Black Metal – Sebuah Panduan Praktis Menuju Kehancuran – Eps 1
Black metal masih menjadi stigma bagi sebagian orang. Selayaknya hip-hop yang terus melakukan pemujaan terhadap hal-hal berbau “sex, drug & violence”, black metal turut menciptakan standarisasi serupa untuk menciptakan sebuah karakteristik tersendiri. “war, death, & satan” sudah menjadi konsep tritunggal black metal sejak lama yang diekspresikan ke dalam bentuk seni dadaisme. Pada dasarnya ketika musisi black metal mengekspresikan diri melalui ledakan dahsyat dentuman drum, alunan nada kematian dari sayatan gitar, serta vokal bersuara parau – Orang-orang menilai bahwa ini merupakan sebuah upaya persuasif dalam mempromosikan suatu ketidakwajaran.
Tidak heran black metal seringkali mengalami jejak historis berupa penolakan, karena apa yang diutarakan dan sajikan “terlihat” seperti sebuah perilaku kontra-sosial bagi masyarakat umum. Padahal hal tersebut tidaklah demikian, saya berpendapat bahwa black metal hanya sekedar bertujuan menyoroti sebuah perspektif berbeda dari apa yang orang-orang belum sadari dan lihat. Selayaknya menonton sebuah film perang, apa jadinya bila film tersebut hanya menyoroti peran serta adegan dari pihak protagonis. Sedangkan anda sama sekali tidak mendapatkan informasi dan catatan apapun mengenai pihak antagonis. Rasanya anda hanya akan mendapatkan gambaran film sepotong dan alur cerita menjadi tidak jelas.
Namun seiring berjalannya waktu, ideologi dan filosofis black metal berkembang menjadi lebih fleksibel. Mereka seolah “mengkhianati” konsep tritunggal awal, dan bergerak ke luar untuk membahas tema-tema lebih luas. Singkatnya secara nilai dan filosofi, beberapa golongan musisi black metal menyebrang menuju ke ranah yang lebih memiliki pemahaman realisme. Mereka mampu menciptakan penggambaran karakter, permasalahan, serta nuansa lebih nyata. Sudah tidak terhitung banyaknya band yang mengangkat kisah serta peristiwa berdasarkan nilai dan keakuratan historis secara faktual.

Tetapi penolakan black metal tidak berhenti sampai di sana. Karena selain daripada ideologi, stigma buruk terhadap black metal muncul pada bentuk dan struktur musiknya sendiri. Abrasif, minimalis, serta tingkat kebisingan yang melewati tingkatan desibel musik pada umumnya membuat orang enggan berlama-lama terjebak dalam himpitan distorsi black metal. Untuk itulah artikel ini dibuat, yaitu membeberkan celah-celah yang dapat dimasuki bagi mereka yang penasaran terhadap jenis musik satu ini.
Saya tidak menjamin album-album di bawah dapat mempermudah kalian dalam mencerna black metal atau mendatangkan banyak penggemar baru ke dalam skena black metal seperti Metallica yang mendapat banyak penggemar dalam waktu sekejap, ketika “Master of Puppets” menjadi soundtrack film Stranger Things. Tetapi setidaknya daftar ini bisa menjadi navigasi untuk menuntun anda mulai menelusuri black metal.
Di luaran sana memang sudah banyak artikel atau list yang memberitahu bagaimana caranya menumbuhkan rasa suka pertama kali terhadap musik black metal. Tetapi saya melihat kebanyakan artikel terlalu terpaku untuk merekomendasikan album-album berdasarkan perspektif sejarah dan mengorbankan tingkat kenikmatan. Maka dari itu saya membuat list yang lebih menitikberatkan pada tingkat kenikmatan dibandingkan sejarah, dimana secara tidak langsung hal ini juga dapat memberikan panggung bagi band-band black metal anyar agar namanya masuk dalam daftar.
Ovader – Wotankult

