Deap Vally – Garage Rock Melawan Seksisme Dengan Kebisingan
“Band garage rock asal California, Deap Vally melepaskan ep terbarunya pada November lalu. Ep yang berjuluk ‘Marriage’ ini mengandung 12 lagu yang penuh dengan agresi musik garage rock yang energik dan menyenangkan.“
Era sekarang ini mencari band-band non-mainstream dan indie jauh lebih effisien dan mudah. Anda tinggal pergi ke platform streaming online manapun, lalu ketik genre musik yang ingin didengarkan dalam mesin pencarian dan voila dalam hitungan detik puluhan band sudah menanti untuk didengarkan. Proses itu juga yang saya alami ketika pertama kali berkenalan dengan Deap Vally, band garage rock asal California.
Kita tahu semenjak The Strokes, The Hives. Dan The White Stripes meraih puncak kesuksesannya pada awal hingga pertengahan dekade 2000’an, garage rock dalam industri musik mainstream goyah dan lenyap seketika. Garage Rock seperti dilucuti dan ditelanjangi dari kultur musik arus utama. Namun hadirnya Deap Vally dan sederet revivalist garage rock menandakan bahwa genre ini belum punah dan masih terdengar energik seperti dulu.
Terbentuk pada 2011, Deap Vally terdiri dari Lindsey Troy (Gitar, Vokal) & Julie Edwards (Drum, Vokal). Awal perjalanan karir mereka terbilang menjanjikan, album perdana mereka ‘Sistrionix’ dilepas pada 2013 lalu, oleh label mayor. Alih-alih menjadi mimpi dan primadona bagi setiap band amatir, dikontraknya mereka bersama label mayor justru mendatangkan bencana bagi kedua wanita tersebut.
Troy dan Edwars merasa pihak label terlalu banyak campur tangan dan mengintervensi visi bermusik mereka, sehingga mereka engga bisa sepenuhnya menuangkan kreatifitas bermusiknya. Belum lagi perlakuan seksisme yang mereka dapatkan dari berbagai pihak industri musik, membuat mereka berpikir engga lagi-lagi deh, bekerja bersama label mayor kalau caranya begini.
Positifnya, pengalaman pahit yang mereka alami justru dijadikan kekuatan dan senjata utama mereka dalam menulis lirik-lirik lagu Deap Vally terutama pada album ‘Femijism’. Format musik garage rock minimalis lengkap dengan alunan riff berdistorsi mentah, ketukan beat drum sederhana, dan lengkingan vokal energik ditunggangi oleh mereka untuk menyebarkan pesan-pesan kesetaraan gender dan melawan perlakuan seksisme.
Ditambah fakta bahwa keduanya sudah berusia matang yakni 30 tahunan dan statusnya sudah menjadi seorang ibu, opini mereka menjadi terdengar lebih bijak, matang, dan berdasar, berbanding lurus dengan pengalaman hidupnya yang segudang. Lirik-lirik mereka tidak berisi bualan omong kosong belaka seperti para SJW Twitter yang ocehannya justru mendatangkan keresahan dibanding opini solutif. Perlawanan mereka sudah dimulai, bahkan sebelum tagar #Metoo mulai viral di medsos pada akhir 2017.
Baca Juga : Maggot Heart Ketika Band Rock Terkadang Bisa Lebih Gelap Dari Metal
Deap Vally juga sempat dikecam bahwa musik mereka yang rock-riff oriented, dan sebagai mesin penghasil nuansa retro dicap sebagai peniru dari The Flaming Lips. Dibanding sibuk menepis rumor miring itu, kedua band tersebut malah berkolaborasi, dan bikin projek bareng bernama Deap Lips. Semenjak saat itu, sepertinya duo Troy dan Edwards jadi ketagihan bikin album dan materi berformat kolaborasi.
Ga heran kalau ep terbaru mereka, ‘Marriage’ yang dilepas November 2021 lalu, mendatangkan sejumlah musisi tamu. KT Tunstall, Jennie Vee (Eagles of Death Metal), dan Jenny Lee Lindberg (Warpaint) turut menjadi kontributor yang meramaikan ep terbaru ini. Untuk album ini, Troy dan Edwards mengesampingkan dulu lirik bertematik perlawanan, sebagai gantinya mereka lebih nyeritain tentang kehidupan ngeband mereka yang kalo boleh diibaratkan seperti sebuah ikatan pernikahan.
Meski masih ngandelin formula simplistic dan minimalis garage rock umumnya, tapi album ini cukup bikin Deap Vally eksplor musiknya lebih luas lagi. Riff-riff bluesy hard rock era 70’an yang bertabrakan dengan elemen proto-punk dan alternatif rock 90’an menjadi tumpuan alur dari keseluruhan album. Riff-riff yang keluar dari Fender Mustang Sally 70’an milik Troy menghasilkan aroma kuat musik psych-stoner, karena saking kuatnya efek fuzz yang dipake.
Jadinya sektor riff ga cuman ngasilin gumpalan distorsi bising, tapi juga banyak mengandung bagian-bagian groovy renyah untuk membuat kepala bersenam ria (baca : headbang). Tapi dengan bikin musik yang lebih sedikit berbeda dari biasanya, bukan berati mereka kehilangan skill buat bikin lagu memorable dan catchy. Coba aja simak lagu ‘Phoenix’, ‘I’m The Master’, dan ‘Look Away’ yang dijamin bakal nyangkut dikepala dalam beberapa saat ke depan.
Meskipun ‘Marriage’ tidak menyertakan sisi perlawanan Deap Vally dari segi lirik, setidaknya mereka masih melakukan perlawanan dalam tindakan konkrit, yaitu membuat materi musik rock dengan komposisi solid dan berkarakter.
Deap Vally Bandcamp | Deap Vally Spotify | Deap Vally Apple Music | Deap Vally Tidal | Deap Vally Deezer
Baca Juga : Sodom – Thrash Metal, Kota Terlaknat, & Perang Vietnam