersier. Peluang itu dimanfaatkan oleh industri hiburan di Jepang, menciptakan daya beli masyarakat yang tinggi untuk ditukar dengan kesenangan berbalut eskapisme.
Mekanisme ledakan perekonomian Jepang, menjadi teropong analisa makro untuk menjawab industri hiburan di Jepang (musik dan tempat hiburan malam termasuk) menjamur, tetapi jika menggunakan mikroskop untuk menelisik secara mikro alasan musik tarian elektronik (italo-disco, eurobeat, techno, dan sejenisnya) meledak di Jepang, gerakan tarian bernama para-para-lah yang menjadi motor penggerak.
Tarian para-para menjadi gelombang pertama yang membuat musik eurobeat begitu dikenal di Jepang, khususnya di kalangan anak-anak muda dan tempat hiburan malam. Saat itu, lagu-lagu yang diputar oleh DJ, berasal dari lagu-lagu italo-disco, eurobeat, dan HI-NRG asal Italia, negara yang menjadi ujung tombak perkembangan musik elektronik tarian. Seringkali lagu-lagu yang berasal dari seri kompilasi “Super Eurobeat” garapan TIME Records, berseliweran mengisi setlist dan playset berbagai DJ.
Gelombang Pertama Kesuksesan Eurobeat di Jepang
Seorang pengusaha bernama Masato Matsuura, melihat fenomena ini dan mengatakan bahwa jika seandainya musik-musik elektronik energik ini diproduksi di Jepang, pasti akan laku keras di pasaran dan mencetak banyak lagu hit. Akhirnya, dia memutuskan untuk mendirikan sebuah perusahaan dengan label Avex Dance of Music. Awalnya, Matsuura mendirikan Avex Dance of Music untuk mengimpor rekaman single dari luar negri, untuk kemudian didistribusikan ke toko-toko rekaman sewaan dan mengemasnya menjadi sebuah album kompilasi.
Tidak lama, Matsuura merubah operasi haluan perusahaan, dengan menciptakan album kompilasi berserinya sendiri yang bernama “Maharaja Night”. Perusahaan berubah nama menjadi “Avex Trax” dan secara perlahan fungsinya bergeser dari sekedar pengimpor rekaman menjadi sebuah label rekaman. Seri “Maharaja Night” pertama kali diluncurkan pada tahun 1991 dengan judul “Maharaja Night Vol. 1 – Special Non-Stop Disco Mix”. Album kompilasi garapan Avex Trax tersebut, merajai tempat-tempat hiburan malam, dan berhasil menggeser kompilasi “Super Eurobeat” sebagai lagu dan album yang paling banyak diputar dan diminati oleh pecinta musik elektronik tarian di Jepang.
Saat itu kompilasi “Super Eurobeat” hanya dipegang oleh 2 label, yakni TIME Records dan A.Beat C. Giancarlo Pasquini merupakan salah satu artis yang berada dalam naungan label TIME Records saat itu. Dapat dikatakan dia menjadi salah satu penyanyi dan artis yang paling sukses, terutama ketika dia menggunakan nama panggung Dave Rogers (selanjutnya Giancarlo Pasquini akan disebut sebagai Dave Rogers). Dave memulai debut pada tahun 1987 dengan merilis single “Rich & Famous”, tergabung dalam grup musik ALEPH, hingga menjadi penulis lagu utama TIME Records menggantikan Maurino Farina yang keluar dari label.
Kiprah Dave Rogers bersama TIME Records tidak bertahan lama, tahun 1990 Dave memutuskan keluar dari label dan kemudian mengajak Alberto Contini (vokalis band speed metal, BULLDOZER, manajer A&R di DISCOMAGIC, dan penulis lagu label FLEA Records) untuk membuat label rekaman secara independen. Keduanya sepakat untuk menggunakan “Rodgers & Contini Records” sebagai nama perusahaan label yang mereka dirikan. Alberto dan Dave mendirikan banyak sub-label yang berada dalam naungan Rodgers & Contini Records seperti Bulldozer Records, C&R, Sound & Vision, dan salah satunya adalah sub-label A.Beat.C. Sub-label A.Beat.C. resmi didirikan ketika Alberto Contini dan Dave Rodgers bertemu, ketika keduanya bernegosiasi dengan 2 petinggi Avex, Tom Yoda, dan Masato Matsuura.
Gelombang Kedua Kesuksesan Eurobeat Di Jepang
Kerjasama antara Avex dan A.Beat.C membuka gelombang ke-2 kepopuleran musik eurobeat di Jepang, dimana kali ini mereka berencana melakukan penetrasi tidak hanya pada bisnis hiburan malam, melainkan pada industri film animasi Jepang dan lagu-lagu pop Jepang. Terhitung sejak seri kompilasi “Super Eurobeat” yang ke-9, Avex memegang lisensi untuk mendistribusikan pada pasar Jepang. Saat berada di Time Records, Dave Rogers yang memiliki kontribusi besar dalam pembuatan kompilasi tersebut dan ketika Dave keluar ia membawa ide kompilasi tersebut untuk digarap bersama Avex.