Meski datang dari band yang tergolong underground, tetapi album ini mampu menghadirkan musik black metal yang sangat mudah dicerna. Band asal Bulgaria ini memadukan esensi dan keangkeran musik black metal dengan kocokan riff tradisional heavy metal, petikan akustik gitar, dan melodi-melodi sarat bernuansa folk-ish. Mungkin sudah banyak beredar band black metal di luaran sana yang memainkan konsep serupa. Tetapi tidak banyak dari mereka yang mampu menaikkan tingkatannya menjadi sebuah karya catchy, memorable, dan outstanding. Ovader berhasil melewati semua keraguan itu dan menghasilkan 8 lagu dengan komposisi yang begitu matang.
“Wotankult” merepresentasikan bagaimana suara daripada folk metal seharusnya. Sarat dengan tema-tema paganisme nordik, Ovader mampu mempertahankan level musikalitasnya agar terus berada dalam koridor black metal tanpa terlalu melipir jauh pada elemen musik non-metal. Tanpa mengumbar blast-beat dan kecepatan secara berlebihan, album ini memberikan bukti bahwa mereka masih sanggup menghasilkan materi ambisius. Saya tidak dapat mengabaikan begitu saja mengenai kualitas produksi dari album ini. Dipoles dengan begitu rapi, jernih, namun sama sekali tidak menghilangkan unsur dan esensi retro metal.
Yovel – Forthcoming Humanity

Setiap kali saya pergi mengunjungi situs-situs untuk mencari band black metal asal Yunani, semuanya selalu berakhir dengan sukacita. Dibalik kacaunya situasi politik, sosial serta perekonomian negara, siapa sangka hingga sekarang Yunani masih konsisten dalam melahirkan band-band black metal berpotensi, salah satunya adalah Yovel. Sejauh ini band asal Athena tersebut sudah merampungkan 2 album penuh. “Forthcoming Humanity” merupakan sebuah album konseptual yang diambil dari karya puisi seorang tokoh revolusioner Tasos Leivaditis. Sebuah puisi yang sekaligus menjadi catatan berdarah mengenai peristiwa tragis perang saudara Yunani yang menghancurkan aliansi sayap kiri terutama ideologi komunis dan demokrat.
Yovel menarasikan kepedihan yang dialami oleh para leluhurnya dengan komposisi musik sentimentil dan juga memaparkan kemarahan disaat bersamaan. Sekitar 70% aransemen musik lebih banyak dipenuhi dengan dentingan akustik gitar, potongan-potongan suara sampling pidato, serta senandung vokal wanita yang mampu membangkitkan kenangan lama menyakitkan. Kualitas produksi suaranya begitu jernih, saya rasa mereka mencoba untuk mengambil pendekatan produksi bergaya musik folk, post-rock atau classical dibanding terlalu banyak bermain dengan efek-efek bising. Ada saatnya mereka mengeluarkan amarah begitu lepas, ketika terbesit bayangan betapa menderitanya para leluhur mereka. Tetapi porsinya lebih terkontrol, dan dengan cepat amarah segera dinetralkan oleh bagian-bagian musik lebih catchy dan melodik.
Dark Funeral – Where Shadows Forever Reign

