Daemonia Nymphe – Representasi Dewa-Dewi Musik Yunani Abad Ini
“Dalam album studio ke-7 nya, Daemonia Nymphe menuturkan kisah kepercayaan Weigh of Soul melalui re-interpretasi musik folk Yunani kuno yang dipadukan dengan sentuhan musik kontemporer.”
Daemonia Nymphe merupakan representasi dari kolektif yang mencoba menghidupkan kembali seni musik abad keemasan Yunani. Bukan dalam bentuk literal, dikarenakan terdapat bauran elemen musik bersifat kontemporer yang direkatkan di sana. Mayoritas dari hasil etos mereka sejak 2002, ditangguhkan sebagai re-interpretasi terhadap puisi Sappho yang berisikan mengenai keagungan Zeus dan keserbatahuan dewi Hekate. Sekaligus sebagai sebuah wujud pembangkit minat linguistik Homeric dan meluhurkan nilai filosofis kepercayaan Yunani kuno, Orphisme.
Tetapi berkaca pada minat artistik mereka dalam catatan ke-7, “Psychostasia” yang dirilis 2013 lalu, Ini bagaikan sebuah cabang sungai yang baru terbentuk. Kali ini Daemonia Nymphe menitikberatkan hal lebih spesifik mengenai konsep Weighing of Soul yang merupakan salah satu konsep kepercayaan yang muncul dan digunakan pada zaman Mesir kuno dan kekristenan abad pertengahan. Setelah seseorang meninggal, hati ditimbang dengan bulu Maat selaku simbolis dari dewi kebenaran dan keadilan. Dalam kepercayaan Mesir, timbangan diawasi oleh Anubis dan hasilnya dicatat oleh Thoth. Sementara kekristenan abad pertengahan meyakini ini sebagai hari penghakiman, dimana Michael selaku malaikat tertinggi sebagai pencatat.

Patut diketahui bahwa kerekatan mereka terhadap seni musik folk, neoclassical tidak disokong oleh pertunjukan penuh ansambel orkes simfoni. Namun tidak terbesit sedikitpun dalam pemikiran bahwa mereka mencoba mengambil jalan pintas dengan pemanfaatan elemen keyboard, yang terkesan seperti sebuah bentuk kemegahan semu. Demi menjaga kekhasan dan mempertahankan kesan otentik terhadap budaya musik tradisional Yunani, mereka tetap berprinsip untuk merangkai ritmis dan melodi menggunakan alat-alat konvensional semacam kithara, pandoura, askaulos, keras, dan lyra.
Tetapi mereka juga tersadar akan kenaifan, dan tidak terlalu terkurung oleh pandangan-pandangan konservatif dalam hal pengeksekusian. Cara yang ditempuh merupakan sebuah rekonstruksi arsitektur musik dengan penambahan ornamen-ornamen alat musik modern yang dirasa memiliki fungsi selaras seperti gitar, cello, dan drum. Ketegangan dan ketenangan, kebaikan dan kejahatan, keburukan dan keindahan semuanya menjadi satu nafas dalam memperagakan intensitas nuansa keseluruhan album.
Dalam beberapa momen ini seperti sebuah tembang-tembang sukacita yang mampu membuat lutut bertekuk, memejamkan mata, dan ikhlas menerima uluran kasih hangat dewa-dewi anggun dan keramahan alam bagaikan surga. Semuanya dilukiskan oleh mimik vokal merdu yang bersinar, melodi instrumentasi nan elok, menyejukan, dan sumringah. Sementara anda juga berhak untuk merasakan ketegangan dan wajah pucat pasi, ketika ritme tiba-tiba mengalami percepatan, tensi meninggi, melodi romantis tergantikan oleh aura tragis yang mengintimidasi, serta daya vokal yang berubah menjadi lebih meratap. Tanda ketika cawan berisi hukum kekal telah ditumpahkan di atas kepala.
Baca Juga : Traum’er leben – Dualisme Yang Tak Pernah Usai