13 Penerus Norwegian Black Metal Saat Ini
Norwegian black metal, apa yang terlintas dipikiran ketika mendengar seruan kalimat tersebut? Pembakaran gereja di Norwegia? Pembunuhan Varg Vikernes terhadap Euronymous? Kematian tragis sang vokalis Mayhem, Per Yngve Ohlin? Musik penuh dengan konten bermuatan okultisme? Semuanya memang ada kaitannya dengan Norwegian black metal, tetapi ada sisi lain dalam kisah black metal di sanayang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan.
Media tidak bertanggung jawab di luaran sana dengan seenaknya melakukan framing, bahwa hal negatif sebagai satu-satunya hasil ekspor dalam skena ini. Terlepas dari apapun pandangan politik dan ideology mereka, suka atau tidak para pionir Norwegian black metal memiliki sumbangsih dalam perkembangan skena musik ekstrim cukup signifikan.
Tidak hanya menggenapi sebagai salah satu bagian sub-kultur musik ekstrim yang memfasilitasi para pemikir oposisi melancarkan perlawannanya. Tetapi secara musikalitas Norwegian black metal sudah meninggalkan cetak biru yang begitu dalam, sehingga membawa musik metal ke tingkatan lebih ekstrim.
Mulai tumbuh dan berkembang sekitar akhir 80’an, band seperti Burzum, Darkthrone, Carpathian Forest, Immortal, Mayhem dan Thorns dipercaya sebagai pelopor daripada gerakan musik ini. Riff gitar berdistorsi mentah, vokal serak memekik, gaya produksi lo-fi, serta permainan drum sloopy dan minimalis merupakan karakter utama dari musik Norwegian Black Metal pada awalnya.
Tidak seperti thrash metal, NWOBHM, dan death metal yang menuntut keahlian teknis lebih tinggi dan kejelian kualitas produksi, black metal (pada awalnya)mengesampingkan hal itu semua. Fokusnya tertuju kepada mengalirkan suasana, emosi, dan panorama yang dirasakan si penulis lagu ke dalam bentuk musik yang dapat langsung menyatu dengan narasi lirik saat itu juga.
Norwegia yang dikelilingi dengan kepungan salju, hutan lebat, dan hawa dingin yang menusuk setiap ruas tulang rusuk, telah menjadi inspirasi utama bagi para seniman black metal di sana untuk menggunakannya sebagai lanskap musik yang mereka ciptakan. Dingin, gelap, suram, dan mengerikan tidak ada lagi ruang lainnya yang bisa ditunjukan oleh Norwegian black metal selain daripada itu semua.
Memasuki pertengahan 90’an sekelompok band Norwegian Black Metal seperti Emperor, Dimmu Borgir, Ulver, Arcturus, Windir, dan Enslaved membuka sebuah sudut pandang baru dalam per-black metalan di sana. Trio Windir, Enslaved, dan Ulver menjadikan black metal sebagai sarana pembelajaran budaya dan sejarah bangsa Nordic. Ketiganya, mencoba memadukan black metal dengan berbagai elemen entah itu secara dan entitas lirik maupun musik yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan cerita rakyat bangsa Nordic.
Emperor dan Dimmu Borgir memodifikasi pola dasar musik Norwegian Black Metal yang tercipta sebelumnya menjadi lebih melodius. Penambahan ornamen instrumen berupa keyboard bernuansa orchestral menyulap black metal menjadi sebuah mahakarya megah dan kolosal. Sementara Arcturus bertindak seperti seorang ilmuwan yang sedang meneliti lebih lanjut mengenai fenomena kemunculan musik ini. Hasilnya mereka menciptakan sebuah formulasi black metal revolusioner dengan pendekatan eksperimental dan avant-garde.
Koldbrann, Tsjuder, Sarkom, 1349, Beastcraft, dan DODSENGEL masih tetap menjaga tradisi dan kobaran nyala api obor Norwegian black metal sepanjang dekade 2000’an. Dengan kemarahan berapi-api, dan jiwa yang semakin menghitam mereka mempertunjukkan black metal dengan tingkat kecepatan dan kebisingan yang belum pernah terlihat sebelumnya.
Memasuki dekade 10’an ketika masing-masing Negara semakin memperkuat adegan black metal lokal dan menciptakan kidung misantropis nya sendiri. Apakah Norwegia masih menjadi kuil paling suci bagi para jiwa-jiwa misantropis di seluruh dunia untuk merayakan ritualnya dengan penuh distorsi bising, dan seruan ayat-ayat kegelapan?