Setelah 23 tahun berkarir, akhirnya Dark Funeral merilis sebuah album aksesibel dan tergolong mudah dicerna bagi awam sekalipun. “Where Shadows Forever Reign” sendiri merupakan album studio ke-6 dari band black metal asal Stockholm, Swedia tersebut. Sebuah album yang dirasa pas, untuk mencoba mendalami core atau elemen inti musik black metal, tanpa harus membuat kuping anda pengang dan terkena iritasi akibat suara-suara lo-fi, dan noisy berlebihan seperti pada rekaman-rekaman tradisional black metal pada umumnya. Lord Ahriman dan kolega lebih menurunkan tensinya kali ini, bermain dengan orientasi mid-paced, serta riff-riff nampaknya tidak ragu untuk melemparkan melodi-melodi murung yang memiliki pergerakan lebih mengalun. Tentunya ide-ide brilian dari keseluruhan album sangat terbantu dengan kecemerlangan kualitas produksi secara keseluruhan.
Setiap instrumen mencapai tingkat clarity begitu menohok, selayaknya anda masuk pada sebuah gua dan mendengar tetesan air dari sana dengan begitu jelas. Gebukan drum Dominator masih mampu menampilkan antusiasme dan ledakan begitu intens tanpa harus mengorbankan kejernihan. Satu hal paling vital dalam album ini adalah bagaimana mereka mampu memanfaatkan sumber daya terbatas untuk menciptakan atmosfir dan nuansa lebih nyata. Tanpa banyak melibatkan lebih jauh potongan sampling dan alat instrumen additional lainnya, mereka mampu memvisualisasikan panorama malam mencekam, penggambaran suasana altar horror, dan kisah-kisah okulistik hanya melalui instrumentasi konvensional dan pekikan vocal mr.Heljarmadr.
Лютомысл – ECCE Homo

Sejak black metal kehadiran sejumlah pria berkerudung misterius asal Polandia (Baca : Mgla dan Batushka), keduanya mampu menjadi standar dan tolak ukur baru. Musik-musik black metal dengan karakteristik yang lebih menonjolkan sisi melodi, dan nuansa kelam lebih banyak digandrungi. Tidak heran banyak band-band yang meniru kedua band tersebut baik dari segi gimmick maupun output sound, hingga menghasilkan istilah-istilah tidak lazim seperti mglacore atau batushkacore. Saya tidak serta-merta menunding bahwa Лютомысл one-man black metal asal Ukraina ini menunggangi pamor kedua scenster Polandia tersebut.
Namun saya hanya merefleksikan pandangan bahwa album “ECCE HOMO” ini seperti memiliki karakteristik suara melodius selayaknya band melodic black kontemporer sejenis Mgla dan kerabat-kerabatnya. Tetapi saya berani bertaruh album ini memiliki tingkat dinamis jauh lebih tinggi, dimana mereka lebih banyak merubah arah tempo musik lebih radikal, berani menyisipkan aransemen dengan bagian cleany gitar dan akustik, serta bagian riff lebih leluasa bergerak dalam menunjukan pola-pola melodi berbeda. Tingkat kebisingan setidaknya masih ditolerir yang diimbangi oleh kepiawaian mereka dalam menonjolkan irama dan melodi kelam penggugah selera. Raungan vokal yang terlalu kering, mungkin terdengar mengganggu awalnya. Tetapi semakin ditelaah anda akan menyadari alasan logis bahwa corak vokal seperti itu cocok dalam merepresentasikan sosok manusia yang dipenuhi rasa sakit dan luka.
Hirilorn – Legends of Evil and Eternal Death

