Great Mercenary – First Story of a Young Mercenary & Magical Tree – Review
Dalam album debutnya, Great Mercenary menyajikan perjalanan kisah fantasi yang dibalut dalam kilauan-kilauan suara synth yang dimanifestasikan ke dalam bentuk musik dungeon synth.
Meskipun dungeon synth terkesan segmented, karena mayoritas musiknya menggunakan abad pertengahan Eropa dan kisah Tolkien sebagai latar nuansa dan konsep utama. Namun nyatanya kemunculan dungeon synth tersebar di luar wilayah benua Eropa dengan radius jarak yang jauh. Akerius, Cerdes, Azar mendistribusikan kultur musik dungeon synth di benua Afrika. DIM, Pazuzu, Dungeontroll, dan Erythrite Throne menyebarkan kisah-kisah fantasi Tolkien pada dataran Canada dan sekitarnya.
Sementara di Indoneisa perlahan namun pasti pergerakan skena dungeon synth di sini mulai menunjukan gelagat positif. Kemunculan sejumlah proyek dungeon synth lokal, telah menumbuhkan bibit antusiasme pecinta musik di Indonesia, untuk melirik ke dalam mengenai seluk-beluk musik ini. Great Merchenary adalah salah satu dari sekian proyek dungeon synth yang mengantongi identitas asli Indonesia.
Proyek dungeon synth asal Sukabumi ini, memulai kiprahnya dengan merilis sebuah demo bertajuk “The Beginning” Maret lalu. Tidak membiarkan kreatifitasnya tersumbat lebih lama dalam imajinasi dan pikiran, Great Mercenary merilis debut albumnya pada penghujung bulan quartal pertama tahun ini. “First Story of a Young Mercenary & Magical Tree” tidak hanya menyajikan tumpukan lagu instrumental yang kental dengan nuansa fantasi dan nostalgia. Sang konseptor turut menyisipkan storyline yang kuat, untuk membekali setiap musiknya dalam melakukan perjalan spiritualnya masing-masing.
Pada catatan dokumen pdf-nya, album ini menceritakan kisah petualangan seorang pemuda yang diperintahkan ayahnya untuk mencari jati diri. Kemudian dia bergabung bersama regu tentara kerajaan dan ditugaskan untuk menumpas sang penyihir. Konflik dimulai ketika pertarungan antara regu tentara dan penyihir menyisakan jiwa-jiwa sekarat dari kubu tentara. Namun sebelum mati, sang ketua tentara berhasil mengalahkan penyihir dengan pedangnya. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya dia berpesan pada pemuda tersebut untuk segera memberitakan kemenangan ini pada raja.
Dalam keadaan sekarat pemuda itu mengarungi perjalanan pulang. Di tengah perjalanan dia beristirahat sejenak di bawah sebuah pohon besar yang tidak sangka merupakan pohon ajaib. Pohon tersebut menyembuhkan pemuda tersebut sembari memberikan sebuah pedang yang sebelumnya digunakan untuk membunuh penyihir. Pemuda tersebut menceritakan semua kisahnya pada raja. Akhirnya sang raja memberi penghormatan pada pasukan yang gugur dan kisah pemuda tersebut menjadi legenda.
Saya rasa penjabaran cerita secara garis besar maupun catatan-catatan kecil yang terurai dalam setiap lagu, cukup memberikan gambaran spesifik. Pendengar lebih diarahkan untuk membuat imajinasi-imajinasi sesuai cerita, dibanding terlalu sibuk menerka-nerka peristiwa dan maksud dari keseluruhan alur. Dengan kata lain, ini sangat bagus untuk dijadikan acuan bagi setiap pendengar dalam mencodongkan fokusnya lebih kepada musikalitas dan instrument dibanding pada konsep.
Baca Juga : Mengapa Stormkeep Begitu Populer?
Namun dengan pembatasan konsep seperti ini, harusnya Great Mercenary lebih piawai dalam menggambarkan setiap situasi dan kondisi pada setiap lagunya agar sesuai dengan kisahnya. Namun sayangnya album ini kurang berhasil dalam merealisaskan dan menerjemahkan setiap potongan kisah-kisah cerita ke dalam instrument. Saya merasa beberapa lagu terkesan memiliki emoisonal state yang statis, dan ini cukup kontras dengan kisah yang sedang terjadi.
Saya tidak berkata sepenuhnya bahwa album ini kehilangan sentuhan dalam melampiaskan emosi dan nuansa sesuai cerita. Faktanya menurut beberapa catatan personal setidaknya ada beberapa lagu yang mengeluarkan keakuratan nuansa musik yang dibangun secara instrumental dengan bagian cerita yang disampaikan. Seperti pada lagu pembuka “A Message in the box” yang memiliki tekstur dan aura musik lebih ambisius. Mengisyaratkan bahwa pesan dalam peti tersebut menghasilkan getaran emosional begitu kuat dan bergairah.