Tentunya jawabannya bersifat subjektif, yang jelas adegan black metal di Norwegia tidak akan pernah padam dan terlupakan begitu saja. Kesadaran dari para penerus mengenai betapa pentingnya black metal sebagai kebudayaan terbesar bagi Negaranya, telah menggerakan hati mereka untuk terus melestarikan budaya luhur ini meskipun darah mengalir deras membanjiri pori-pori kulit mereka sekalipun.
Jadi inilah para ksatria Nordic yang terpilih dan dipercaya untuk menjaga nyala api obor Norwegian black metal agar tetap berkobar hingga saat ini.
Djevel
Bagaikan dalam medan pertempuran, Djevel berperan bak seorang jendral berintegritas tinggi yang memiliki sederet pangkat dan memimpin para pasukannya dengan gagah berani. Anggapan tersebut tentunya datang dengan berbagai alasan. Pertama, band yang terbentuk pada tahun 2009 di Oslo ini dihuni oleh nama-nama besar dalam skena Norway black metal.
Kedua, mereka tidak hanya merilis banyak materi. Secara kualitas, serta konsistensi yang ditujukan sangat exceptional. 7 album penuh dirilis dalam rentan 1 dekade, tanpa ada permasalahan berarti dari setiap album yang mereka lepas sudah cukup menunjukan betapa dominannya Djevel dalam kancah Norwegian black metal saat ini.
Saat tulisan ini dibuat, Djevel hanya menyisakan 3 anggota tetap: Faust (drum), Trann Ciekals (Gitar, Vokal), dan Kvitrim (Vokal). Tetapi beberapa nama lainnya seperti Mannevond (Bass, Vokal), Erlend Hjelvik (Vokal), Hjorth (Drum), dan Dirge Rep (Drum) pernah berkontribusi bersama Djevel. Mungkin Djevel adalah satu dari sekian banyaknya band Norwegian Black Metal yang dapat menampilkan perbedaan signifikan pada setiap albumnya, namun tanpa sedikitpun melenceng dari pakem yang sudah ditetapkan.
Terkadang mereka mampu merancang kidung-kidung black metal sejuk, dengan taburan-taburan melodi indah, tarikan clean Vokal, dan petikan akustik gitar yang justru lebih cocok dinikmati pada saat acara api unggun. Tetapi pada sisi lainnya, mereka disusupi dengan ide-ide jahat yang diterjemahkan ke dalam manifestasi kinerja vokal mengerikan, riff yang menerobos dengan melodi-melodi jahat, serta dentuman drum yang memberikan siksaan tanpa ampun. Apa yang mereka tampilkan layaknya sebuah replikasi miniatur kondisi Neraka yang penuh dengan jeritan, tangis, dan kertakan gigi.
Fjosnisse
Konsep one-man band sepertinya bukanlah sesuatu yang mengejutkan lagi, terutama dalam ranah black metal. Apalagi jika melihat hampir sebagian besar list ini dihuni oleh para band yang hanya dimotori oleh sang konseptor tunggal. Fjosnisse pun demikian, band ini didirikan oleh Andres Vada pada tahun 2019 di Trondelag, Norwegia. 4 album sudah dirampungkan oleh Fjosnisse termasuk rilisan terakhirnya, ‘Fjord og Fjeld’ yang dirilis belum lama ini.
Lewat musikalitas yang ditampilkan Andres, sudah jelas bahwa dirinya membawa Fjosnisse pada posisi band yang mencoba membangkitkan kembali gairah black metal Norway 90’an. Pendekatan minimalis dengan gaya produksi lo-fi dan raw menjadi senjata utama Fjosnisse untuk menjelaskan keadaan emosi yang dirudung dengan kegelapan dan kebencian.
Gjendod
Band pendatang asal Tondelag, Norway ini menarik perhatian ketika albumnya berjudul ‘Krigsdoger’ banyak dibagikan di grup facebook black metal. K (Gitar, bass)danKK (vokal, drum) mendirikan Gjendod pada tahun 2015 dan baru merilis demo perdananya, setahun kemudian. Gjendod masih mempertahankan tradisi Norwegian black metal dengan baik. Menyebarkan ayat-ayat paganisme, dan perlawanan terhadap kekristenan yang dibalut dengan rasa dendam dan kebencian menyeluruh. Mereka mengamini sebuah prinsip bahwa yang kuatlah, yang akan menguasai kehidupan di dunia ini.