Salah satu band underrated medium 90’an yang justru dihuni oleh wajah-wajah penting dalam scenester black metal Prancis. 3 punggawa Deathspell Omega, termasuk Christian Bouche (lead gitaris Deathspell Omega) mengawali karirnya dalam Hirilorn. Tidak mengherankan mengapa kehadiran mereka tidak begitu terdeteksi, karena masa bakti band ini tergolong singkat. Mereka hanya menghabiskan waktu 5 tahun secara kolektif untuk membacakan mantra-mantra okultisme, menguak literatur satanisme, dan merangkumnya ke dalam nada, distorsi, serta kemarahan. Tetapi album semata wayang mereka, “Legends of Evil and Eternal Death” tidak hanya menjadi kitab okultisme kuno yang sakti mandraguna. Album ini mampu menyihir orang-orang untuk turut merasakan pengalaman supranatural yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.
Secara keseluruhan Hirilorn menampilkan 4 lagu dengan masing-masing durasi di atas 10 menit ditambah sepotong lagu outro berdurasi 4 detik. Hirilorn membuktikan band black metal juga begitu piawai dalam meracik melodi-melodi anthemic, catchy, dan indah di waktu bersamaan. Untuk seukuran musik black metal pada periode 90’an, Hirilorn mampu menekan peranan melodi, dan transisi musik yang jauh lebih sophisticated dan progresif. Mereka begitu cekatan dalam merangkai lick demi lick gitar untuk menjadi serangkaian melodi yang menumbuhkan unsur heroik, epik, dan juga membakar semangat lebih membara. Rasanya mereka seperti memadukan musik ala Abigor, Rotting Christ, dan Iron Maiden dalam satu waktu.
Adakalanya mereka bermain dalam ledakan blast-beat berapi-api, jeritan amarah vokal, tetapi itu tidak membuat mereka sama sekali kehilangan arah. Melihat periode kemunculan album ini di tahun 1998, sudah sepantasnya album ini masuk ke dalam kategori classic melodic black metal album. Mereka memiliki diferensiasi karakter musik, mereka mampu menulis materi-materi solid, dan mereka juga mampu menciptakan lagu-lagu yang hanya memerlukan sekali putar agar setiap orang merasakan jiwa dan emosi daripada album ini.
Baca Juga : 13 Penerus Norwegian Black Metal Saat Ini
The Committee – Utopian Deception

Menurut berita yang beredar, kuintet black metal ini memiliki anggota-anggota yang tersebar di negara-negara berbeda. Namun hal tersebut sama sekali tidak menghalangi mereka untuk bergabung dalam sebuah legion black metal yang gemar menarasikan teori konspirasi dan peristiwa-peristiwa peperangan dibumbui oleh unsur karya fiksi. Selain daripada konsep lirik mereka jauh dari muatan-muatan keyakinan simbolis, mereka mendeklarasikan pada media secara gamblang bahwa mereka tidak terikat oleh fraksi politik manapun. Sehingga tidak ada alasan untuk menolak mereka hanya dikarenakan memiliki perbedaan pemahaman dan ideologi.
Sementara beranjak pada sisi musikalitas, The Committee menawarkan pendekatan musik yang lebih banyak didominasi instrumen. Mereka seringkali memasukkan 2 bagian instrumen sekaligus tanpa melibatkan departemen vokal. Tentunya ini menjadikan album ini semakin mudah dihayati, karena mereka memforsir elemen-elemen melodius lebih banyak untuk merayap pada aransemen utama musik mereka. “Utopian Deception” mungkin tidak memiliki persediaan lagu dengan aransemen memorable, tetapi setiap kali memutar keseluruhan album The Committee tidak pernah gagal dalam menunjukkan impresi positif. Sangat piawai dalam merangkai nada-nada minor menjadi hembusan melodi yang menusuk. Sejauh ini The Committee sudah merampungkan 3 album, tetapi “Utopian Deception” dirasa memiliki tingkat produksi lebih baik dan profesional.
Immortal – At The Heart of Winter