Beranjak pada lagu ke-5, “The Dying Old Soldier” datang dengan melodi-melodi murung yang keluar dari synth. Melodi-melodi tersebut dimainkan dengan sustain berkepanjangan, sehingga mampu menghasilkan perasaan lebih tragis, teriris-iris, serta sentuhan dentingan keyboard mendjadi pelengkap untuk suasana duka dalam lagu ini. “Herb From Magical Tree” dikemas dalam tekstur lebih dreamy, tempo lebih mengalun & iringan keyboard lebih tenang. Setup instrument sangat cocok dalam menggambarkan kondisi pemulihan sang pemuda. Seolah memberikan energy baru yang lebih bersinar dan saya rasa lagu ini memang menampilkan aura paling bersinar di antara jajaran lagu lainnya.
Saya paham tidak begitu banyak timbre yang terlibat di sini, karena konsep minimalis dungeon synth seperti ini memang banyak diterapkan. Tentu saja ini bukan menjadi penghalang bagi Great Mercenary dalam berkreasi dengan tekstur, serta warna melodi. Tetapi saya merasa bagian ke-2 album jauh lebih menarik. Di sana lebih banyak kombinasi tekstur dan nuansa yang bermain. Sedangkan dalam bagian pertama saya merasa tidak terlalu banyak menampilkan pengenalan musikalitas secara antusias.
Setelah mencermati secara berkala, saya merasa bahwa lagu “Sword Shine” harusnya ditukar dengan lagu “Young Mercenaries” secara judul. Lagu “Sword Shine” asli lebih menampilkan aura gelap, memiliki kecocokan untuk refleksi diri pada sang pemuda yang baru menerima realita sebagai tentara dengan masa depan penuh misteri. Sebaliknya lagu asli “Young Mercenary” memiliki suara synth yang lebih menyala terang dan berkilau dan saya rasa cocok dalam impersonate sebagai cahaya kilauan pedang.
Tetapi harus diakui kualitas produksi Great Mercenary untuk ruang lingkup minimal dungeon synth menampilkan kualitas top notch. Setiap instrumen terdengar jernih, tidak ada kesan-kesan lo-fi, dan kontras setiap warna tone begitu ketara.
Kembali pada segi urutan cerita, saya merasa ada bagian terlewat di sini. “Bonfire & Magical Power” mengisahkan peristiwa penyebab perang, ketika penyihir menyerang regu tentara secara mendadak. Sementara lagu berikutnya, “The Dying Old Soldier” mengisahkan peristiwa pasca peperangan. Dengan kata lain tidak ada lagu yang mewakili bagaimana saat situasi perang sengit sedang berlangsung.
Bagi saya ini merupakan kehilangan besar dan berupa potongan krusial, karena “menghilangkan” bagian ini sama saja menghilangkan puncak konflik dan solusi konflik secara bersamaan. Tentunya ini juga berpengaruh pada musikalitas, karena jika bagian tersebut hadir Great Mercenary bisa saja menyiapkan setup instrumen lebih epic, heroik, dan megah untuk menggambarkan peristiwa peperangan tersebut.
Secara disengaja atau tidak, adanya ketidaksesuaian akhir cerita dari paparan garis besar kisah dengan apa yang disajikan dalam bentuk lagu. Dalam cerita asli, kisah pemuda tersebut berakhir menjadi sebagai legenda. Sementara dalam “Quiet….Silent….Psuedo” yang menjadi lagu terakhir malah menghadirkan akhiran anti-klimaks dan terkesan memiliki ending lebih suram. Semuanya tergambar dengan jelas dalam lolongan suara synth bernada gloomy, bagian dreamy pada tekstur direduksi lebih dalam kali ini. Sehingga lagu hanya meninggalkan pertanyaan-pertanyaan reflektif dari pemuda tersebut mengenai arti dari semua yang telah dilaluinya.
Saya juga mempertanyakan fungsionalitas dari seorang pemuda selaku karakter utama dalam album ini. Penggambaran peranannya sebagai tokoh utama tidak begitu menonjol. Saya justru melihat sang pemimpin regu lah yang seharusnya menjadi karakter utama, karena dialah yang menyelesaikan konflik. Saya merasa pemuda tersebut datang dengan sifat lebih licik, karena dirinya yang mengambil kredit kepahlawanan dan gelar sebagai legenda atas penderitaan rekan-rekannya.
Sedangkan rekan-rekannya termasuk sang pemimpin hanya dihormati sebagai pahalwan yang gugur dalam medan pertempuran. Apakah ini seperti memberi persepsi bahwa pada dasarnya manusia suka mengambil keuntungan atas usaha orang lain atau murni kesalahan framing pada penokohan, saya tidak tahu menahu motif dibaliknya.
Sejauh ini Great Mercenary mampu menampilkan komposisi minimalis dungeon synth cukup segar. Tidak hanya meramu nuansa dan alunan melodi comfy di sana, tetapi ada warna-warna tersendiri yang dapat membuka celah untuk membawa nuansa lebih serius dan reflektif. Tone synth terdengar organik dan tidak memiliki kesan midi-style. Bukan berati dungeon synth dengan orientasi suara midi buruk, tetapi yang ingin saya tekankan ini menunjukan bahwa Great Mercenary setidaknya ada itikad baik untuk terdengar unik, dan memperhatikan aspek warna tone pada synth lebih jeli.
Baca Juga : 10 Album Dungeon Synth Edisi Juni 2022