Visi besar Gjendod diimbangi dengan realisasi besar pula. Mereka merupakan tipikal band black metal yang dapat melakukan apa saja yang mereka inginkan. Di satu sisi, mereka menghunus anda dengan riff-riff dan blast-beat berkecapatan tinggi dan terus menjaga agar berada dalam tempo secepat mungkin. Tetapi di lain sisi, Gjendod mampu memanipulasi permainan musik mereka menjadi terdengar lebih atmosferik seperti merasakan sebuah konsep penyatuan dengan alam. Sejauh ini, mereka sudah melemparkan 4 full-length yang berisi nilai-nilai tradisi dan keaslian dari musik Norwegian black metal.
Hovmod
Ond (Drums) dan Kleven (Vokal, Gitar, Bass) sepertinya sudah ditakdirkan untuk selalu bersama dalam menyebarkan pemahaman mengenai filosofi gelapnya pada dunia. Keduanya sempat beberapa kali bergabung pada band yang sama. Djevenkult dan Liktjern adalah 2 tempat singgah sementara mereka, sebelum keduanya memutuskan untuk membentuk band sendiri, bernama Hovmod pada 2013 lalu. Sebelumnya band ini bernama Gravkors, namun pada tahun 2017 mereka merubah namanya menjadi Hovmod.
Hovmod sangat memperhatikan seluruh musiknya pada hal-hal detil dan remeh sekalipun. Iring-iringan tempo berakselerasi maksimum yang ditenagai oleh ledakan drum, tebalnya distorsi gitar, dan derapan bass tidak menghalangi langkah mereka untuk menciptakan materi yang terasa lebih atmosferik, melodik, dan kaya dalam penggambaran suasana yang begitu gamblang. Instrumen dan vokal bersinergi dengan sempurna dalam menciptakan panorama gunung es beku yang diselimuti dengan hawa dingin mengelililingi sekujur tubuh.
ILD
Oystein Horgmo membentuk ILD seorang diri pada tahun 2020. ILD datang dengan premis black metal sebagai cerminan utuh suasana kegelapan hati manusia yang dilukiskan ke dalam gambaran hutan tanpa sedikitpun sinar rembulan sanggup menerobos masuk ke dalamnya. Vokal ekstra reverb dari Hogmo dan riff-riff melodius yang menghiasi sepanjang lagu tentunya menjadi 2 aspek paling utama dalam rangkaian musik ILD. Kombinasi yang membuat semua perasaan dan emosi dapat berjalan sesuai dengan ekspetasi Horgmo.
Dirinya, tidak segan untuk memperdengarkan petikan akustik gitar yang semakin memvalidasi perasaan kesunyian dan dinginya nuansa dari setiap lagu. ILD seperti menyatukan 2 entitas musik black metal yakni atomsperhic black metal dengan pendekatan transisional yang diadopsi oleh para punggawa Norwegian black metal sekolah lama. Sehingga apa yang diciptakan Horgmo seperti membuat sebuah scenario “what if?”. Seandainya para pionir black metal era 90’an merancang musik atmospheric black metal, maka seperti inilah kira-kira gambaran dari hasilnya.
Kaldvard
Kaldvard merupakan trio black metal asal Bergen, Norwegia yang didirkan pada tahun 2017. Band dengan formasi Kaldr (gitar), Galge (Vokal), dan Ingve (bass) sangat bangga dalam mendeklarasikan dirinya sebagai band black metal yang mampu menampilkan kecepatan, agresi, dan keindahan melodi diwaktu bersamaan. Meskipun dengan output musik yang mengerikan dan destruktif, Kaldvard lebih banyak mengarahkan fokusnya pada cerita-cerita folkore mengenai kebudayaan Norwegiapada abad 16 dan 17.
Penuh dengan sihir, mahluk-mahluk mitos dan cerita gaib Kaldvard mengangkat hal itu semua hanya semata untuk memeberikan sebuah perspetif unik pada musik yang mereka ciptakan. Apa yang diharapkan dalam musik black metal tersedia seluruhnya di sini. Riff-riff cepat, melodi-melodi kegelapan, rapatan blast-beat tanpa henti, serta suarat jahat dari vokal menyelimuti penuh aransemen musik dari Kaldvard. Dengan gaya produksi yang membiarkan semua elemen melonjak keluar untuk menempati layer teratas pada musik. Membuat output sound terdengar lebih keras, intenif, dan meninju secara langsung di depan wajah.