Ok saya tidak ingin list ini dianggap hipster, karena tidak melibatkan satupun album classic black metal. Sekarang mari beranjak pada era keemasan para Viking dengan corak corpse paint pada wajahnya. Nampaknya tidak butuh pengenalan lebih jelas, tentang siapa mereka sebenarnya. Band black metal asal Bergen, Norwegia ini sudah dicap sebagai salah satu pionir sekaligus suksesor dalam skena black metal, tepatnya memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan skena black metal norwegia era 90’an. Saya faham album-album seperti “Pure Holocaust”, “Diabolical Fullmoon Mysticism”, dan “Battles in The North” lebih layak untuk disebut sebagai karya paling mutakhir dari Immortal. Tetapi bagi saya album studio ke-5 mereka ini menawarkan sesuatu yang lebih baik dari segi kemudahan aksebilitas terhadap musik yang mereka utarakan.
Setidaknya ini berangkat dari pengalaman pribadi ketika pertama kali mendengar album ini. Dibandingkan membanjiri bagian riff dengan pendekatan tremolo minimalis, Abbath lebih banyak mengisi riff dengan kocokan gitar trashy, black’n’roll, dan heavy metal lawas. Sehingga mereka lebih banyak memiliki vocabulary untuk mampu meracik pola riff berbeda setiap lagunya. Tidak heran lagu seperti “Solarfall”, “Withstand The Fall Of Time”, dan “Where Dark And Light Don’t Differ” mampu menampilkan beberapa potong riff memorable dalam sejarah black metal. Mereka sering menaburi sekitaran musik dengan elemen akustik gitar sebagai penegasan dalam membangun panorama pegunungan yang diselimuti badai salju.
Rasanya mustahil untuk tidak membicarakan departemen drum pada album ini, karena sejatinya itulah yang menjadi motor dalam memberikan pembeda. Saya sangat menyukai bagaimana suara drum digambar secara reaktif dan bergelombang dalam menanggapi perubahan nuansa dan emosi dalam keseluruhan aransemen musik. Singkatnya, ketika semua album black metal sibuk menggambarkan sosok misterius dari Lucifer dan makhluk daemonology lainnya. Album ini lebih berniat merealisasikan sebuah ancaman nyata alam semesta yang diselimuti badai salju, pegunungan beku, dan hawa dingin dari tiupan angin yang menghunus setiap ruas rusuk.
Kawir – Adrasteia

Saya beranggapan ketika sebuah band menciptakan masterpiece pada awal karirnya, secara tidak langsung mereka tengah menciptakan belenggu dan kutuk. Lihat saja nasib band-band yang merilis album-album jenius di awal karir, menjelang akhir karirnya ketika membuat materi baru, orang-orang masih sibuk membicarakan materi lama mereka dan melontarkan kritikan tajam bahwa apa yang diperbuatnya sekarang sudah tidak menarik lagi. Seolah menjadi sebuah kutuk bahwa mereka tidak dapat lagi melampaui pencapaian masa muda mereka dan melakukan rasionalisasi bahwa masanya sudah habis. Namun hal ini tidak berlaku bagi pasukan black metal asal Yunani ini.
Meskipun sudah berdiri dan aktif sejak 1993, mereka baru mengeluarkan potensi maksimalnya pada sepanjang dekade 10’an. 2 album awal Kawir, dinilai tidak terlalu esensial jika dibandingkan dengan rekan-rekan sejawatnya seperti Rotting Christ, Thou Art Lord, Agatus dan Varathron yang masing-masing menyumbangkan album klasik sebagai tanda historis skena hellenic black metal yang mengesankan. Perlahan namun pasti Kawir mematangkan konsepnya, dan sekarang tampaknya keadaan tengah berbalik.
Selama 26 tahun berkarir, Kawir masih mampu menelurkan album black metal outstanding dan segar lewat “Adrasteia”. Mereka tidak banyak merubah struktur musik, album ini masih didominasi oleh gaya-gaya musik epic heavy metal dan doom metal lawas yang dipadukan bersama dentuman blast-beat dan shrieking vokal. Tetapi Kawir mampu mengubahnya menjadi sebuah pertunjukan seni budaya yang megah dan kolosal. Mereka banyak menampilkan elemen musik folk yunani, lead gitar melodius, serta struktur musik bervariasi yang menepis anggapan bahwa musik tradisional black metal bersifat one-dimensional. Dari dulu hingga sekarang, Kawir masih memegang teguh tema hellenic polytheism (kepercayaan paganisme Yunani) yang dituangkan ke dalam lirik-lirik berbahasa Yunani Kuno. Menjadikan “Adrasteia” tidak hanya sekedar berisi kidung-kidung black metal, tetapi terdapat literatur-literatur komprehensif mengenai kepercayaan paganisme Yunani.
Menhir – Die Ewigen Steine