Pada titik ini, kompilasi Super Eurobeat hanya khusus didistribusikan dan dipasarkan di kawasan Jepang, meskipun proses produksi masih tetap berdomisili di Italia. Dave Rodgers bersama A.Beat.C mengkurasi dan menulis lagu untuk penyanyi-penyanyi dari Italia untuk kemudian didistribusikan di Jepang. Tidak lama Dave Rogers mulai memilih lagu-lagu eurobeat barat untuk dicover oleh musisi dan penyanyi Jepang. Misalnya, penyanyi Namie Amuro, membawakan lagu “Try Me”, yang sebelumnya dipopulerkan oleh seorang penyanyi bernama Lolita. Kemudian grup kuartet J-Pop asal Okinawa, MAX menyanyikan ulang lagu berjudul “Tora Tora Tora” milik seorang artist eurobeat / italo-disco ternama, Domino. Grup boyband, V6 membawakan lagu “Music For the People” yang tidak lain adalah lagu milik Dave Rogers sendiri.
Restorasi lagu-lagu eurobeat barat ala Dave Rogers agar di-cover oleh musisi asal Jepang menjadi tanda awal kelahiran subgenre eurobeat baru bernama J-Euro atau Japanese Eurobeat. Sedikit intermezzo, meski lagu maupun artist-artist eurobeat (bukan J-Euro) berjumlah banyak, namun sebagian besar dari mereka memiliki keberadaan dan kehadiran yang misterius. Tidak adanya budaya setiap musisi merilis album penuh, melakukan pertunjukan solo, tumbuh sebagai lagu pengiring tarian hiburan malam, dan tidak ada kesediaan label yang mem-branding para artis besutannya menjadi seorang publik figur, bisa menjadi alasan fundamental artist italo-disco memiliki kehadiran anonim.
Lagipun, orang berbondong-bondong mendengar musik eurobeat bukan dikarenakan daya tarik kemahiran virtuoso vokal, atau tonjolan-tonjolan visual, melainkan karena kemampuan musik eurobeat yang mampu menghasilkan ritme-ritme bertegangan tinggi sebagai kawan pendamping mereka dalam menggerakan seluruh bagian anggota tubuh di lantai dansa. Persetan dengan polesan vokal, atau bahkan kualitas lirik yang ditulis dengan tone yang bisa dibilang cheesy dalam penyampaian suatu substansial atau kondisi emosional tertentu.
Euorbeat, Initial D, & Balapan Jalanan
17 Juli 1995, sebuah seri manga berjudul “Initial D” hasil garapan Shuichi Shigeno mulai terbit. Manga itu berfokus pada plot seorang pembalap dan drifting profesional yang menekuni dunia balapan jalanan di Jepang. Seri manga “Initial D” mulai rutin terbit di salah satu majalah remaja mingguan, “Weekly Young Magazine”, yang dipublikasikan melalui Kodansha. 3 tahun berselang, Initial D mendapatkan adaptasi film animasi serial TV pertamanya dengan judul “Initial D: First Stage”. 18 April 1998, menjadi episode perdana serial animasi Initial D mengudara.
Avex Trax bekerjasama dengan pihak animasi Initial D, mengisi soundtrack dan beberapa lagu tema untuk film. Dari sinilah dimulai gelombang ke-3 kesuksesan eurobeat merengkuh peminat di Jepang, sekaligus menjadi titik permulaan mengapa eurobeat di kemudian hari selalu diasosiasikan dengan kultur balapan jalanan.
Sang protagonist, Takumi Fujiwara seringkali digambarkan menggunakan mobil model Toyota Corolla seri AE86, atau disebut juga dengan Toyota Sprinter. Film animasi “Initial D” terus mengudara di saluran televisi Jepang, dan menghasilkan berbagai series terpisah, diantaranya Initial D Second Stage (1999), Initial D Third Stage : The Movie (2001), Initial D Fourth Stage (2004), hingga Initial D Final Stage (2014) yang hanya terdiri atas 4 episode.
Avex records seringkali membuat album kompilasi terpisah, khusus untuk lagu-lagu eurobeat yang digunakan sebagai soundtrack animasi Initial D, seperti kompilasi “Super Eurobeat Presents Initial D – D Best Selection” (2000) dan Initial D: The Movie of Super Eurobeat (2001).
Keberadaan J-Euro memasuki akhir dekade 90’an hinggal awal 2000’an semakin menguat. Penyanyi dan artis dari Jepang sudah tidak lagi sebatas membawakan ulang lagu-lagu eurobeat dari barat, tetapi mereka mulai me-remix lagu-lagu yang mereka tulis sendiri ke dalam versi eurobeat. Misalnya grup J-Pop, Folder yang me-remix salah satu lagu mereka, “Ready for Love”, lalu grup TRF yang me-remix 2 lagu mereka, “Overnight Sensation ” dan “Survival Dance”, kemudian sebuah grup band bernama m.o.v.e menciptakan aransemen musiknya sendiri dan seringkali dimasukan sebagai soundtrack Initial D.