Keiser
Cepat, ganas, dan kejam 3 kata yang cocok untuk menggambarkan perbuatan Keiser selama mereka meramaikan skena Norwegian black metal pada era modern ini. Band ini terbentuk di Trondelag pada tahun 2015 dan saat ini beranggotakan Geir Marvin Johansen (Drum, Vokal), William Aamodt (Gitar), Mikael Torseth (Gitar, Vokal), dan Jon Einar Hektoen (Bass).
Memadukan kekuatan black metal dengan sentuhan elemen-elemen thrash metal, heavy metal, dan Black’n’Roll, musik Keiser terdengar lebih entertaining, daripada dijadikan sebagai sumber untuk refleksi diri dalam menghayati setiap emosi yang ada. Keiser memiliki kesan seperti band black metal yang memiliki mentalitas selayaknya band-band thrash metal. Memproduksi sebanyak mungkin bagian-bagian musik sebagai sarana dan tempat untuk melakukan headbanging sepuas-puasnya.
Baca Juga : Paydretz – Black Metal, Revolusi Prancis, dan Peperangan Vendee Part I
Mork
Meskipun Thomas Eriksen membentuk Mork pada tahun 2004, tetapi Mork baru meluncurkan album debutnya berjudul ‘Isebakke’ pada 2013 lalu. Thomas sudah dalam komunitas black metal sejak tahun 1997, dan saat ini dia memiliki acara podcast black metal nya sendiri. Baginya, black metal merupakan sebuah bentuk musik yang sangat cocok untuk manusia berkepribadian soliter untuk benar-benar menghayati kesepiannya. Ini sekaligus menjadi alasan dibalik Thomas yang menjalankan Mork hanya seorang diri. Dia tidak membiarkan orang lain mengganggu proses kreatifnya dalam menciptakan karya black metal yang merefleksikan kepribadiannya secara utuh.
Darkthrone dan Burzum merupakan panutan utama bagi Thomas dalam merancang musiknya. Tidak heran Mork memancarkan elemen musik black metal Norwegiatahun 90’an yang begitu kuat. Thomas tidak membiarkan alur musik Mork terkesan one-dimensional dan tidak mengacu sepenuhnya dari apa yang sudah diperbuat oleh para pahlawannya. Album terbarunya, ‘Katedralen’ menampilkan elemen-elemen black’n ‘roll, groovy drum beat, serta penekanan atmosfir musik yang lebih mendalam. Tidak heran, berkat kreatifitas yang dituangkan oleh Thomas membuat Mork dipininang oleh label extreme metal ternama, Peaceville Records.
Nattverd
Meskipun keberadaanya tidak begitu banyak dikenal, namun band asal Bergen ini sudah dikontrak oleh label metal ternama asal Prancis, Osmose Productions. Saat ini Nattverd beranggotakan 6 orang: Serpentr (Gitar), Atyr (Gitar,Bass), Ormr (Vokal), Sveinr (Bass), Steinar Aven (Gitar), dan Tybalt (Drum). Sungguh merupakan sebuah pemandangan yang jarang terjadi melihat band black metal dimotori oleh 3 orang gitaris, mengingat peran gitar dalam black metal tidak menuntut mengeluarkan skill virtuosoic. Tetapi Nattverd membuktikan bahwa formasi ini bekerja dengan baik dalam ruang lingkup black metal.
Nattverd datang dengan membawa semangat old school black metal yang berkobar-kobar. Namun definisi dari mereka untuk melestarikan black metal tidak serta merta hanya meniru yang sudah ada, tetapi mengembangkannya menjadi sesuatu berbeda. Mereka memodifikasi pola-pola old school black metal dengan transisional lebih modern, dan bagian-bagian kecil instrumen yang tidak akan pernah ditemukan pada black metal era terdahulu. Meski pada akhirnya mereka kembali dibandingkan dengan para dewa-dewa black metal, setidaknya itikad baik mereka untuk melebarkan jarak dengan para pendahulunya cukup terlihat.
Nordjevel
Terbentuk pada tahun 2015 di Viken, Norwegia, Nordjevel menjadi salah satu nama yang paling dominan diantara revivalists Norwegian Black Metal lainnya. Band ini didirkan oleh Doedsadmiral (Anders O. Hansen) dan Nord (Jorn Oyhus). Sementara Nord keluar dari band, formasi Nordjevel saat ini terdiri dari: Doedsadmiral (vokal), Dezepticunt (bass), Dominator (drum), dan Destucthor (gitar).