Pagan black metal mungkin tidak dipandang serius seperti beberapa jenis sub-genre black metal lainnya, tetapi skena ini meninggalkan begitu banyak album-album luar biasa. Salah satu bukti konkritnya adalah album “Die Ewigen Stenie” yang dirilis oleh band pagan black metal berkebangsaan Jerman, Menhir. Dibandingkan menaruh impresi terhadap aransemen musik yang dipenuhi oleh rasa kekacauan dan kebisingan total. Menhir lebih berhasrat untuk menghiasi aransemen musiknya dengan ornamen-ornamen musik bernuansa folk, serta alunan melodius lead gitar yang merefleksikan alunan nada abad pertengahan.
Tidak hanya mengeksploitasi instrumentasi untuk mampu memancarkan nuansa folk-ish, departemen vokal pun turut dirombak. Secara bergantian shrieking vokal dan clean vokal bernada rendah masuk untuk meninggalkan kesan-kesan dramatis. Suara drum lebih banyak menghentak dengan melontarkan semangat berapi-api selayaknya sebuah genderang perang yang tengah dikumandangkan. Saya merasa banyak elemen musik-musik power metal yang lebih bermain dalam sektor drum. Ini bukanlah sebuah album yang berisikan jeritan penderitaan, dan ratapan misantropis. Ini seperti album sarat dengan balutan darah, api, dan kematian yang diproyeksikan ke dalam kisah pertempuran sengit para leluhur. Sebuah album yang dapat dijadikan rujukan utama memulai mendengarkan black metal. Porsi aransemen dengan tendensi melodius lebih banyak di sini, kualitas akhir daripada produksi tergolong bersih dan tidak pedas untuk ukuran album black metal pada jamannya.
Batushka – Litourgiya

Tentunya selain diiringi oleh konflik drama antara sesama punggawa band, Batushka menaruh banyak kontribusi terhadap skena black metal kontemporer. Mulai dari memberikan dampak positif pada skena black metal, dimana berkat aksi panggung teatrikal ber-setup kekristenan orthodox dipadukan bersama kombinasi doomy melodic black metal ritualistik telah memikat begitu banyak pasang telinga untuk membuka diri terhadap black metal. Pun begitu, Batushka berjasa melahirkan “manusia-manusia edgy” yang mencoba untuk terobsesi pada pentagram dan menggambarnya pada buku catatan dan tubuhnya, sembari menghayati setiap bait lirik dan alunan musik mereka (terdengar familiar, bukan?).
Terlepas daripada dan aksi panggung yang mengembalikan black metal pada masa heyday nya yang dipenuhi oleh gimmick misterius nan nyentrik, Batushka mengimbanginya dengan komposisi musik solid. Meski banyak terpengaruh oleh elemen-elemen 2nd wave black metal penuh agresi dan abrasif, tetapi mereka mampu mengembangkan struktur musik agar memiliki transisi lebih luas dan modern. Melakukan limitasi terhadap efek distorsi yang berlebihan dan menukarnya dengan liukan melodi-melodi gitar, membuat rangkaian album terdengar lebih intens dalam memberikan nuansa atmosferik.
Sementara bass menjadi instrumen yang tidak banyak diperhatikan pada dunia black metal secara umum, “Litourgiya” justru memaksimalkan suara dan peranan bass terdengar lebih menonjok dan turut terlibat dalam menyumbang aura musik doomy, misterius, dan ritualistik. Selayaknya menaruh cherry pada puncak es krim, kombinasi dari gloomy choir vokal dan rintihan shrieking vokal menjadi pelengkap sempurna Batushka dalam mengisahkan obsesi mereka terhadap ritual keagamaan kekristenan orthodox.
Baca Juga : Saidan, Black Metal Yang Terobsesi Dengan J-Rock dan Mitos Jepang