Kompilasi Super Eurobeat dan Maharaja Night, mulai sering memasukkan lagu-lagu J-Euro ke dalam daftar rilisan kompilasi mereka. Beberapa artis yang berada dalam naungan label A.Beat.C maupun label-label mayor eurobeat memutuskan untuk keluar, dan membuat label independent baru.
Label Delta didirikan oleh mantan produser A.Beat.C. L. Newfield, dan C. Moroni yang merupakan punggawa Time Records. Stefano Castagna, penulis lagu sekaligus produser yang pernah bekerja untuk Time Records maupun A.Beat.C mendirikan perusahan rekaman sendiri yang dinamakan Stefano Castagna Production, yang dikenal dengan singkatan SCP. Claudio Accatino yang bekerja untuk TIME Records bergabung dengan Federico Rimonti untuk mendirikan label bernama HI-NRG Attack.
Munculnya Label-Label Baru Eurobeat
Dengan banyaknya label-label eurobeat yang bermunculan, membuat kompilasi Super Eurobeat, mengalami diversifikasi dalam keterlibatan artist dan sumbangsih lagu. Meski tetap dirilis di bawah naungan distribusi Avex, tetapi tidak semua artis yang mengisi kompilasi berasal dari daftar artis Avex maupun A.Beat.C. Penyanyi seperti Jee Bee, Claudia Vip, Franz Tornado, Bazooka Girl, Nikita Jr yang merupakan perwakilan dari label HI-NRG Attack, pernah mengisi di beberapa seri kompilasi Super Eurobeat. Pun, serupa dengan label lainnya yang turut mengirimkan perwakilan dalam kompilasi Super Eurobeat, seperti Delta dengan sederet nama artis andalannya, Vicky Vale, Cherry, Pizza Girl, Suzy Lazy, dan Dr. Love, Fastway, Kiki & Kika, Dusty, Ace, Christine sederet nama yang mewakili bendera SCP.
Selain kompilasi Super Eurobeat yang menjadi episentrum perkembangan eurobeat melalui media fisik, bertambahnya kuantitas label ekuivalen terhadap banyaknya kemunculan seri kompilasi baru yang menghiasi rak-rak etalase eurobeat, seperti Euromarch, Eurobeat flash, Aerobeat Eurobeat, dan Euro Fire. Selama era 2000’an, eurobeat melekat erat dalam berbagai bentuk industri hiburan di Jepang seperti film animasi, video game, dan J-pop, menjadikan alasan keberlangsungan popularitas eurobeat di Jepang yang stabil dalam jangka waktu yang panjang.
Memasuki awal dekade 10’an, terjadi pergeseran kembali dalam kiprah eurobeat. Kultur doujin dan seri-seri produksi game indie touhou menjadi topik pembicaraan yang hangat di kalangan anak muda Jepang, terutama yang memiliki minat dan sifat ootaku terhadap industri video game maupun film animasi. Sebuah grup musik yang juga merangkap sebagai label rekaman, A-One berkontribusi besar mengenalkan eurobeat ke dalam kultur touhou. Mereka me-remix ulang beberapa lagu yang mereka tulis sendiri, mengisi soundtrack di banyak judul video game touhou, hingga memproduksi secara mandiri seri kompilasi album eurobeat yang dinamakan “Toho Eurobeat”.
Jika A-One adalah grup yang awal mula menghubungkan eurobeat dengan dunia touhou, eurobeat union merupakan sirkel doujin yang sedari awal telah mendeklarasikan diri untuk mendedikasikan aktivitas sepenuhnya pada musik eurobeat Eurobeat union berdiri tahun 2013 yang terdiri himpunan antara komposer, penulis lirik, dan penyanyi yang secara khusus memproduksi lagu-lagu eurobeat.
Dengan banyaknya aktor yang terlibat (termasuk sederet musisi tamu), Eurobeat Union membentuk kompilasi albumnya sendiri yang diberi nama “Euro Bakaichidai”. Seri petama Euro Bakaichidai rilis pada 16 Agustus 2014 dan secara rutin hingga saat ini masih merilis seri terbaru. Selain mempublikasikan album-album secara mandiri, Eurobeat Union menjalin kerjasama dengan Avex Records sebagai label pendistribusian. Selain memproduksi rutin seri Euro Bakaichidai, Eurobeat Union bekerja sama dengan salah satu sirkel doujin terbesar, SOUND HOLIC untuk menciptakan kompilasi album eurobeat lainnya yang diberi nama eurobeat holic yang dirilis melalui SOUND HOLIC.
Baca Juga : Inilah Musik Yang Menggemaskan Sekaligus Mengerikan