Musik-musik Nordjevel terasa lebih kejam dan membabi buta. Mereka banyak menginvestasikan waktunya untuk merancang riff-riff serta pukulan drum yang lebih sering membuat kekacuan daripada menggambarkan sebuah musik panoramic. Sementara sang vokalis, menggeram seraya orc yang terus menghabisi mangsanya tanpa belas kasihan.Sejauh ini Nordjevel sudah mengabadikan jejak rekam kejahatan dan praktik okultismenya ke dalam 2 buah album penuh, 2 ep, dan segelintir single.
Ovate
Ovate memang tergolong band baru, karena band ini baru terbentuk pada tahun 2015 lalu. Namun jika menilik lebih dalam siapa konseptor dibalik Ovate, mereka adalah tokoh yang sudah lama berkecimpung dalam skena Norwegian black metal. Brodd (Drum) merupakan bekas pemain Drum untuk acara live Taake. Sedangkan rekannya, Aindiachai (Gitar, bass) sampai saat ini masih bermain untuk Taake dan Gorgoroth sebagai gitaris pertunjukkan live mereka.
Sementara tidak memiliki vokalis tetap, Ovate mengajak sejumlah vokalis untuk mengisi vokal pada album debut mereka. Hoest (Taake), V’Gandr (Helheim), ELD (Gaahls Wyrd), Ese (Slegest), dan Odemark (The 3rd Attempt) menjadi daftar vokalis yang mereka undang.
Dengan permainan gitar dan drum yang membaur pada area thrash metal dan black’n’roll, gaya produksi lebih modern, serta diisi oleh banyak transisi riff beragam pada setiap lagunya-menjadikan materi Ovate terdengar lebih beragam. Ovate terdengar lebih mirip dengan gaya-gaya musik dari Tsjuder, Koldbraan, maupun Urgehal dibandingkan menghasilkan emosi mentah dengan pendekatan primitf seperti Darkthrone, Burzum, maupun Mayhem era lawas.
Valgaldr
Oyvind Kvalvagnes a.k.a Kvalvaag mendirikan Valgaldr seorang diri pada tahun 2015 di Viken, Norwegia. Kvalvaag dikenal memiliki segudang proyek black metal yang masih aktif sampai sekarang, diantaranya Astaroth, Attentat, Wendigo, Kvalvaag. Sementara setiap proyek datang dengan konsep berbeda, Valgaldr sendiri memiliki konsep yang sepenuhnya bercerita tentang alam, peperangan, serta berbagai peristiwa sejarah mulai dari bangsa Viking, hingga bencana pandemi “black plague” yang melanda Eropa pada abad ke-14.
Sebuah pertunjukan terlihat ketika narasi vokal Kvalvaag dengan amarahnya, terkadang mendapat reaksi perspektif terbalik dari instrumen yang terdengar lebih meratap dan melankolis. Semuanya dikemas dengan pendekatan primitif jika dilihat dari persepektif black metal sekarang, namun masih terdengar terlalu sophisticated bagi pemegang idiom lo-fi black metal garis keras yang menuntut penambahan gain pada treble secara maksimum. Pada kenyataanya Valgaldr masih menyediakan ruang bagi instrumen untuk menejelaskan secara rinci mengenai setiap peranannya.
Whoredom Rife
Datang dengan ide dan pemahaman lebih luas, Vegar Larsen terinspirasi untuk membentuk bandnya sendiri. Dia kemudian membentuk Whoredom Rife di Trondelag pada tahun 2014. Vegar memegang kendali penuh atas setiap instrumen yang terlibat, sementara rekannya, K.R dipercaya menjadi vokalis utama dan satu-satunya bagi Whoredom Rife. Dengan mengkaji lebih dalam setiap lirik, tata musik dan produksi membuat Whoredom Rife terasa banyak memiliki perbedaan dengan tumpukan musik black metal Norwegia diluaran sana.
Meskipun riff-riffdan serbuan drum masih mendominasi, tetapi mereka meninggalkan ruang-ruang yang diisi oleh elemen musik ritualistic dan berperan sebagai lanskap atmosfir pendukung lirik-lirik mereka yang memang banyak bersinggungan dengan kepercayaan kiri, dan mitos-mitos kuno. Alur musik datang dengan terstruktur, Whoredom Rife tidak sembarangan melempari anda dengan riff-riff yang terus berada dalam level kecepatan sama. Menurunkan tensi agar energi dan aura mengontrol sepenuhnya musik mereka, adalah kepiawan dari Whoredom Rife yang sangat penting di sini.
Baca Juga : Pure Wrath – Hymn To the Woeful Hearts – Review